Ficool

Chapter 37 - Ivory's Gold

"Sebenarnya beberapa tahun lalu racun itu sudah dibasmi sampai ke akarnya. Tapi tidak menutup kemungkinan racun itu kembali dikembangkan untuk kepentingan pribadi."

Ethan terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Jadi jika kita dapat menunjukkan tanda-tanda dan bukti adanya racun itu, mungkin pihak kerajaan akan segera menyelidikinya. Selain itu, rakyat juga akan marah dan mendesak kerajaan untuk segera bertindak."

Racun itu sudah ilegal di Kerajaan Salaryn karena efek nya yang luar biasa apalagi jika digunakan dengan dosis tinggi.

Saking tinggi efektivitas nya, dahulu pernah seorang Jenderal kalah perang karena terkena sabetan pedang beracun itu.

Setelahnya, racun Lican tetap di produksi tapi dengan pengawasan ketat kerajaan. Baru beberapa tahun ini saja yang racun itu di musnahkan secara permanen.

Orang yang terlibat dengan pembuatan racun itu akan ditangkap dan dipenjarakan karena di anggap membahayakan semua orang. Hukumannya sama dengan seseorang yang diam-diam bersekutu dengan penyihir.

"Tapi bagaimana caranya kita mencari tahu pelakunya dan membuktikan keterlibatan dengan racun itu? Izin untuk mencari tahu dan menyelidiki tentang racun Lican itu sudah dilarang kan." Evelyn melipat tangannya di meja, bertanya dengan seksama.

Jika para pengawal kerajaan menemukan adanya bekas pertarungan dan racun di pedang yang berada di hutan, memang pasti hal itu akan diselidiki.

Kini para pemilik pedang itu sudah Ethan musnahkan dan sulit untuk mencari keberadaan mereka.

Evelyn sangat yakin bahwa racun itu berasal dari Marquess Lovell. Tapi yang menjadi masalah adalah bagaimana caranya mereka membuktikan keterlibatan Marquess itu tentang racun tersebut.

Dan mengenai apakah murni Marquess Lovell ataukah ratu yang menyuruhnya, mereka belum bisa membuktikannya.

Di dunia ini tidak ada cctv, video, rekaman suara ataupun sidik jari dan sebagainya. Akan lebih sulit untuk menyelidiki apalagi target penyelidikan merupakan orang yang punya jabatan.

Itulah mengapa kebenaran tentang kematian Duke Gregory sampai saat ini masih menjadi misteri. Kasus itu tertutup dan sulit untuk menyelidikinya.

"Jangan khawatir, aku akan menyuruh Kane untuk menyelidiki hal ini dan mencari bukti."

"Baiklah." Evelyn menghela napas sedikit dan akhirnya bangkit. Saat akan mencapai pintu, Evelyn tiba-tiba teringat sesuatu kemudian berbalik dan berucap dengan tersenyum tipis, "Selamat malam."

Setelahnya, Evelyn langsung keluar ruangan meninggalkan keheningan yang menyelimuti Ethan. Setelah Evelyn benar-benar pergi, ia akhirnya sadar dan tersenyum tipis.

"Selamat malam," gumamnya pelan nyaris tak terdengar.

Ethan merasa lega, selain insiden kecil siang tadi, hasil yang mereka dapat hari ini cukup memuaskan. Mereka bahkan menjadi pemenang karena berhasil mendapatkan cincin Aster.

Ini sangat melebihi harapan Ethan, Evelyn lumayan dapat di andalkan dan pintar. Tidak sia-sia menjaga gadis itu tetap disisinya.

Evelyn berjalan menuju kamarnya dengan pelan, langkahnya bergema di sepanjang lorong sunyi itu. Kata-kata tentang racun Lican masih berputar di kepalanya. Tentang ratu, Marquess Lovell, dan jaringan gelap yang tak terlihat.

Dunia ini tidak pernah memberi ruang bagi kedamaian. Jika bukan pedang, maka racun. Jika bukan ratu, maka bangsawan lain yang haus kekuasaan.

Namun di balik segala intrik itu, Evelyn tahu ada satu hal kecil yang tetap bisa ia genggam: mimpinya sendiri.

Toko itu, perhiasan itu, adalah jalannya untuk membuktikan bahwa dirinya tidak hanya pion dalam permainan istana.

Besok, ia memutuskan untuk pergi ke ibukota, melihat sendiri sejauh mana mimpi kecil itu tumbuh.

Evelyn membawa serta Ginna dan Aru. Ia tidak memberitahu Ethan karena tidak sempat bertemu dengannya.

Mereka pada dasarnya sudah berjanji untuk tidak ikut campur dalam urusan pribadi masing-masing. Jadi Evelyn tidak merasa harus menceritakan hal ini kepada Ethan.

Lagipula ketika keluar nanti, Evelyn tidak menggunakan statusnya sebagai Putri kedua melainkan hanya rakyat biasa.

Walaupun begitu, Evelyn tahu Ethan akan menyuruh anak buahnya untuk menjaga dan mengawasi gadis itu dari kejauhan. Tidak masalah baginya asalkan tidak mengganggu rencananya.

Mereka berdua memakai tudung dan jubah hitam untuk menyamarkan diri.

Di ibukota sangat ramai dengan para pedagang dan orang-orang yang berlalu lalang. Banyak toko-toko dan restoran besar disini, semuanya dalam kualitas yang bagus.

Tidak lama, Evelyn tiba di halaman toko yang nampak sedikit lagi selesai dibangun. Ruangan itu luas, bagian luarnya sudah selesai, hanya dalamnya saja yang masih harus dibuat beberapa detail kecil.

Evelyn masuk lewat pintu belakang, ia melepas tudung kepala dan menyapa pelayan yang dikenalnya itu karena dari kediaman Gregory.

"Selamat pagi, Hana." Evelyn sedikit menyapa membuat orang itu terperanjat kaget dan kain dari tangannya terjatuh.

"Nona?! Itu anda, astaga anda sudah datang. Siana, cepat bantu aku menyambut nona, kau ambilkan kursi yang sudah bersih dan camilan."

Hana, pelayan senior itu berlari panik dan sibuk memanggil pelayan lain untuk menyambut Evelyn. Gadis itu menatap pelayan yang dikenalnya dengan senyum kecil.

Siana datang dengan terburu-buru, dia membawa kursi dan Hana membawa beberapa makanan serta minuman segar.

"Maaf Nona, tempat ini masih kotor, anda bisa duduk disini."

Evelyn duduk dengan tenang, dia menelisik tempat itu sedikit. Tempat ini memang masih kotor berdebu, dan sebagian ruangannya belum selesai dibangun.

Bangunan toko itu terdiri dari satu lantai dan luas. Ketika masuk, langsung dihadapkan dengan ruang reservasi dan sofa besar untuk sekedar menunggu.

Tempat perhiasan berbahan kaca tersusun rapi di ruangan luas tersebut. Di sebelahnya ada beberapa cermin besar untuk pelanggan mencocokkan perhiasan itu dengan gaun mereka.

Di bagian belakang, ada dapur dan tempat istirahat para karyawan. Serta gudang besar menyimpan banyak barang.

Mereka juga akan merekrut seorang manajer toko yang berasal dari kediaman Gregory, dan seorang desainer perhiasan.

Desainer perhiasan berguna untuk para pelanggan yang ingin mengubah sedikit detail perhiasan mereka, biasanya untuk mencocokkan dengan gaun yang ingin dipakai.

Evelyn terkekeh kecil melihat tingkah mereka, "Tidak usah terlalu formal, aku hanya ingin melihat perkembangannya. Untuk ruangan, apa ada hal lagi yang diperlukan?"

"Tidak ada nona, semuanya sudah selesai dalam tahap pengerjaan. Kami hanya perlu merapikan dan menyiapkan tempat ini sesuai arahan anda." Hana menjawab.

"Baiklah, semoga lancar. Kalau ada hal apapun, kau harus langsung katakan pada Benedict. Dia yang akan bertanggungjawab dan menyampaikannya langsung kepada Duke Gregory."

"Baik nona, terimakasih."

Evelyn bangkit untuk melihat-lihat yang lainnya, sedangkan Ginna sedikit berbincang dengan dua pelayan tadi sekedar melepas rindu. Ia meletakkan Aru yang masih tertidur itu di kursi yang lembut

"Selamat pagi, paman." Evelyn masuk ke dalam ruangan tempat manajer toko, Benedict.

Pria paruh baya itu terlihat sibuk dengan beberapa kertas dan dokumen di dekatnya.

"Nona, anda sudah datang." Benedict segera berdiri dan berlari menghampiri Evelyn.

Evelyn tersenyum mengiyakan, "Apa semua perizinan sudah diurus?"

"Ya, ini hanya tinggal beberapa lagi. Izin dari pengawas pasar untuk toko dan pendaftaran barang sudah selesai. Mereka meminta pajak sebesar 5 persen dari keuntungan penjualan nona. Apakah tidak apa-apa?" Benedict bertanya segan.

More Chapters