Vorontsov Biotech & Ordnance—lebih dikenal sebagai VBO— adalah salah satu perusahaan strategis terbesar di Rusia, berbasis di St. Petersburg.
Perusahaan ini bergerak di dua bidang utama, pengembangan senjata modern untuk kebutuhan militer, serta bioteknologi yang berfokus pada riset medis, dan bio-defense.
Secara legal, VBO berdiri sebagai holding multinasional dengan berbagai anak perusahaan yang menguasai rantai suplai dari pabrik baja, pusat riset bioteknologi, hingga kontrak dengan kementerian pertahanan. Struktur ini membuat mereka seolah menjadi negara di dalam negara.
Hubungan dengan pemerintah pun ibarat dua sisi mata uang.
Secara resmi, Vorontsov Biotech & Ordnance adalah kontraktor militer berlisensi, mitra utama Kremlin, dan simbol kebanggaan industri Rusia.
Bagi kalangan bisnis dan patriot, Vorontsov adalah pelindung, inovator teknologi, dan sumber lapangan kerja.
Namun bagi aktivis, oposisi, dan media asing, mereka adalah monster industri– kapitalisme bersenjata di balik dinding kaca St. Petersburg.
Lalu datanglah sebuah krisis, mereka kebobolan oleh media atas tuduhan pelanggaran etika dalam riset, membuat citra VBO hancur di mata publik.
Reputasi yang dibangun puluhan tahun hampir runtuh dalam hitungan minggu.
Sehingga untuk memperbaiki namanya, sang Presiden perusahaan membuat sebuah langkah untuk menghentikan berita buruk itu, namun harus dalam waktu kurang dari satu bulan.
Karena akan sangat berbahaya bagi perusahaan jika media publik tidak berhenti, ia bisa kehilangan kerugian lebih besar lagi.
Ia pun mengerahkan seluruh rekan bisnisnya untuk terjun langsung membantu masyarakat, agar beberapa media yang bekerja dibawahnya mampu menutupi isu tersebut.
Dan pilihannya jatuh pada Moskow, kota pusat perhatian, tepatnya di sebuah biara tua— simbol religius yang tak terbantahkan dengan beberapa anak yatim piatu di dalamnya.
Otak licik dan ambisius Presiden itu mengemukakan sebuah pemikiran,
'Jika Moskow adalah jantung Negara, maka biara ini adalah denyut nuraninya. Sentuh keduanya, maka seluruh negeri akan ikut bergetar.'
Langkah itu berhasil. Dalam hitungan bulan, wajah Vorontsov kembali bersinar.
Media melupakan dosa lama, dan masyarakat perlahan mengembalikan hormat.
Dan pada bulan kesekian dari program itu, pria itu bertemu dengan seorang gadis yatim piatu berusia dua belas tahun.
Berbeda dari anak-anak lain yang riuh dan penuh tawa, ia pendiam, selalu tampak lebih dewasa daripada usianya.
Seusai semua pekerjaan relawan, ia kerap duduk di sofa tua di pojok ruangan, jendela terbuka, buku kuno terbuka di tangannya.
Presiden, yang hanya memiliki seorang putra jauh di negeri asing, merasa anehnya menemukan kehangatan di balik obrolan ringan dengan gadis itu.
Mereka cepat akrab. Hubungan mereka adalah hubungan murni antara ayah dan anak.
Tahun demi tahun berlalu.
Perusahaan masih rutin mengirim dana untuk biara, tapi Presiden tak pernah kembali.
Hingga akhirnya kabar duka datang, 'Presiden Vorontsov wafat karena serangan jantung.'
Gadis itu tak kuasa menahan rasa sedihnya.
Sebulan kemudian, suasana biara mendadak terguncang. Lima sedan hitam mengilap berhenti di halaman.
Dari dalam keluar rombongan pria berjas hitam, dipimpin seorang wanita berpenampilan tegas— namun wanita itu tidak asing.
Gadis itu sering bertemu dengannya dulu ketika menghabiskan waktu dengan Presiden.
'Sekrestaris Presiden.' Otaknya berbicara.
Wanita itu kemudian menyampaikan maksud kedatangannya yang membuat para pengurus biara tak dapat menyembunyikan keterjutan mereka, termasuk gadis tadi.
"Kami datang dengan maksud baik. Ada sebuah wasiat dari Tuan Sergey untukmu, Nak. Dalam wasiat itu, beliau menitipkan kehidupan terbaik untukmu— sebagai bagian dari keluarga Vorontsov."
Tak ada sepatah kata keluar dari pihak biara, termasuk gadis itu sendiri yang terpaku dengan tatapan kosong.
"Jadi bersiaplah dan ikut kami, bawalah barang seperlunya saja."
Huh?
"Berpakaianlah dengan rapi, karena kau akan menemui President yang baru. Tuan Vladimir Sergeyevich Vorontsov, ingin melihatmu."
###
