Ficool

Chapter 12 - PESUGIHAN UNTUK PENGLARIS

BAB 12 – Undangan Terakhir

Setelah insiden Deno Ardian yang viral di internet, Desa Mandikerep kembali mencekam.Orang-orang dari luar tak lagi datang. Tapi... suara-suara dari warung itu tetap terdengar.Kadang suara panci, kadang bisikan anak kecil, dan kadang—yang paling menakutkan—suara azan yang diputar terbalik.

Warga sudah pasrah. Sampai akhirnya, seseorang datang.

Namanya Mbah Suro, seorang dukun sepuh dari pesisir selatan.Orang-orang bilang dia bukan sekadar dukun—tapi penjaga perbatasan antara dunia manusia dan dunia bawah.

Wajahnya tenang. Bajunya sederhana.Ia membawa tas anyaman berisi bunga, tulang ayam, dan segulung kain putih dengan tulisan Arab kuno.

"Warung itu bukan tempat makan…""Itu dapur neraka yang dibiarkan tumbuh oleh keserakahan manusia.""Dan sekarang… dapurnya haus tumbal. Bukan cuma satu… tapi satu desa."

Malam Jumat, pukul 23.45.

Mbah Suro mulai ritualnya.

Ia taburkan garam keliling warung.Ia tanam paku emas di empat penjuru tanah.Dan di tengah bangunan, ia membakar kemenyan sambil membaca mantra dalam bahasa yang bahkan warga tak paham.

Langit gelap. Awan turun rendah.Dan tepat pukul 00.00…

Warung itu BERGETAR.

Dari lantai warung, muncullah tangan-tangan hangus.Wajah-wajah tanpa mata, tubuh-tubuh kurus dengan mulut menganga.

"Kembalikan makanan kami…""Kami belum kenyang…""Kami diundang… dan kami tak akan pergi tanpa jamuan…"

Mbah Suro berdiri tegak, lalu menggulung kain putih itu dan menancapkannya ke tanah.

"Kalian bukan raja…""Kalian hanya sisa… dari doa yang dibakar."

Teriakan melengking mengguncang desa.

Semua lampu padam.Panci-panci meledak.Dan dari balik asap pekat, sosok Rahmat dan Bayu muncul—tapi kini bukan manusia.

Wajah mereka rusak. Mata mereka hitam. Tapi suara mereka tetap utuh.

"Kami cuma mau dagang…""Tapi dagang kami dibeli iblis…""Kini kami jadi pelayan di meja setan…"

Mbah Suro mengangkat tangan, membaca ayat terakhir dari gulungan.

Namun tiba-tiba, suaranya berhenti.

Lidahnya ditarik oleh tangan tak terlihat.Tubuhnya terangkat, dan satu suara terdengar dari langit:

"Kau bukan diundang… kau datang sendiri."

"Dan semua yang datang… akan dijadikan hidangan."

Keesokan harinya, desa Mandikerep sunyi.

Tak ada suara ayam. Tak ada anak-anak bermain.Dan warung itu…

Hilang.

Tanahnya rata. Tapi… masih hangat.

Dan satu panci berisi darah kental berdiri di tengah lahan kosong.Di sampingnya, tertancap sendok… dengan nama:

"Suro bin Yudho" – Tamu Terakhir

More Chapters