Ficool

Chapter 33 - Aru

Beberapa pria kebanggaan kerajaan mulai keluar dari hutan. Harris terlihat lelah sambil menenteng tas besar berisi hewan buruan. Pria itu turun dari kuda, duduk beristirahat dan menunggu peserta lain datang.

Natasya Hubert yang melihat itu segera berlari menghampiri tunangannya. Mereka sudah bertunangan selama satu tahun belakangan ini, dan kabarnya akan segera melangsungkan pernikahan.

Isabella Maurynn juga berlari menemui Virion Naerie dengan membawa handuk kecil dan perlengkapan obat-obatan.

"Apa yang terjadi?" tanya Isabella begitu sampai dan melihat penampakan suaminya.

Virion terlihat terluka di bagian bahu dan lengan akibat cakaran hewan buas. Alhasil pria itu hanya membawa sedikit hewan buruan karena memilih beristirahat di dalam hutan hingga penjaga datang dan membawanya keluar.

"Aku sedikit terluka, maaf hanya membawa sedikit hewan buruan hari ini." Virion mengaku dengan sesekali meringis menahan sakit. Dia sedang diobati seorang tabib kerajaan.

Isabella menggeleng pelan lalu tersenyum, "tidak masalah." Kalimat itu segera mengurangi rasa bersalah Virion, ia mengangguk kecil lalu fokus pada pengobatannya.

Tidak lama kemudian, Pangeran ketiga keluar dari hutan dengan gagahnya bak pangeran berkuda putih.

Pemuda itu juga membawa banyak hewan buruan yang berukuran besar. Dia segera melempar tasnya dan turun dari kuda dengan sempurna.

Beberapa orang bergumam riuh, memuji kehebatannya yang dibalas senyum ramah oleh Louis. Hal itu membuat kerumunan bertambah antusias sementara ia sudah berlalu untuk beristirahat di samping ibunya.

Tak lama, suara derap kaki kuda terdengar semakin dekat. Debu berterbangan, mengaburkan pandangan sampai akhirnya mereka melihat Pangeran kedua dan Putra Jenderal Scott yang datang secara bersamaan.

Keduanya masing-masing membawa banyak hewan buruan, tapi tas milik Ethan memang terlihat lebih penuh dan berat.

Ethan segera turun dari kuda disusul Silas. Mereka akan menghampiri penjaga untuk menyerahkan hasil buruan tersebut.

Semua orang terdiam menatap keduanya, terlebih pada pangeran kedua. Ini adalah pertama kali Ethan ikut perlombaan namun hasil yang dibawakan sungguh diluar ekspektasi mereka.

Kerumunan pecah dengan desisan kekaguman, mereka menatap Ethan yang berjalan mantap sambil menyeret karung besarnya.

Untuk ukuran orang yang pertama kali berburu di tempat itu, kemampuan Ethan memang layak diapresiasi.

Itu wajar mengingat Ethan adalah orang yang aktif berperang. Pastilah kemampuan bela diri dan bertahan hidupnya telah matang. Dalam sekejap, Ethan mengumpulkan lebih banyak penggemar yang kagum dengan kehebatannya.

Namun di tengah kerumunan yang memuji, mereka akhirnya menyadari adanya luka bahu Pangeran kedua.

"Apa yang terjadi pada Pangeran kedua?" Seseorang bertanya pelan, menatap penasaran.

Orang di sebelahnya kemudian menimpali, "apa beliau mendapatkan serangan? Pembunuh ataukah hewan buas?"

Seorang pria yang juga ikut berperang kemudian mengaku, "aku tidak mendengar adanya raungan ganas hewan buas, tapi samar-samar aku mendengar dentingan pedang beradu, seperti telah terjadi perkelahian."

"Benar, aku juga mendengarnya tapi tidak berani mendekat. Luka itu bukanlah luka cakaran, melainkan tebasan pedang," ungkap yang lainnya.

Orang-orang perlahan menyebarkan informasi bahwa Pangeran kedua telah diserang. Dalam sekejap, bisikan memuji berubah menjadi percakapan yang lebih dalam. Semua orang seolah menebak-nebak siapa dalang dibalik serangan itu.

Sementara itu, Ethan kembali lagi ke arah polis untuk mengambil seekor kucing putih yang tertidur pulas.

Matanya berkeliling, mencari sosok Evelyn sebelum pandangannya terkunci. Ia menatap dalam lalu berbalik, pergi ke tempat pengobatan.

Evelyn yang melihatnya kembali segera menghampiri Ethan yang sudah duduk untuk diobati tabib istana. Ia sedikit terkejut mendapati luka sabetan pedang di bahu Ethan ternyata lebih dalam dari yang ia kita.

Namun ketika sampai, perhatiannya segera teralihkan pada kucing putih yang ada di sebelah Ethan.

Ethan menatap Evelyn yang pandangannya tertuju pada kucing itu lalu berkata, "Kucing ini terluka."

Mendengar suaranya, pandangan Evelyn beralih ke wajah Ethan. "Kau juga terluka."

Ethan tersenyum tipis, ternyata selain mengkhawatirkan kucing ini, Evelyn juga mengkhawatirkannya.

"Hanya luka kecil, tidak terasa sakit," ucap Ethan sambil mengangkat bahu, seolah luka ini bukanlah apa-apa.

Evelyn melirik luka panjang di bahu Ethan, itu merupakan luka sabetan pedang.

"Itu luka pedang kan? Apa yang terjadi?" tanya Evelyn pelan setelah tabib istana selesai mengobati. Tidak mungkin di hutan ada luka pedang jika tidak ada manusia yang sengaja menyerang pria itu.

"Ya, itu hanya segelintir orang yang terlalu percaya diri dengan kemampuan mereka." jawab Ethan.

Evelyn tahu, segelintir di mulut pria itu tidaklah sedikit. Seseorang berani mengirim para pembunuh bayaran, artinya ini sudah direncanakan sedari lama.

Pengakuan Ethan mengisyaratkan bahwa para pembunuh itu tidak berarti apa-apa baginya, jadi Evelyn tidak perlu merasa khawatir.

"Baiklah." Atensi Evelyn kembali lagi ke arah kucing yang masih tertidur itu.

"Dari mana kau mendapatkan kucing ini?"

Evelyn tidak melihat Ethan membawa seekor kucing ketika pria itu pergi. Juga setahunya, Ethan tidak mempunyai hewan peliharaan selain Polis.

"Aku menemukannya di hutan, melarikan diri dari kejaran harimau," jawab Ethan, tatapannya kemudian bergeser dari kucing itu ke arah Evelyn.

Ethan bertanya, "kau ingin memeliharanya?"

Suara percakapan mereka membuat kucing putih itu terganggu. Kucing kecil itu akhirnya bangun dan memperlihatkan sepasang mata birunya pada Evelyn.

Evelyn dihadapkan dengan perasaan nostalgia yang kuat. Kucing ini mengingatkannya kepada Aru–kucing kesayangannya yang kemungkinan juga mati karena kecelakaan pesawat mereka.

Evelyn terdiam sejenak dan berkata dengan nada pelan, "boleh aku membawanya?"

Kucing mengeong senang begitu melihat Evelyn, dia berusaha bangkit dengan susah payah untuk melompat ke arah Evelyn.

Kucing itu kesulitan berdiri akibat luka di kakinya membuat Ethan mengangkat dan meletakkannya ke pelukan Evelyn.

Evelyn memeluk kucing itu dengan lembut dan mengusap kepalanya. Kucing itu bersuara lirih, tampak menikmati usapan tangan lembut Evelyn sekaan sudah terbiasa.

Merasakan keterikatan yang kuat, Evelyn bertanya lagi, "kucing ini sudah punya nama?"

"Belum, kau saja yang memberinya nama," jawab Ethan singkat.

"Kalau begitu aku akan memanggilnya Aru," usulnya.

"Tentu." Ethan mengangguk setuju, menatap keakraban mereka dengan tatapan lembut bahkan tanpa pria itu sadari.

Kucing itu semakin bertingkah manja dan mengusapkan kepalanya kepada Evelyn. Hal itu membuat Evelyn merasakan kehadiran kuat dari kucingnya lagi, Aru.

Evelyn tersenyum tulus ke arah wajah tenang Ethan.

"Terimakasih," ucapnya lirih, matanya penuh tatapan terimakasih. Lalu gadis itu menunduk untuk melihat Aru lagi dengan senyuman yang masih tersemat di kedalaman matanya.

Evelyn bersyukur, dengan kehadiran Ethan, dia merasa kehidupan nya di dunia ini tidak akan terlalu sulit.

Ethan terpaku sejenak melihat senyum indah itu. Pupilnya melebar karena terkejut sebelum segera berpaling, tidak ingin Evelyn melihat semburat merah tipis di wajahnya.

Dari kejauhan, Pangeran ketiga memperhatikan Ethan dengan tatapan dingin. Rahangnya keras dengan kebencian yang menyala di mata yang biasanya ramah.

Dia gagal lagi membunuh bajingan itu.

More Chapters