"Belum Putri, belum ada yang berhasil menjinakkannya sehingga belum ada yang mau memberinya nama khusus," jawab Gion.
Evelyn merendahkan kepalanya sejajar dengan kuda putih itu lalu berkata dengan pelan, "Kau mau kalau ku panggil Zhar?"
Zhar adalah nama kuda putih miliknya dulu. Kuda itu meringkik pelan tanda persetujuan dan terus mengeluskan kepalanya pada Evelyn.
Evelyn bersiap menaiki Zhar, Ethan segera mendekat untuk bersiap membantu sedangkan Gion juga menaiki kuda lain, berjaga dengan membawa cambuk yang biasa digunakan untuk menjinakkan kuda.
Ketika Evelyn sudah naik, Ia memacu pelan membawa Zhar berkeliling lapangan. Para prajurit yang sedang beristirahat segera mengalihkan pandangan mereka pada seorang gadis yang sedang menaiki kuda putih galak itu.
Bisik-bisik terdengar, sebagian berseru kagum sementara sisanya bergumam cemas. Reputasi kuda itu terkenal di sana sebagai kuda liar yang sulit dikendalikan.
Beberapa prajurit korban kuda putih itu melihat dengan ngeri, takut istri pangeran mengalami hal yang tidak diinginkan akibat keganasan kuda putih itu.
Tapi semakin lama, orang-orang dibuat takjub dengan Evelyn yang dianggap bisa menjinakkan kuda putih itu dan berakhir mereka semakin senang dengan Evelyn, gadis itu sungguh lincah dan keahlian berkudanya juga bagus.
Setelah cukup lama berkuda dengan tempo pelan, Evelyn merasa ini saatnya memacu adrenalin dengan berkuda lebih cepat seperti dulu.
"Kita akan lebih cepat Zhar, kau siap?" Ucap Evelyn kepada Zhar dengan percaya diri, matanya berkilat penuh gairah.
Kuda itu meringkik nyaring dan setelahnya, Evelyn melesat dengan kuda cepat, berkeliling lapangan luas dengan kecepatan seolah sedang berada di medan perang.
Evelyn terseyum senang sepanjang perjalanan, menikmati sensasi luar biasa yang didapatkan dari berkuda seperti ini.
Ethan tersenyum tipis melihat Evelyn yang sangat menikmati kegiatan. Para prajurit pun bersorak menyemangati, sementara Gion, pria itu kelimpungan mengejar laju kuda Evelyn.
Setelah berhenti, Evelyn baru sadar bahwa ia diperhatikan oleh banyaknya prajurit. Mereka semua bertepuk tangan dan memujinya dengan tulus, terlihat sangat mengaguminya. Evelyn berterima kasih dan membalas dengan senyum sopan.
Hingga akhirnya sampai dipinggir lapangan tempat Ethan berada, pria itu mendekat, berencana menolongnya turun tapi ternyata Evelyn lebih lihai dari yang dia harapkan. Dalam sekejap, gadis itu sudah melompat turun dalam sekali percobaan.
"Kau hebat." Ethan dengan tulus memuji sambil tersenyum tipis, tampak sedikit bangga.
Dia sedikit terkejut dengan fakta bahwa Evelyn benar-benar mahir berkuda. Padahal dari penyelidikannya tentang gadis ini, tidak pernah sekalipun bersinggungan dengan kuda atau militer, tapi Evelyn mahir dalam keduanya.
Mungkin, Evelyn juga mempunyai beberapa hal rahasia, sama sepertinya. Jadi dia hanya bisa mengapresiasi tanpa bertanya lebih jauh.
Gadis ini penuh dengan kejutan.
Gion berhenti dengan napas yang tersengal, tidak menyangka bahwa kuda putih itu mampu dinaiki dengan kecepatan tinggi. Dan yang lebih mencengangkan, Evelyn ternyata sangat mahir dalam berkuda.
Tidak heran mereka bersama, sungguh pasangan yang mengerikan. Gion buru-buru pamit, berniat mengembalikan kuda-kuda itu dibantu para penjaga lain.
Sebelum pergi, Evelyn mendekat lagi pada kuda putihnya, Zhar tertunduk lesu, seolah sedih akan perpisahan mereka. Evelyn mengelusnya lagi dan setelahnya, ia bergegas pergi menemui Ethan untuk pulang.
"Kalau kau suka, kau bisa memeliharanya," ucap Ethan setelah memperhatikan raut wajah Evelyn yang sedikit tidak rela.
Evelyn tersenyum, "aku memang menyukai kuda itu, tapi tidak mungkin aku membawa kuda itu ke kediaman, tempat ini jauh lebih sesuai untuknya."
Tanpa disadari, keduanya kerap mengobrol akhir-akhir ini, sehingga baik Evelyn maupun Ethan merasa nyaman dan cocok satu sama lain.
Mereka tidak lagi saling dingin seperti sebelumnya, sepenuhnya mengganggap satu sama lain sebagai teman.
"Kau sudah melakukan apa yang aku perintahkan?" Suara dingin seorang pria bertanya sambil mengangkat dagu.
Pria itu duduk di sebuah kursi mewah, disebelahnya, berdiri pria tinggi berkacamata yang merupakan tangan kanannya.
Di depan pria itu, seorang pria bersimpuh sambil menunduk dalam, tubuhnya bergetar halus menahan ketakutan yang kentara.
"Su-sudah Pangeran, saya pastikan bahwa rencana kali ini tidak akan gagal," ucapnya.
Pria yang duduk dikursi itu menganggukkan kepala malas.
"Baiklah, kau boleh pergi, jika hal ini gagal, kau orang pertama yang akan ku cari, sana." Pria itu sambil mengibaskan tangannya malas.
Pria di bawah itu ingin menangis tapi tidak berani, dia segera bangkit dengan gugup dan memberi hormat, setelahnya cepat-cepat pergi dari ruangan itu.
"Kau juga boleh pergi sekarang, pastikan hal ini tidak bocor," ucapnya acuh kepada orang yang berdiri di sampingnya.
"Baik Tuan." Tanpa kata, dia langsung keluar ruangan itu.
Pria yang tertinggal itu menyeringai lebar dan tersenyum,
"Ini sungguh menarik, tidak sabar menanti hari itu," pikirnya kemudian terkikik senang.
"Siapa yang menyuruh kalian berbahagia heh, aku akan mengambil kebahagiaan kalian. Tidak ada yang boleh menjadi raja selain aku, karena aku punya Ratu, aku punya pendukung." Pria itu berkata dengan mata berkilat dingin sambil tersenyum misterius.
***
Evelyn langsung menuju kamar ketika sampai di kediaman mereka, sedangkan Ethan mengurus beberapa hal dengan para prajuritnya.
Hari sudah sore ketika mereka sampai, Ginna langsung datang dan membantunya mandi untuk bersiap makan malam.
Ketika Evelyn sampai, di meja makan sudah ada Ethan yang terlihat serius sambil membuka dokumen. Pria itu masih bekerja dengan tangan kanannya–Kane yang berdiri di sampingnya.
Ketika melihat Evelyn datang, Ethan menutup dokumen itu dan menyerahkannya kepada Kane. Kane menunduk hormat lalu pergi dengan sopan.
Keduanya makan dengan tenang, Evelyn memperhatikan cara makan pria itu–terlihat anggun, bahkan lebih baik dari miliknya. Padahal pria itu sering berperang, namun sisi kebangsawanannya masih terjaga.
Memang berbeda orang yang merupakan keturunan langsung kerajaan dengan bangsawan lain.
Setelahnya mereka berjalan berdampingan ke dalam kamar, di luar masih ada penjaga yang kemarin mengawasi. Hal itu membuat percakapan mereka tidak bisa dilakukan terang-terangan.
"Sampai kapan mereka akan berjaga disana?" tanya Evelyn setelah memastikan pintu tertutup dengan rapat. Dia khawatir akan selamanya diawasi, membuat mereka harus tidur dalam satu kamar setiap malamnya.
Mereka duduk di atas kasur masing-masing yang saling berhadapan.
"Ini lebih lama dari yang kukira, kemungkinan seminggu atau lebih lama lagi. Sepertinya wanita itu masih mencurigai kita." Ethan menjawab sambil menghela napas.
Dia bukan orang yang tidak suka berbagi kamar dengan orang lain, bagaimanapun, dia alam liar dan di medan perang, mereka terbiasa tidur berdempetan.
Tapi mereka semua laki-laki, jadi tetap saja dia tidak pernah berdekatan dengan seorang gadis. Ethan juga merasa canggung namun sebisa mungkin untuk tidak menunjukkannya, agar Evelyn merasa sedikit nyaman.
"Mengapa ratu masih mencurigai kita?" tanya Evelyn. Memang benar mereka hanya bertemu beberapa kali sebelum menikah, tapi di zaman ini bukankah wajar hal itu terjadi?