Perjamuan itu berjalan dengan lancar sampai acara selesai, Evelyn pamit lebih dulu kepada paman dan bibinya yang masih sibuk membicarakan bisnis dan bergegas pulang ke penginapan.
Dia memang tidak bersama Ginna karena para pelayan hanya diperbolehkan untuk mengantar majikannya saja.
Evelyn hanya perlu mencari kereta kuda kerajaan khusus tamu yang akan mengantarkannya ke penginapan.
Ia berjalan berlawanan arah menuju koridor. Di pintu utama, sedang banyak bangsawan yang berdesak-desakan ingin keluar. Tidak ingin menarik perhatian lebih jauh, Evelyn memutuskan mencari jalan keluar lain.
Suara langkahnya menggema lembut di setiap sudut koridor sepi itu. Sampai tak terasa, Evelyn tersesat karena masuk terlalu jauh.
Gadis itu berdecak pelan, padahal sebelum pergi dia sudah menghapal rute jalan lain. Bagaimana bisa ia tersesat sekarang.
Salah satu pelang nama menarik perhatian Evelyn. Ternyata ia masuk ke kawasan khusus tamu kehormatan yang berada di sudut istana itu.
Merasa perjalanannya sia-sia, Evelyn berbalik berniat kembali ke tempat semula sebelum langkahnya terhenti. Dari kejauhan, samar-samar ia mendengar suara di salah satu ruangan yang berulangkali menyebut nama Gregory.
Sekitar koridor hanya disinari cahaya bulan, membuat Evelyn memberanikan diri mendekat dan menguping pembicaraan mereka.
"Bukankah sudah kusuruh untuk melenyapkan gadis Gregory itu?" ucap galak seorang pria.
"Ampun tuan, sebenarnya saya sudah menyuruh para pembunuh untuk melukai gadis itu tapi para pembunuh tidak pernah kembali lagi melaporkan pekerjaan mereka, tampaknya ada yang telah menyelamatkan gadis itu. Tapi rumornya, gadis itu memang sempat terluka dan koma setelah pulang dari perjalanan itu." Suara pria lain dengan gugup menyahut, Evelyn yakin itu adalah bawahan dari pria galak tadi.
"Bodoh! Melawan satu gadis saja tidak mampu. Tidak bisakah mereka melenyapkan gadis itu sebelum gadis itu sempat diselamatkan, kalau hasilnya seperti ini sia-sia saja kita membayar mereka," ucap pria itu geram.
"Ampun tuan, lain kali saya akan memastikan gadis itu dibunuh dengan mata kepala saya sendiri," sahut pria bawahan itu lagi.
"Ck sudahlah, lain kali kau harus lakukan sampai berhasil. Lagipula aku melihat gadis itu telah menjadi ancaman yang paling kuat untuk putriku, aku tidak ingin dia sedih dan merasa tersaingi."
"Ampun tuan, bagaimana kalau memakai cara yang sama seperti dulu, ketika tuan melenyapkan orang tua gadis itu." Pria bawahan itu menyarankan dengan di akhiri nada pelan di ujung kalimat.
Jantung Evelyn berdegup kencang, tangannya mengepal. Rasa marah dan sedih mendominasi, membuatnya ingin menerobos langsung dan memberi pelajaran pada mereka.
"Hahh, memang itu telah terpikirkan, tapi gadis itu tidak pernah datang ke perjamuan ataupun pesta yang bisa kita manfaatkan untuk memberinya racun," ucap pria galak itu lagi.
"Tuan, bagaimana kalau memanfaatkan status nona Emely sebagai calon putri mahkota, nona bisa mengundang semua gadis bangsawan untuk datang ke pesta minum teh, dengan begitu, kita juga bisa mengundang gadis Gregory itu untuk datang." Pria bawahan itu mengusulkan lagi, seakan berusaha menjadi berguna untuk majikannya.
"Ck, aku akan memikirkan usulanmu, sekarang kau boleh pergi, dan ingat untuk perhatikan sekitar. Aku tidak mau ada penguping atau hal mencurigakan lain," titah pria itu dingin sambil mengibaskan tangannya.
Dia akan menemui ratu dan menanyakan perihal racun itu. Dia juga perlu menanyakan kepada putrinya apakah bersedia membantu melenyapkan gadis Gregory itu.
Bagaimanapun, jika terjadi sesuatu bertepatan dengan selesainya pesta minum teh, orang-orang mungkin akan mencurigai putrinya dan membuat citranya hancur.
"Baik, saya pamit undur diri Tuan Marquess." Pria bawahan itu pamit dan suara kaki terdengar menuju keluar.
Evelyn yang sibuk mencerna informasi itu menahan napas mendengar suara langkah kaki. Ia berbalik, bergegas mencari tempat persembunyian. Namun disana hanya ada ruangan, tidak ada tempat berlindung lain.
Karena tidak mungkin masuk ke salah satu ruangan, Evelyn memutuskan untuk keluar menuju koridor lagi dan mencari tempat paling gelap.
Suara langkah tegas itu menggema di sepanjang koridor. Evelyn bernapas pelan dengan sedikit antisipasi. Meminimalisir suara sampai akhirnya langkah itu kian mengecil, menjauh dari tempatnya berdiri.
Ia menghela napas lega, keluar dan memperhatikan sekeliling memastikan kondisi aman. Namun samar-samar dari kejauhan, sepasang mata dingin dan gelap tengah mengawasinya membuatnya balik menatap.
Evelyn bersitatap dengan mata itu sejenak, membalasnya dengan tatapan penuh keberanian. Waktu seakan berhenti, mereka saling bertatapan di tengah keheningan malam sunyi...dalam diam.
Evelyn menatap lurus, tak gentar menatap mata biru itu sampai selang beberapa detik kemudian, dia mengalihkan pandangan dan melompat, keluar menuju jalan utama.
Ethan berjalan di koridor gelap menuju kediamannya yang berada di sisi lain istana. Kemudian matanya menangkap sebuah bayangan, bergerak di kejauhan. Itu adalah bayangan seseorang-lebih tepatnya seorang gadis.
Orang itu seperti tengah bersembunyi. Matanya melirik dingin ke tempat asal orang tersebut, itu ruang istirahat Marquess Lovell. Kemudian tatapannya bertemu dengan orang yang bersembunyi tersebut.
Dingin dan tajam namun penuh keberanian. Untuk sesaat, Ethan tenggelam dalam mata emas berkilauan itu sampai akhirnya gadis tersebut memutuskan pandangan dan pergi dari hadapannya.
Itu dia...
Kane, pengawal pribadi yang daritadi menemani dan mengawal Ethan akhirnya menyadari bahwa ada seseorang disana.
"Sepertinya ada penyusup Tuan, saya akan segera menangkapnya," ucap Kane kemudian bersiap untuk mengejar orang tersebut.
Ethan mengangkat tangan menghentikan gerakan Kane. "Dia bukan musuh."
Pria itu menatap tajam dan dalam sekitar sambil terus memperhatikan ruangan tempat Marquess Lovell berada.
Kane menurut, kalau Tuannya sudah berkata demikian, kemungkinan besar Ethan mengenal orang tersebut.
Usai insiden tersesat itu, kini Evelyn telah sampai di penginapan. Ginna segera mencercanya dengan banyak pertanyaan, penasaran dengan apa yang terjadi selama di perjamuan.
"Tidak ada yang berkesan, semuanya baik-baik saja." Setidaknya untuk saat ini.... Evelyn menjawab seadanya dan berusaha menenangkan.
Gadis itu mencerna informasi yang tidak sengaja didapatnya tadi. Ia menduga 'tuan' yang dimaksud itu merupakan Marquess Lovell–ayah Emely. Marquess itulah yang menyuruh para pembunuh bayaran untuk melenyapkannya beberapa waktu lalu.
Dan untuk racun, dia baru ingat bahwa sebelum orang tuanya kecelakaan kereta, mereka dikatakan sempat pergi ke perjamuan.
Kemungkinan besar mereka diracuni disana yang menyebabkan tubuh mereka melemah, sehingga ketika dicegat, keduanya tidak kuasa untuk melawan.
Namun yang menjadi masalah adalah racun itu merupakan racun sulit dideteksi, tabib biasa pun tidak menemukan tanda-tanda adanya racun di dalam tubuh orang tuanya.
Tidak heran mengapa minim sekali bukti tentang perencanaan pembunuhan itu... Evelyn bergumam dalam hati.
Tingg!!!
Misi : temukan misteri yang berhubungan dengan racun Lican
Hadiah : 10.000 koin sistem
Evelyn berdecak kesal dalam hati.
Misi yang membingungkan, bagaimana caranya untuk menemukan misteri itu. Racun itu melibatkan orang tuanya, apakah ia harus mencari tahu tentang asal usul racun dan memusnahkannya. Ataukah ia harus mengungkapkan pembunuhan berencana Marquess Lovell itu kepada orang tuanya dulu.
Tanpa gadis itu sadari, misi tersebut merupakan pintu masuknya ke dunia dan konspirasi yang lebih besar.