Ficool

Chapter 6 - PESUGIHAN UNTUK PENGLARIS

BAB 6 – Tumimbal Balik

Malam itu, Rahmat duduk di pojok dapur, menatap kosong ke panci yang mendidih sendiri.Tangan kirinya terbakar karena mencoba mematikan kompor yang hidup tanpa disentuh. Tapi api itu tidak melukai, malah membuat kulitnya menghitam seolah melepuh dari dalam.

Ia merasa… tubuhnya mulai bukan miliknya sendiri lagi.

"Apa aku… sudah jadi bagian dari mereka?"

Jam 1 lewat 5 menit.Suara langkah-langkah itu terdengar lagi dari depan.

Kali ini… lebih berat.Lebih lambat. Lebih nyata.

Rahmat berdiri, mengintip dari celah tirai warung.

Dan hatinya seakan berhenti berdetak.

Di salah satu kursi depan… duduk seseorang yang sangat ia kenal.

Bukan makhluk aneh, bukan sosok hitam.

Tapi Bu Marni—istrinya yang telah meninggal enam tahun lalu.

Wajahnya sama. Senyumnya hangat. Tapi matanya… kosong. Pucat. Dan tidak berkedip.

"Rahmat…""Kau masak untuk semua orang… kenapa tidak untukku?"

Rahmat mundur.Matanya basah. Suaranya serak.

"Marni… bukan kamu… ini cuma jelmaan… bukan kamu…"

"Aku lapar, Mas…""Kalau bukan aku yang kau kasih makan malam ini… anakmu yang akan datang."

Ponsel Rahmat berdering.Getarannya keras dalam hening malam.

Ia melihat layar:

📞 "ALDO – ANAKKU"

Dengan tangan gemetar, ia angkat.

"Ayah… aku mau pulang. Aku udah capek di kota… besok pagi aku ke terminal."

Rahmat jatuh terduduk.

Air matanya jatuh tanpa suara.Pesugihan ini tak cuma menagih makanan… tapi perlahan, menagih hidup dan orang-orang yang ia sayangi.

Ia menatap panci soto di dapur.Lalu menatap daging mentah di meja.Daging itu berdenyut, seolah hidup… dan di permukaannya, terlihat sidik jari kecil.

"Itu… tangan anak kecil…" bisiknya.

Rahmat tahu, ini bukan soal laris lagi.Ini soal waktu—sebelum makhluk-makhluk itu mengambil anaknya.

Malam itu, Rahmat tidak tidur.Ia membakar semua sesajen. Ia siram air doa. Ia bahkan menggali lantai dapurnya, mencari sumber aroma busuk yang tak pernah hilang.

Dan ia menemukan sesuatu:

Sebuah kotak kayu berbalut kain kafan, berisi potongan kuku, gigi, dan kertas bertuliskan:

"Tumbal keempat: darah dagingmu sendiri."

More Chapters