"Mereka pelayan suruhan Ratu. Jangan percaya siapa pun di istana ini, bahkan jika mereka tampak ramah. Cairan ini bisa saja beracun," ucap Ethan tegas sambil menatap mata Evelyn dengan dingin.
Ia memang tak bisa memastikan karena bukan seorang tabib. Namun ia tahu, Ratu selalu bermain bersih-racun dicampur ramuan dengan dosis kecil, nyaris tak terdeteksi..
"Mulai sekarang, jangan sembarangan menerima apapun dari mereka-terutama dari Ratu," lanjut Ethan dingin.
Evelyn mengangguk tenang walau dalam hati, dia mengumpat. Ini baru hari pertama pernikahannya namun ia hampir saja masuk dalam perangkap. Ratu benar-benar licik, seperti ular-bisanya bening namun mematikan.
"Aku pergi sebentar," ucap Ethan, lalu keluar. Suasana menjadi sunyi, hanya ada penerangan tipis dan aroma bunga mawar pernikahan.
Tidak lama kemudian pintu kembali diketuk. "Masuk," sahut Evelyn.
Ginna perlahan membuka pintu dan masuk ke dalam kamar dengan takut-takut. Melihat itu adalah pelayannya, Evelyn menghela napas lega dan menyambutnya.
"Nona, apakah nona baik-baik saja? Tadi ada pelayan Ratu yang ingin melayani nona," ucap Ginna khawatir.
Disaat menunggu di ruang pelayan tadi, dia dikejutkan dengan panggilan dari kepala pelayan kediaman pangeran kedua-Dean yang menyuruhnya untuk segera menemui majikannya.
Dan di tengah perjalanan, dia berpapasan dengan tiga orang gadis dengan raut wajah pucat. Mereka keluar dari arah kamar utama pangeran.
"Semua aman, tadi gadis pelayan itu ingin bersiap untuk memandikanku." Evelyn menjawab singkat.
"Astaga nona, mereka mungkin memiliki niat buruk untuk datang kesini. Kita tidak boleh lengah, saya akan senantiasa melindungi dan berada di sisi anda nona," ucap Ginna, mata coklat polosnya menyala penuh tekad.
Evelyn tersenyum kecil dan segera pergi ke kamar mandi, disana sudah disediakan sabun dan perlengkapan mandi lainnya, ia tidak memerlukan pelayan untuk membantunya.
Evelyn memperhatikan kamar mandi itu-sangat luas, lebih luas dari yang di kediamannya dulu. Sudah ada sabun mandi yang beraroma bunga lavender, sangat menenangkan.
Ketika Evelyn selesai mandi, dia keluar dan memakai pakaian dibantu oleh Ginna. Disini Ginna lah yang memperhatikan segala kebutuhannya, sama seperti di kediaman Gregory dulu.
"Saya pamit dulu Nona, saya perlu menyediakan makanan." Ginna pamit dan pergi ke dapur untuk melihat pekerjaan para koki.
Bisa dibilang, pekerjaan Dean terbagi dan menjadi lebih ringan sekarang karena adanya Ginna, gadis itu cekatan dan mampu melakukan pekerjaan dengan baik.
Gadis pelayan itu bisa mengurus semua kebutuhan rumah tangga kediaman. Sementara Dean mengurus bagian luar kediaman dan tamu-tamu bangsawan yang ingin berkunjung.
Tak lama, Ethan masuk. "Aku akan mandi," ucapnya dingin.
"Sebentar," Evelyn menahan. "Di mana kau akan tidur?"
Ethan berhenti, lalu menoleh. "Bukankah di sini? Apa kata orang bila pengantin baru tidur terpisah?" Tatapannya dingin mengarah ke pintu, membuat Evelyn terdiam.
Jangan-jangan ada yang mengawasi mereka?
Ethan mendekat, bersuara pelan nyaris berbisik, "Penjaga di luar adalah orang suruhan Ratu. Mereka mengawasi kita. Jika aku keluar, justru menimbulkan kecurigaan."
Meskipun ini wilayahnya, kekuasaan tetap ada di tangan Ratu. Mengusir penjaga hanya akan menambah kecurigaan.
"Beliau...apakah harus bertindak sejauh ini?" Evelyn bertanya, hampir tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Mengirim seseorang untuk memantau kamar pengantin? Apakah Ratu sudah curiga dengan pernikahan mendadak mereka? Wanita itu memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi.
"Ya," jawab Ethan singkat. "Bahkan hampir semua pelayan di istana ini adalah mata-matanya. Mulai sekarang berhati-hatilah. Setelah malam ini, mungkin hanya pelayanmu dan pelayanku yang tersisa."
Ia berbalik menuju kamar mandi, lalu berhenti. "Aku akan tidur di kursi panjang itu. Jadi kau tak perlu khawatir."
Evelyn melihat lagi ke arah Ethan, tapi pria itu telah berlalu. Ia merasa sedikit tertekan, kalau terus seperti ini, mereka tidak akan bebas bergerak.
Tapi bagaimanapun, Ratu mempunyai kuasa di istana ini. Anak-anak dan menantunya hanya bisa mengikutinya saja. Mereka mungkin harus berpura-pura patuh untuk sementara.
Evelyn berbaring diam, sedikit gelisah. Sulit menerima kenyataan bahwa ia akan tidur satu kamar dengan seorang laki-laki.
Di dunianya dulu, dia bahkan tidak berbagi kamar dengan keluarganya. Tapi disini, dia bahkan harus berbagi kamar dengan orang asing-yang kini menjadi suaminya.
"Aku melewatkan fase yang paling penting, yaitu jatuh cinta," gumamnya pelan sebelum tertidur lelap karena kelelahan.
Ethan membuka pintu kamar mandi pelan, matanya melirik Evelyn yang sudah tertidur lelap membelakangi kursi.
Sebenarnya, dia sengaja berlama-lama mandi dengan harapan ketika ia keluar, Evelyn sudah tertidur sehingga tidak perlu ada adegan canggung lain.
Pria itu berjalan perlahan menuju kursi panjang tempatnya akan tidur. Disana sudah disediakan bantal dan selimut untuknya oleh Evelyn.
Kursi ini cukup luas dan empuk karena berada di dalam kamar utama. Letaknya di sebelah kiri ranjang tidak jauh dari tempat Evelyn tidur.
Ethan berbaring tenang, walaupun terkesan luas, tetap saja sedikit kecil jika dibandingkan dengan ukuran tubuhnya.
Dia berbalik menghadap punggung kecil Evelyn, pikirannya rumit, tak disangka tadi siang dia menikah dan sekarang sudah mempunyai seorang istri, hal yang tidak pernah dia pikirkan.
Paginya Evelyn bangun lebih awal karena tidak ingin para pelayan yang membangunkannya. Matanya otomatis mengarah pada kursi tempat Ethan tidur tadi malam.
Kosong, ternyata pria itu sudah pergi pagi-pagi sekali.
Tidak lama kemudian, para pelayan berdatangan untuk membantunya bersiap. Sekarang ada empat orang pelayan lagi, termasuk Ginna dan seorang pelayan bernama Aria-yang juga ikut melayaninya tadi malam selain Ana.
"Selamat pagi, Nona." Ginna menyapa majikannya, sesuai rutinitasnya.
Ginna segera menuju lemari pakaian setelah menyapa Nona nya dengan ceria, dia tahu bahwa Evelyn tidak mau dilayani mandi, jadi lebih baik baginya untuk menyiapkan perlengkapan lain.
"Permisi putri kedua, syukurlah anda sudah bangun, kami akan membantu anda bersiap," ucap Aria ramah membuka percakapan.
"Aku masih akan mandi sendiri, kalian siapkan saja gaun dan riasanku." Evelyn menyahut tegas tanpa mau dibantah, setelahnya ia langsung masuk ke kamar mandi.
Para pelayan berdiri kikuk karena bingung atas perintah itu. Putri kedua ini adalah bangsawan, dan setahu mereka, jarang ada bangsawan apalagi perempuan yang tidak ingin dilayani.
"Putri kedua memang tidak ingin dilayani ketika mandi, jadi kita ikuti saja perintahnya." Ginna akhirnya bersuara, mengklarifikasi kebingungan mereka. Para pelayan itu mengangguk paham dan mencari kesibukan lain untuk dilakukan.
Hari ini Evelyn mengenakan gaun biru muda, warna kesukaannya karena memiliki kesan yang tenang dan lembut.
Rambut peraknya dikepang satu oleh Ginna, gadis itu mengatakan bahwa kepang dengan gaun biru muda akan membuatnya terlihat cantik.
Evelyn tertawa kecil, penampilan ini mirip karakter kartun di dunianya dulu. Riasannya pun hari ini dibuat senatural mungkin, tapi tetap tidak bisa menutupi kecantikannya.
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu lagi. Aria membuka pintu, ternyata yang mengetuk tadi adalah kepala pelayan.
"Hormat putri kedua. Saya disini ingin menyampaikan undangan dari yang mulia Raja, beliau menginginkan anda dan Pangeran ikut sarapan bersama di istana," ucap Dean menyampaikan pesan dari Raja.