Ficool

Chapter 32 - Potensi Evelyn

Sementara yang lainnya memilin jari tangan mereka, tampak ingin menimpali namun masih ragu-ragu.

Evelyn menangkap semua keributan dan bisikan itu dengan seksama lalu mencibir dalam hati. Itulah manusia, sangat mudah digiring opini publik tanpa punya prinsip dan penilaian pribadi.

Emely merasa harga dirinya jatuh, walaupun hatinya marah dan jengkel, gadis itu tetap memperlihatkan senyum anggunnya.

Evelyn menyeduh beberapa cangkir teh lagi, kemudian menoleh untuk berkata kepada wanita-wanita itu, "Disini tersisa beberapa cangkir teh lagi, apa ada di antara kalian yang mau mencobanya?"

Tatapan yang semula penuh ejekan kini beralih penasaran. Bahkan beberapa dari mereka menelan ludah ingin mencicipinya sendiri.

Beberapa wanita menahan senyum, lalu satu demi satu berdiri mendekat, diam-diam mengambil cangkir Evelyn sambil menatap tak enak pada Emely. Bisik-bisik yang semula memihak Emely kini mulai mereda.

Sementara Reina dan beberapa gadis yang dari tadi tidak ikut berdebat merasa bahagia. Semuanya maju dan mengambil cangkir teh itu untuk mencobanya. Rasanya sungguh enak, kuat dan kaya akan aroma.

Beberapa gadis memuji dengan suara nyaring, sementara sisanya hanya diam-diam mengakui dalam hati.

Menyeduh teh memang terlihat mudah tapi jika tidak dengan penyesuaian jenis, panas air dan lama nya seduhan tentu membuat rasa teh menjadi kurang maksimal.

Orang-orang yang melihat dan mencium aroma teh hanya bisa meneguk ludah. Beberapa bahkan menyenggol lengan temannya, meminta pendapat. Banyak yang ingin mencobanya, namun semua kalah dengan rasa malu mereka pada Emely.

Dalam sekejap, kerumunan gadis-gadis itu terpecah menjadi dua. Ada yang tetap berada di barisan Emely sementara sisanya mulai goyah, lalu mendekat ke arah Evelyn dengan tatapan kagum.

Keduanya sama-sama bagus dan mendapatkan apresiasi dari raja dan ratu, tapi siapapun bisa menebak bahwa teh buatan Evelyn lah yang lebih unggul.

Persaingan menyeduh teh membuat mereka semakin sadar bahwa Evelyn bukan hanya putri kedua, melainkan seseorang yang punya potensi untuk menyaingi reputasi Emely.

Gadis itu juga anggun, berpengetahuan luas, dan tidak haus perhatian sehingga lebih banyak orang menyukainya. Sikapnya yang tidak memperdulikan rumor buruk juga membuat mereka yakin bahwa Evelyn merupakan gadis yang rendah hati.

Beberapa peserta mulai kembali ke perbatasan, ada yang membawa banyak hewan buruan dan ada juga yang kembali terluka sehingga mendapat sedikit sekali hewan.

Kebanyakan membawa rusa dan babi hutan karena banyak dijumpai. Sementara hewan kecil seperti kelinci biasanya diabaikan karena terlalu ringan untuk menambah timbangan.

Evelyn melirik Emely yang sedang berbincang bersama lady lainnya. Hanya ada raut tenang diwajahnya, ia seakan yakin bahwa Leonardo akan kembali membawa kemenangan.

Tiap tahun perlombaan, pangeran mahkota memang selalu memenangkan tempat pertama. Pangeran ketiga juga selalu mengambil tempat dalam tiga besar pemenang.

Selain mereka, ada juga Silas Scott, Virion Naerie, Harris Ferguson dan Steve Clooney yang juga unggul dalam perlombaan.

Emely melirik singkat ke arah Evelyn yang duduk tenang sambil sesekali berbincang dengan Reina.

Tidak sabar menantikan raut kekalahan yang akan ditampilkan adik iparnya itu, mungkin akan sedikit mengobati rasa malunya akibat perjamuan tadi.

Ia benar-benar tidak bisa meremehkan Evelyn, gadis itu sangat berbeda dengan rumor. Jika saja Evelyn muncul saat pemilihan putri mahkota, ia tidak yakin apakah bisa dengan lancar mendapatkan posisinya saat ini.

Untungnya Evelyn baru hadir ketika pemilihannya sudah selesai, jadi kehadirannya tidak menghalanginya untuk tetap menjadi putri mahkota.

Sebagai gantinya, gadis itu malah masuk istana dan menjadi adik iparnya. Seorang yang juga punya pengaruh dan kehadiran penting di istana.

Tampaknya ia harus membicarakan hal ini lagi dengan ayahnya.

Evelyn menatap ke arah perbatasan hutan. Matahari mulai turun namun Ethan belum juga muncul. Di dadanya, sedikit kekhawatiran yang baru saja mereda kembali muncul.

Ia menatap ke kedalaman hutan lebat, hari semakin gelap tapi pria itu belum juga keluar.

Mengingat banyaknya musuh pria itu, tidak mungkin ia menjalani perburuan dengan mulus dan lancar.

Apa yang dialami Ethan disana?

Sementara jauh di dalam hutan, Ethan mendengar derap langkah kuda mendekat, dari kejauhan dia melihat temannya, Silas Scott.

Silas sedikit terkejut mendapati Ethan ternyata belum kembali juga. Ia kira hanya dirinya saja sendiri yang masih tertinggal di hutan.

"Ethan, apa kau terluka?" Ia makin terkejut melihat bahu Ethan yang terlihat jelas bekas darah mengering.

Silas turun dari kuda sambil membawa kotak berisi perban dan obat-obatan.

"Bagaimana bisa kau sampai terluka. Turun! Mari obati dulu lukamu, lumayan jauh perjalanan untuk sampai ke perbatasan."

Silas mendesak Ethan untuk turun dan berobat. Mereka telah berteman dari kecil sehingga Silas tidak perlu menjaga kesopanan padanya.

Pria itu menolak, sangat memakan waktu jika mengobati di sini. Hari sudah semakin gelap, lebih baik mereka segera keluar.

"Tidak perlu, lukanya sudah tidak sakit lagi. Lagipula jika tidak keluar sekarang, hari akan semakin gelap dan sulit melihat jalan."

"Kau yakin?" Silas menatap Ethan penuh keraguan. Sebagai seorang prajurit, mereka sudah terbiasa terluka saat menjalankan misi, tapi tetap saja luka-luka itu harus segera diobati.

"Ya. Kalau mau, lebih baik obati kaki kucing ini saja." Ethan berucap sambil mengangkat kaki kucing putih yang terluka. Mengobati kaki kucing ini tidak akan membutuhkan waktu lama.

Silas mengernyitkan dahi, terlihat bingung. Sejak kapan Ethan memelihara kucing?

"Aku baru saja menemukan kucing ini tadi, dia terluka jadi aku memutuskan untuk membawanya," ucap Ethan seakan tahu kebingungan Silas.

"Hei, sejak kapan pangeran kita ini sangat berhati lembut." Silas tertawa heran dengan sikap Ethan, walau begitu ia tetap mengeluarkan obat dan perban bersiap mengobati kucing malang itu.

"Cepat kau obati saja," balas Ethan datar malas menanggapi.

"Ck iya." Silas menjawab dengan jengkel, sesaat kemudian ia teringat sesuatu.

"Oh ya, aku baru ingat kau sudah menikah, bagaimana hubungan kalian?" Silas bertanya dengan nada penasaran, matanya menatap penuh ke arah Ethan.

Bagaimana tidak, orang yang paling ia yakini tidak akan menikah seumur hidup-malah menjadi yang pertama menikah. Sebagai kawan, ia merasa dikhianati.

Semenjak menikah, Ethan jarang kembali ke kamp militer mereka. Hal itu membuat Silas tidak memiliki kesempatan untuk menginterogasi.

"Kami baik," jawab Ethan singkat, tak ingin Silas menanyainya lebih lanjut.

"Ck, bukan jawaban seperti itu yang ku inginkan." Silas memprotes sinis.

Kemudian pria itu melanjutkan, "katakan, apa kau mencintainya? Kapan kalian bertemu dan apa yang membuatmu yakin untuk menikah dengannya? Juga...dia bukan seseorang yang dipilihkan ratu untukmu kan?"

Silas menyebutkan sederet pertanyaan panjang, sehingga sulit bagi Ethan untuk menghindar. Ia tidak percaya rumor dan alasan yang diberikan Ethan untuk menikah, sampai ia mendengarnya langsung darinya.

Ethan terdiam lama, memilah kata yang mungkin bisa ia gunakan sebagai alasan. Alasan pernikahan keduanya, hanya mereka dan Kane yang tahu sebagai jaga-jaga. Pria itu tidak menginginkan lebih banyak orang mengetahuinya.

"Aku menyukainya, pada pandangan pertama." Setelah terdiam lama, Ethan menggunakan itu sebagai alasan.

"Benar benar? Jawabanmu sama dengan rumor itu, sulit bagiku mempercayainya." Silas memicingkan matanya curiga.

"Percaya atau tidak, itu benar-benar terjadi. Kami pertama kali bertemu di hutan." Setelahnya, Ethan segera memacu kuda meninggalkan Silas yang memasang tatapan menggodanya.

Silas tersenyum puas mendengar jawaban itu. Karena di rumor mereka bertemu di perjamuan, sedangkan pengakuan Ethan tadi mengatakan mereka bertemu di hutan.

Tampaknya apa yang dikatakan pria itu memang benar. Silas turut bahagia mendengarnya, semoga gadis itu memang orang yang tepat untuk menjadi pendamping Ethan.

More Chapters