Ficool

Chapter 20 - Pernikahan

Gadis itu membawa tangannya–menggenggam tangan Nathalie lalu berkata, "Bibi, jika aku tidak bersedia, aku pasti akan mengatakannya sedari awal."

Nathalie mengangguk paham–berusaha menghentikan tangisannya sementara Ginna–pelayan yang akan dibawa Evelyn ke istana itu hanya bisa diam sambil tersenyum miris.

Fakta bahwa Evelyn menikah dengan seorang pangeran tidak membuat mereka bahagia. Mereka akan lebih tenang jika Evelyn menikah dengan seorang pria terpelajar atau pria baik yang hidup sederhana.

Bagaimanapun, keluarga Gregory mempunyai banyak uang-cukup untuk menghidupi keluarga Evelyn ataupun Daniel seumur hidup nanti.

Beberapa orang menggigit kuku cemas, beberapa pelayan bahkan bergumam penuh khawatir. "Istana tidak sesederhana itu, bagaimana nasib Nona Evelyn disana nanti?"

"Tidak perlu khawatir, Nona kita pintar dan bijak. Aku yakin semua akan baik-baik saja." Yang lain menyahut.

Mereka tahu satu hal-Evelyn akan menghadapi berbagai macam skema busuk orang-orang hanya demi tahta dan kekuasaan.

Hal itu sepenuhnya disadari oleh mereka, bahkan Daniel-pemuda itu terlihat biasa saja diluar, walau dalam hati berdecak kesal menyayangkan pernikahan tersebut.

Dari semua orang... mengapa harus keluarga kerajaan? Batinnya bergumam lirih.

Justin bahkan mewanti-wanti Evelyn di hadapan Ethan langsung. Pamannya itu berkata dengan penuh tekad, "jika dia menyakiti atau membuatmu menderita, pulanglah. Di Gregory, kau akan selalu diterima."

Memang benar... walaupun Gregory tertutup, kekuasaan mereka terbuka lebar di seluruh penjuru kerajaan. Mereka bahkan sanggup melawan kerajaan hanya untuk melindunginya-karena sedari awal, Gregory memang bukanlah tanah yang patuh.

Kini Evelyn berjalan menuju altar tempat pernikahannya dilangsungkan, upacara pernikahan juga akan segera dimulai. Tangannya menggandeng lengan pamannya dengan langkah pelan penuh keanggunan.

Dari jauh, dia melihat pangeran Ethan sudah rapi dan tampan mengenakan jubah pengantin putih bercampur hitamnya. Sedangkan Evelyn mengenakan gaun putih bersih off shoulder dengan lengan panjang, memberikan kesan sederhana namun elegan.

Semua orang terpana melihat cantiknya pengantin wanita yang memakai gaun putih itu. Sedangkan Ethan, dia juga tampak lebih gagah dengan setelan pernikahannya.

Evelyn dibawa menuju altar tempat Ethan berdiri. Mata gelap pria itu menatapnya dalam dan penuh arti. Tangan keduanya bertaut, saling menggenggam.

Bukan genggaman penuh kemesraan, melainkan penuh tekad untuk menang. Keduanya diam tanpa kata, sampai akhirnya pemandu pernikahan meminta sumpah...

Tangan Evelyn bergetar halus, tampak terdiktrasi sebelum Ethan menggenggamnya erat. Pria itu lebih dulu bersuara dengan penuh keyakinan, "Aku bersedia."

Evelyn terdiam sejenak, membiarkan suasana menggantung dan sesaat kemudian ia menghela napas dan menambahkan.

"Aku bersedia..."

Ucapan itu menimbulkan riak halus di kedalaman hati keduanya, tanpa mereka sadari.

Suasana khidmat dan penuh cinta, hanya keduanya yang mengetahui tentang pernikahan penuh kebohongan itu.

Di kejauhan, Ratu Feliza tersenyum lembut seolah bahagia dan Raja tampak bangga dengan pernikahan anak keduanya itu. Namun dalam hatinya, pemimpin yang selalu berwibawa itu tersenyum miris-teringat hubungannya dengan Ethan yang tidak bisa diperbaiki lagi.

Sedangkan Louis, daritadi dia hanya datang sebentar dan sekarang sudah pergi ke kediamannya. Pangeran mahkota dan putri mahkota juga hadir di pernikahan, semacam formalitas.

Keluarga dari pihak Gregory tentu hadir, mereka berdiri di barisan paling depan sebagai perwakilan di pihak mempelai wanita.

Daniel juga datang untuk menyaksikan sepupu satu-satunya itu menikah. Duke dan Duchess Gregory menangis haru karena keponakan yang beberapa tahun mereka rawat itu tumbuh menjadi gadis cantik dan akhirnya menikah dengan seorang pangeran.

Aula yang semula ramai kini telah tenang. Bangunan megah kembali dibersihkan dan para tamu juga sudah kembali ke rumah masing-masing.

Pernikahan berlangsung khidmat dan acara selesai lebih cepat dari yang diharapkan. Tak terasa malam yang damai pun tiba.

Tidak ada acara tambahan ataupun pesta di malam hari, karena kedua mempelai tidak ingin mengadakan perayaan mewah.

Dan disinilah Evelyn berada, di kamar besar yang dipenuhi dekorasi khas kamar pengantin. Matanya menatap sekeliling, tak heran ini adalah kamar utama kediaman itu. Ruangannya besar dan luas, bergaya klasik dengan jendela kecil menghadap hutan yang berada di sisi luar istana.

Ranjangnya empuk, besarnya muat dua sampai tiga orang dengan kursi panjang di bagian depan ranjang. Ada juga sofa besar yang terletak tidak jauh dari ranjang, berdekatan dengan meja rias.

Di pojokan ada pintu yang mengarah ke kamar mandi dan tempat berpakaian, disana ada sebuah lemari besar dan cermin.

Evelyn duduk di kursi panjang sambil menunggu kedatangan Ginna, pelayan yang dibawanya dari rumah Duke Gregory. Sampai tak lama, terdengar pelan suara ketukan pintu.

"Permisi putri kedua, bolehkah kami masuk?" Terdengar suara pelayan yang telah mengetuk pintu dari luar. Itu bukan suara Ginna, kemungkinan besar berasal dari pelayan istana ini.

"Silahkan." Evelyn menyahut singkat dan tak lama, pintu dibuka perlahan.

Pelayan yang masuk berjumlah tiga orang, masing-masinh membawa ember berisi sabun dan minyak wangi, handuk serta tak lupa kelopak bunga mawar yang harum.

Tanpa bertanya pun Evelyn sudah bisa menebak pelayan ini pasti bertugas memandikannya yang berstatus sebagai pengantin baru.

"Nama saya Ana, Putri. Ini Aria dan ini Sica. Kami ditugaskan untuk memandikan nyonya," ucap pelayan yang terlihat lebih tua dibanding dua pelayan lain.

"Apa harus ada ritual semacam itu?" Ia bertanya. Demi Tuhan, Evelyn akan merasa sangat tidak nyaman jika dimandikan seperti itu.

Di kediaman Gregory saja, dia melarang semua pelayan untuk memandikannya karena itu area privasinya. Sangat tidak nyaman baginya jika harus dilayani untuk urusan pribadi.

"Maaf putri kedua, ini sudah perintah dari Yang Mulia Ratu. Ini merupakan hal biasa bagi anggota kerajaan yang baru menikah ke dalam istana. Ramuan racikan kami mengandung bahan-bahan herbal yang membantu menjaga kesehatan dan kesuburan anda," ucap pelayan lain-Sica yang membawa kelopak bunga mawar.

"Aku tidak terbiasa dimandikan, jadi tidak akan nyaman untuk kalian masuk dan melayaniku. Panggilkan saja Ginna-gadis pelayan yang kubawa dari kediaman Gregory," ucap Evelyn tegas.

"Maaf putri, tapi ini-" Pelayan lain angkat bicara berusaha membujuk Evelyn sebelum seseorang muncul dari belakang mereka.

"Ikuti perintahnya!" Suara dingin tiba-tiba datang, membawa tekanan rendah di dalam kamar tersebut.

Ucapan pelayan lain terpotong karena sebuah suara yang menyela ucapannya tadi adalah pangeran kedua, sang mempelai pria. Mereka semua terdiam, tertunduk takut akan tekanan di bawah tatapan tajam itu.

"Panggilkan saja pelayan nya, kalian keluar," perintah dingin Ethan dengan sorot mengancam, membuat ketiga pelayan itu berdiri dengan tangan gemetar.

"Tapi... " Pelayan bernama Ana sempat memberanikan diri untuk menatap langsung pada Ethan sebelum kembali tertunduk. Tangannya gemetar, ember di tangannya bahkan nyaris terjatuh.

Ketiga pelayan saling memandang dalam diam, berada dalam dilema. Mereka diperintahkan untuk tidak boleh kembali sampai tugas mereka selesai.

Ethan memandang dingin ke arah tiga pelayan itu, tekanan rendahnya membuat para pelayan berkeringat dingin. Pelayan yang lebih senior-Ana akhirnya membuat keputusan. Mereka lebih takut dengan Pangeran Kedua daripada Ratu.

"Baiklah pangeran, kami akan melakukan pekerjaan kami lagi besok hari, kami permisi," ucap Ana tertunduk hormat kemudian meletakkan ember yang dibawanya ke atas meja. Ketiga pelayan itu langsung pergi dengan takut meninggalkan kamar tersebut.

Ethan berjalan mendekat, menatap isi cairan itu sebelum terkekeh sinis.

More Chapters