Sementara itu, di antara pepohonan yang sunyi. Ethan berhenti setelah beberapa kilometer masuk ke dalam hutan. Pria itu turun dari kuda dan berjalan pelan ke arah sungai.
Mata tajamnya melihat seekor rusa yang sedang minum di kejauhan. Tangannya bergerak perlahan, mengambil anak panah dan menembak.
Tepat sasaran, rusa itu langsung ambruk dengan sebilah anak panah yang menancap di lehernya.
Ethan segera menghampiri rusa itu. Hewan itu sudah mati dan dia lebih mudah memasukannya ke dalam karung besar.
Kegiatan berburu Ethan berjalan mulus, pria itu mendapatkan banyak hewan buruan. Sudah lebih dari target, ada sekitar delapan atau sembilan macam hewan yang telah berhasil ia kantongi.
Ia sempat mencari informasi tentang cincin ruby itu. Konon katanya memang milik Ratu kedua kerajaan ini. Sekarang kerajaan sudah berada di generasi ke-13, artinya sudah lama sekali cincin itu hilang dan terkubur, akan sangat sulit mencarinya.
Walau begitu, cincin Aster dikabarkan mempunyai kekuatan sihir dan bisa mengabulkan permintaan pemiliknya-sehingga tak ayal masih banyak orang yang mencarinya.
Ethan berkuda pelan agar tidak membuat hewan-hewan kabur mendengar suara tapak kudanya.
Namun tak lama, suara gemerisik di sekitar membuatnya meningkatkan kewaspadaan. Suara itu ternyata berasal dari semak belukar yang tidak jauh dari sana.
Setelah menunggu beberapa saat, ia menyadari bahwa tidak hanya semak itu yang bergerak, tapi juga beberapa semak disekitarnya.
Artinya suara itu bukan berasal dari hewan, melainkan beberapa orang. Sampai akhirnya satu orang berpakaian serba hitam keluar, dengan berani menampakkan diri disusul yang lainnya.
Mereka pembunuh bayaran.
Sementara Ethan menghadapi bahaya yang nyata, tidak jauh dari sana seseorang membuat kesepakatan bersama anak buahnya.
"Apa sudah siap?"
"Sudah Tuan"
"Pastikan semuanya aman. Jangan biarkan dia berhasil."
"Baik"
Seorang pria berpakaian hitam segera melesat ke kedalaman hutan. Pria yang menjadi lawan bicaranya itupun segera pergi menuju kuda cokelatnya dan melanjutkan perburuan.
Suara kepakan burung terdengar dramatis, membuat suasana tegang dengan musuh yang tampak nyata disekitarnya, mengelilingi.
Di depan Ethan berada, sekitar dua puluh orang pembunuh bayaran menatapnya bengis. Dia turun dan mengambil pedang kebanggaannya, menyambut kedatangan mereka.
Dia sudah menduga hal ini terjadi, sialnya dia belum bisa memastikan pembunuh ini dikirim oleh Leonardo, Louis ataukah musuhnya yang lain.
Pembunuh yang berdiri paling depan mengangkat senjata, mengirim sinyal kepada anak buahnya untuk segera menyerang.
Mereka mengambil senjata masing-masing. Ada pedang, tombak, serta cambuk besar berduri tajam.
Ethan melesat cepat, mengayunkan pedangnya kepada lawan dan menghunuskan kuat. Kepala musuh berterbangan bahkan sebelum mereka sempat mengangkat senjata.
Ethan melepaskan semua auranya, terasa sangat menakutkan dan berbahaya. Sekelilingnya seolah menggelap, membawa hawa tak nyaman kepada para pembunuh.
Aura mengesankan itu sesuai dengan gelar yang telah disematkan kepadanya-Jenderal bengis.
Beberapa pembunuh berdiri dengan tangan gemetar, namun seolah tak ingin kalah mereka menyerang dengan membabi buta.
Pertarungan berubah sengit, tiga pembunuh yang menggunakan cambuk segera mengayunkan cambuk mereka ke arah Ethan.
Pria itu membiarkan cambuk melilit pedangnya pelan, membiarkan terikat erat. Setelahnya, ia menarik pedang dengan kuat membuat cambuk itu terlepas.
Ethan meluncur maju, menendang kaki kemudian menebas leher tiga pembunuh itu. Mereka semua mati dan kini tersisa tiga belas pembunuh lagi.
Pembunuh bertombak runcing menyerang dengan ganas, Ethan mencoba menghalau tombak itu dengan pedangnya, menyebabkan sedikit retakan.
Dirasa tombak besi itu tidak bisa dipatahkan, Ethan mundur menghadapi pembunuh lainnya.
Tombak melesat lagi dengan cepat, Ethan secara gesit menghindar membuat tombak itu berakhir mengenai pembunuh yang ada dibelakangnya.
Ethan mengambil tombak pembunuh yang mati itu. Tangan kirinya menggunakannya sebagai penyangga untuk melompat tinggi dan menghunus lawan yang tersisa dengan cepat.
Beberapa orang mati dengan luka tusukan tepat pada jantung mereka.
Karena sibuk menghalau dan menghunus, tanpa disadari Ethan ada pembunuh yang menyerang dari belakang. Pembunuh itu menebas, yang sayangnya berhasil mengenai bahu sebelah kirinya.
Sebelum tebasan lain datang padanya, Ethan segera berbalik dan menancapkan tombak itu ke dada lawan. Tombak menancap sempurna, menembus sampai kebelakang hingga mustahil untuk mencabutnya.
Ethan merasa lengan dan bahu yang terkena sabetan pedang itu terasa kebas, langkahnya sedikit goyah namun tekadnya masih tetap menyala-bahkan lebih kuat.
Dengan sisa tenaga, ia menyerang ganas dan kuat sampai yang tersisa hanya pemimpinnya saja.
Ethan menancapkan pedangnya ke tanah, mengganti pedangnya dengan pedang lawan yang sudah mati dengan cepat, menggunakannya untuk menebas dada pemimpin pembunuh itu.
Pembunuh itu terkena sabetan pedang mereka sendiri, dia terjatuh lemah dan bahkan tidak sanggup mengambil senjata yang berada disampingnya.
Sesuai dugaannya, pedang para pembunuh itu mengandung racun yang dapat melemahkan daya tahan dan kekuatan penerimanya. Seperti yang terjadi pada lengan kirinya.
Ethan membuang pedang beracun itu, menendang pembunuh hingga terpental kemudian mencekik kuat.
"Katakan siapa yang mengirimmu," ucap Ethan penuh penekanan, membuat udara sekitar semakin dingin.
Pemimpin itu berusaha mengambil napas dengan wajah memerah, Ethan mencekiknya terlalu kuat.
Ditambah lagi, pria itu melukainya menggunakan pedang berlapis racun, sehingga mustahil baginya untuk melawan.
Dengan wajah merah, orang itu bergumam susah payah. "Lebih baik aku mati...."
Ethan bertambah murka, dan kemudian mencabut pedang di tanah–menghunus tepat di jantung pria tersebut. Ujung pedang menembus dan menancap ke tanah menciptakan genangan darah lebih besar lagi.
Sunyi kembali merayap, hanya tersisa bau darah pekat dan tubuh-tubuh tak bernyawa. Ethan tahu, percuma mencari jawaban dari mereka.
Yang bisa ia lakukan hanyalah mengirim pesan–siapa pun dalangnya, Ethan masih hidup… dan mereka telah gagal.
Ethan menyeret pedangnya dengan tangan kanannya menuju tempat kudanya berada. Dia ingin mengobati lukanya tapi mustahil sekarang karena area itu sulit dijangkau.
Matanya menatap pedang berukiran unik dari pembunuh itu. Pikirannya menerawang dan menebak siapa kemungkinan yang mengirim mereka. Leonardo, Louis, Ratu ataukah musuh yang lebih besar.
Hubungannya dengan Leonardo-putra mahkota itu rumit dan dingin. Sejak kecil mereka terbiasa bersaing. Dalam hal status, keduanya hampir setara. Ethan adalah putra dari istri sah, sementara Leonardo merupakan anak pertama dan didukung penuh oleh Ratu.
Namun pilihan jalan mereka berbeda. Leonardo menekuni bidang pemerintahan dan mengelola kerajaan, sedangkan Ethan menempuh jalur militer dan bela diri.
Perbedaan itu membuat Leonardo lebih dipandang layak menggantikan Raja, sehingga ia mengumpulkan lebih banyak pendukung. Terlebih lagi, Leonardo didukung penuh oleh ibunya-selir kerajaan yang kini diangkat menjadi ratu.
Kini keduanya seolah bersinar di jalannya masing-masing. Dan ketika mereka bertemu, percakapan yang terjadi selalu kaku dan formal, hingga orang yang melihat akan mengira mereka hanya sekadar mitra kerja alih-alih saudara.
Sementara itu, hubungannya dengan Pangeran Louis jauh lebih buruk. Sejak dahulu, Louis selalu menatapnya dengan kebencian, mencibir setiap pertemuan, seakan Ethan hanyalah duri dalam daging yang harus segera disingkirkan.
Ethan menyadari semuanya. Justru karena itulah tekadnya semakin bulat. Menyingkirkan orang-orang semacam itu dari istana, demi masa depan kerajaan dan demi keadilan untuk ibunya.
Ethan duduk di dekat Polis, dia menenangkan diri sambil menatap waspada, kalau-kalau ada pembunuh lagi yang masih tersisa.
Area yang sedang dimasukinya ini merupakan area yang jarang dimasuki peserta lain, jaraknya jauh ke dalam hutan. Hari sudah mulai gelap, mustahil menunggu bantuan atau peserta lain karena sebagian besar orang sudah kembali ke perbatasan.
Pria itu bangkit, bersiap untuk naik ke atas kuda dengan sisa kekuatannya sampai sebuah suara menghentikan langkahnya.