Ficool

Chapter 2 - PESUGIHAN UNTUK PENGLARIS

BAB 2 – Malam Pertama Mantra

Hujan turun deras malam itu.Warung Rahmat gelap, hanya diterangi lampu minyak kecil yang menggantung di dinding.

Di meja dapur, bungkusan pemberian lelaki misterius itu tergeletak.Sudah satu hari sejak kejadian aneh itu. Dan selama itu pula, Rahmat tak bisa tidur.

"Kalau aku nggak lakukan ini… aku bisa kelaparan.""Tapi… kalau aku lakukan… aku ngundang setan?"

Tapi kenyataan terlalu keras.Uang di dompet tinggal dua lembar ribuan. Kompor sudah jarang menyala. Dan tubuh Rahmat mulai melemah karena jarang makan.

Akhirnya… ia membuka bungkusan itu.

Jam 12:58 malam.Rahmat duduk di belakang warung, menghadap dapur kecilnya.Ia menyalakan kemenyan dari bungkusan itu, lalu menaburkan bunga tujuh rupa di bawah kompor.

Bau kemenyan perlahan memenuhi ruangan.

Dengan tangan gemetar, ia membuka kertas kuning bertuliskan mantra:

"Datanglah yang lapar, yang haus, yang sunyi...Bersamaku engkau kenyang, dan aku tak lagi kesepian."

Ia mengucapkannya tiga kali, seperti instruksi yang tertulis.Setelah itu, lilin di dapur padam sendiri.

Rahmat menahan napas.

Tiba-tiba, angin bertiup masuk dari celah atap.Panci di rak bergoyang. Tirai dapur berkibar, padahal semua pintu tertutup.

Dan dari balik jendela kaca buram di warung…bayangan seseorang terlihat berdiri.

Rahmat terkejut.Ia bangkit perlahan dan mengintip dari sela jendela.

Seorang lelaki tua—tak dikenal—berdiri di luar, memegang payung robek.Wajahnya gelap. Tapi matanya… menyala merah.

Rahmat mundur. Jantungnya berdegup kencang.

"Itu… bukan orang biasa…" bisiknya.

Namun keesokan paginya, sesuatu yang tak pernah ia duga terjadi:

Warung Rahmat penuh pembeli.

Orang-orang datang silih berganti. Ada sopir truk, pemuda kampung, sampai anak sekolah.Semua makan dengan lahap. Bahkan ada yang membungkus.

Panci soto ludes. Semua kursi penuh.Rahmat tersenyum bahagia… walau di balik senyumnya, ada sesuatu yang mengganjal.

Malamnya, saat ia hendak membersihkan sisa-sisa masakan, ia menemukan sesuatu mengerikan:

Bekas kaki basah di lantai warung—besar, lebar, dan mengarah ke meja paling pojok.

Dan di kursi yang tadi diduduki salah satu pelanggan…

Tertinggal bulu babi hutan.

Rahmat mematung. Nafasnya tercekat.Dari sudut matanya, ia melihat panci dapur bergerak sendiri.

Dan di atas meja, kertas mantra itu meneteskan darah.

"Kau sudah memulai, Rahmat," bisik suara dalam kepalanya."Jangan pernah berhenti… atau mereka akan berhenti juga. Selamanya."

More Chapters