Untunglah Alexei bukan tipe orang yang kaku. Ia dengan mudah membuat Elisabeth merasa nyaman meski mereka baru saja bertemu.
Bahkan hubungannya dengan Darya pun tampak sangat akrab—sampai-sampai Elisabeth sempat mengira Alexei adalah anggota keluarga Darya yang kebetulan mampir.
Alexei adalah sepupu Vladimir. Menurut keterangannya sendiri, ia merupakan orang kedua yang paling dipercaya sang Presiden dan memegang posisi tinggi di perusahaan.
> "Sebelum Katarina, akulah orang kepercayaannya nomor satu. Aku masih tidak percaya tergantikan oleh wanita itu…"
Nada dramatisnya membuat Elisabeth cepat-cepat mengalihkan topik.
"Apa itu berarti kau pernah menjadi rekan kerja dekat Vladimir sebelumnya, Alexei?"
Ekspresi Alexei langsung berubah. Matanya berbinar penuh kebanggaan saat menatap Elisabeth.
"Ya! Akulah orang yang paling banyak membantunya saat pria itu masih duduk di kursi pewaris."
Itu cukup mengesankan. Vladimir tidak sembarangan mengutus orang untuk membantu Elisabeth, melainkan mengirimkan orang kepercayaannya sendiri—dan itu masih anggota keluarga pula.
Namun Elisabeth sendiri tidak dapat membayangkan betapa sibuknya Alexei saat ini, apalagi setelah mengetahui posisinya bukan orang biasa di perusahaan.
VBO memiliki dua divisi besar: persenjataan, dan bio defense. Untuk memastikan intruksi Presiden dijalankan oleh kedua divisi, tanpa Presiden harus repot mengawasi detail harian, posisi inilah yang Alexei jalankan— Chief of Staff.
Jabatan itu termasuk dalam jajaran petinggi perusahaan, dan tanggung jawabnya bukan main. Maka setelah mengetahui hal ini, Elisabeth tidak lagi heran ketika Alexei mengatakan dirinya sering mondar-mandir ke berbagai tempat; itu bukan sekadar omong kosong.
Sekarang, justru Elisabeth merasa sedikit tidak enak hati.
Pria super sibuk ini baru saja menempuh perjalanan jauh dari Volgograd, namun kini duduk tenang di hadapannya untuk sarapan—dan sebentar lagi akan membantunya bekerja.
Dalam hati, Elisabeth menggerutu kesal pada Vladimir.
Kenapa dia selalu mengutus orang-orang yang jauh lebih sibuk dariku sendiri, untuk membuat mereka bersamaku?
Ia melirik sekilas ke arah Alexei, yang tengah menikmati sepotong roti renyah berlapis krim gurih tipis, ditutupi selembar salami merah muda, potongan kecil keju, dan zaitun hijau di atasnya.
Begitu roti itu tertelan, Elisabeth bertanya dengan hati-hati,
"Alexei, apa kau baik-baik saja dengan ini? Melihat betapa sibuk dirimu… rasanya agak tidak masuk akal jika sekarang kau membantuku."
Alih-alih menjawab, Alexei menaikkan sebelah alis dan dengan santai memasukkan zaitun ke dalam mulutnya.
Ia tampak sedikit bingung dengan kekhawatiran Elisabeth, karena untuk sekarang Alexei merasa kondisinya sangat bagus dan tak ada celah yang menyatakan ia tidak baik-baik saja.
Siapapun yang melihat juga pasti merasakan hal yang sama, jadi mengapa Elisabeth bertanya?
Sedangkan Elisabeth, yang tidak mendapat jawaban, berdehem pelan lalu memperjelas maksudnya.
"Begini, kau tadi sempat mengatakan jika baru kembali saat fajar, bukan?"
Alexei menjawab setelah menghabiskan sisa rotinya.
"Ya, aku memang mengatakannya. Tapi kenapa? Apa itu membuatku jadi tidak baik-baik saja?"
"Oh Alexei, mengapa kau menanyakan hal yang sudah jelas? Tentu saja aku khawatir. Bukankah itu berarti kau lelah? Apa tubuhmu baik-baik saja terus bekerja tanpa jeda?"
Mendengar itu, ekspresi bingung Alexei langsung tercerahkan.
"Ah… Kau khawatir aku kelelahan?"
Ia tertawa kecil, membuat Elisabeth spontan mencemberut.
Begitu tawanya mereda, Alexei berkata tenang,
"Terima kasih atas kekhawatiranmu, sepupuku. Tapi sungguh, aku baik-baik saja. Aku tahu betul kapan tubuhku harus berhenti dan kapan tidak. Aku tidak mungkin melakukan perbudakan kejam pada tubuh yang aku sayangi ini."
Elisabeth tersenyum lega mendengar jawaban itu.
Dalam hati, ia mengakui ucapan Alexei ada benarnya—tidak ada yang tahu batas tubuh seseorang selain pemilik tubuhnya sendiri.
Lagipula, Alexei bukanlah seseorang seperti Victor Frankenstein, yang begitu terobsesi dengan pekerjaannya hingga lupa pada diri sendiri. Kalau ada orang seperti itu di dunia nyata, sudah pasti dia akan terkena serangan jantung dalam waktu dekat.
"Soal kelelahan, justru aku malah agak khawatir padamu, Elisabeth," ujar Alexei tiba-tiba.
Elisabeth yang semula tenggelam dalam pikirannya, langsung menatap Alexei dengan bingung.
"Bagaimana?"
Alexei tampak ragu sejenak.
“Ya... Begini, apa kau sudah menerima sebuah dokumen dari Vladimir?”
Ah... dokumen tebal itu. Yang bahkan ensiklopedia pun tidak memiliki lembar setebal itu untuk dibaca.
Untuk menenangkan pikirannya yang gelisah karena kehilangan satu carik kertas, Elisabeth memutuskan membaca dokumen itu hampir semalaman—dan baru terlelap sekitar pukul dua dini hari.
"Ya, aku bahkan sudah membacanya... hampir keseluruhan, tepatnya."
"Itu bagus. Aku akan menjelaskan situasi dan kondisinya nanti. Tapi ingat, saat mulai bekerja, jangan terlalu memaksakan diri. Vladimir mengutusku salah satunya untuk mengawasi hal ini juga."
Elisabeth termenung. Tangannya yang memegang garpu berhenti menusuk potongan panekuk di piring.
Wajahnya merona malu, dan buru-buru ia menyuapkan panekuk itu ke mulutnya dengan gerakan kikuk.
Jadi demi alasan konyol itu Vladimir sampai mengirimkan CoS-nya sendiri? Bahkan terakhir kali sekretaris prabadinya datang hanya untuk menjemput Elisabeth jauh jauh dari Moskow ke Saint Petersburg!
Bukankah ini semacam penyalahgunaan kekuasaan?
###
Organisasi Pertahanan dan Keamanan, atau NSA (National Shield Association), didirikan dengan tujuan utama menjaga stabilitas keamanan serta kedaulatan negara maupun kawasan. Organisasi ini merupakan aliansi militer internasional yang berfokus pada kerja sama keamanan regional, latihan militer gabungan, pertukaran intelijen, dan operasi kontra-terorisme.
Berdasarkan data dari sumber terpercaya, sekitar 4,1 miliar orang—setara dengan 51% populasi dunia—tergabung ke dalamnya. Keanggotaan ini terbagi menjadi beberapa klaster besar: Asia, Eropa, Timur Tengah & Afrika.
Kombinasi tersebut menjadikan NSA bukan hanya aliansi yang disegani di panggung politik, tetapi juga kekuatan yang ditakuti di medan militer.
Legitimasi politiknya pun sangat kuat, karena struktur organisasinya ramping dan efisien, tidak mudah terjerat dalam keruwetan forum yang terlalu gemuk.
Keanggotaan yang terbatas memungkinkan pengambilan keputusan berlangsung cepat, tanpa kompromi panjang yang melelahkan.
"Sekarang, coba klik tautan yang baru saja kukirim. Buka halamannya," ujar Alexei tenang.
Berdiri di belakang Elisabeth sambil membawa sebuah tablet, Alexei dengan sabar memberi instruksi. Elisabeth, yang duduk di kursi kerjanya berhadapan dengan laptop, mengikuti arahan tersebut.
Begitu halaman terbuka, layar menampilkan sebuah blog berisi posting mengenai kerangka hubungan VBO dengan organisasi NSA.
"Terus, gulir ke bawah... ya, ikuti panah ke halaman berikutnya,"
Alexei mencondongkan tubuh sedikit, suaranya terdengar fokus.
Elisabeth menurut dalam diam. Matanya terpaku pada layar, menyimak setiap detail informasi yang tertera dengan keseriusan penuh.
Sesuai arahan Alexei, halaman itu pun terbuka—namun masalah muncul… aksesnya terkunci.
Sebuah kolom password muncul, menghalangi langkah berikutnya.
"Baiklah, tunggu sebentar... kita lihat dulu di sini," ujar Alexei santai.
Ia menegakkan tubuhnya, jari-jarinya lincah menari di atas layar tablet, seperti seseorang yang sudah sangat terbiasa dengan hal semacam ini.
Tak butuh waktu lama, tubuhnya kembali mencondong ke arah Elisabeth.
"Nah, sekarang coba segarkan halamannya," katanya ringan.
Elisabeth mengangguk dan menekan tombol refresh.
Dalam sekejap, halaman yang tadinya terkunci langsung terbuka, membawanya masuk ke dalam blog tanpa perlu mengetik satu pun password.
"Bagus. Ini adalah versi lengkap dari dokumen yang kau terima dari Vladimir," jelas Alexei.
"Waktu itu aku membuat dokumennya agak terburu-buru, jadi ada beberapa bagian yang tertinggal. Kalau ada hal yang tidak kau mengerti, katakan saja. Aku akan jelaskan semuanya melalui halaman ini."
Nada suaranya tenang, dibalut senyum ramah yang terpatri alami di wajahnya. Cara Alexei membimbing Elisabeth benar-benar seperti seorang kakak yang sabar mengajari adiknya mengerjakan tugas penting.
Dari dokumen yang sempat ia baca sebelumnya, Elisabeth memang sudah mengetahui bahwa VBO memiliki hubungan dengan NSA. Namun, dengan statusnya bukan sebagai anggota penuh.
NSA membutuhkan partner kerja bisnis yang tujuannya mendukung pengadaan, riset, dan inovasi teknologi militer.
Di dalam organisasi, selain di bidang teknologi, VBO juga mengkontribusikan R&D sebagai perusahaan bio defense berlisensi yang bisa menyumbang riset terkait senjata biologis, sistem pertahanan kimia, vaksin militer, dan teknologi anti-serangan biologis.
Inovasi teknologi juga sering kali bergerak lebih cepat di sektor swasta daripada di birokrasi pemerintahan yang rumit dan lamban. Kolaborasi ini memungkinkan NSA mempercepat pengembangan teknologi yang vital bagi keamanan global.
Kemudian sebagai lembaga keamanan nasional yang bertanggung jawab terhadap sinyal intelijen, pertahanan siber, dan kontra-terorisme internasional, NSA menerima laporan mengenai keberadaan virus buatan yang digunakan sebagai senjata untuk ancaman.
Virus ini diduga merupakan hasil proyek rekayasa biologis oleh pihak non-negara yang tidak diketahui affiliasinya. Informasi awal diterima melalui SIGNIT (sinyal intelligence) berupa komunikasi terenkripsi antara pihak klaster Timur Tengah dan Eropa.
Codename: Mors-3.
Nama ini diambil dari bahasa Latin "Mors", yang berarti kematian, sejalan dengan sifat mematikannya. Bagi yang terjangkit akan mengalami gejala utama kehilangan indera perasa dalam 2 — 4 jam setelah infeksi.
Munculnya Vascular discoloration (urat kebiruan) di sekujur tubuh dalam 8 — 12 jam. Penurunan berat badan drastis akibaf kekurangan cairan karena tersedot pembuluh darah dalam waktu 8 — 12 jam.
Oleh karena itu, dapat dipastikan mortalitas secara 100% hanya dalam waktu sekitar 36 — 48 jam.
Manusia normal tidak akan dapat menahan virus ini di dalam tubuh mereka lebih dari jangka waktu tersebut.
Untuk mencegah penularan secara meluas, mereka yang dikonfirmasi positif akan diakhiri dengan tindakan eliminasi bersenjata dalam waktu kurang dari 12 jam setelah diagnosis.
Untungnya, sejauh ini kasus masih sangat terbatas: dua anggota NSA klaster Eropa dan satu staf pemerintahan Arab Saudi tercatat sebagai korban awal. Setelah itu, tidak ada laporan tambahan.
Dan di sinilah pertanyaan itu muncul di benak Elisabeth—pertanyaan yang terdengar sederhana, namun sarat dengan rasa ngeri yang menyelinap:
"Eliminasi bersenjata itu... apa artinya mereka semua ditembak mati?"
Nada suaranya pelan, nyaris seperti berharap jawaban dari Alexei akan membantahnya. Tapi pria itu tidak memberikan pelarian.
Alexei mengangguk tenang, senyuman tipis tetap terpahat di wajahnya, membuat Elisabeth merinding seketika—dingin menjalari tengkuknya.
Dengan gerakan tenang, Alexei maju dari belakang dan mengambil alih laptop.
Elisabeth memperhatikannya menggeser panel halaman dengan lincah, seolah sudah hafal setiap sudut file tersebut.
Lalu... panel itu terbuka.
Elisabeth terkesiap.
Deretan foto dokumentasi terpampang di layar—foto para korban Mors-3. Ia spontan menutup mulut dengan tangan.
Alexei mengeklik salah satu foto, memperbesar tampilannya hingga memenuhi layar. Gambar itu menampakkan detail kondisi tubuh salah satu korban—urat-urat kebiruan menjalar jelas di bawah kulit pucat, membentuk pola seperti retakan kaca.
"Ini..." gumam Elisabeth, hampir tak terdengar.
Alexei bersuara dan menjelaskan dengan nada tenang,
"Ini adalah tanda awal kematian dari virus ini, Elisabeth. Urat kebiruan perlahan menjalar ke seluruh tubuh, sekilas dari jauh terlihat seperti memar, tapi sebenarnya itu pertanda sistem vaskular mereka mulai runtuh."
Elisabeth tidak menyela. Pandangannya terpaku pada layar, pupil matanya mengecil.
Alexei melanjutkan, suaranya tetap stabil, meski kontennya brutal:
"Fase berikutnya adalah penyiksaan bagi tubuh yang amat menyakitkan. Rasa sakitnya tidak bisa diredakan dengan obat apa pun. Dan sampai sekarang, belum ada penawarnya. Satu-satunya cara menghentikan penderitaan mereka—dan mencegahnya menjadi wabah—adalah dengan mengeliminasi mereka secara hidup-hidup."
Ia menggulir layar ke bawah, memperlihatkan foto-foto berikutnya—fase akhir.
Elisabeth menunduk, menarik napas tajam, lalu menghembuskannya dengan lirih.
"Jesus..."
Tangannya secara refleks membuat tanda salib, bibirnya berkomat-kamit mendoakan para korban.
Elisabeth perlahan mengangkat kepalanya. Pandangannya bertemu dengan mata Alexei—tatapan penuh pertanyaan dan sedikit ketegasan.
"Dari dokumen yang kubaca, situasi ini terjadi sekitar tiga tahun lalu. Untuk keadaan darurat seperti itu... setengah tahun, atau paling lama satu tahun bagi perusahaan seperti VBO yang disokong NSA, seharusnya cukup kan, untuk menanggulanginya? Tapi aku juga membaca adanya kerugian besar. Sebenarnya apa yang terjadi?"
Pertanyaan itu menggantung di udara.
Alexei menarik napas panjang, seperti seseorang yang sedang memutuskan seberapa dalam ia akan membuka luka lama.
"Ini sedikit memalukan sebenarnya— Kami ditipu oleh ilmuwan pengecut."
Mata Elisabeth membesar.
Ditipu?
Seseorang berhasil menipu VBO? Ia hampir berharap ia salah dengar.
Tapi Alexei melanjutkan dengan tenang, memastikan bahwa ini bukan kesalahan pendengarannya.
"Hal itu terjadi pada tahun kedua dari tiga tahun lalu. Saat itu, paman Sergey masih memimpin. Kondisinya sudah sangat tidak memungkinkan untuk bekerja. Dia terkenal ambisius, itu benar—tapi juga luar biasa egois."
Nada Alexei merendah, seperti sedang menuturkan kisah kelam keluarga.
"Vladimir sebenarnya sudah menawarkan diri untuk mengambil alih kepemimpinan sementara, sampai keadaan membaik. Tapi paman Sergey menolak mentah-mentah. Seakan dia melihat anaknya sebagai lawan dan takut kursi takhta-nya terampas."
Alexei mendengus pelan di tengah ceritanya, kemudian mengakhiri dengan nada pasrah, nyaris getir.
"Lalu yah... begitulah hasilnya. Seseorang—ilmuwan yang kami percaya—membawa kabur dana sekitar 250 juta rubel, perusahaan menanggung kerugian hingga lima miliar rubel, dan kemarahan NSA."
Jadi seperti itulah kenyataannya.
Yang benar-benar ditangkap Elisabeth adalah sifat Sergey yang terlalu tergesa-gesa menunjuk seseorang untuk memimpin proyek antibodi—tanpa pernah melakukan pengecekan ulang terhadap latar belakangnya.
Sifatnya ambisius, tetapi juga egois. Ia enggan memberi ruang bagi sosok lain yang sudah bersinar untuk lebih bersinar lagi dan mengalahkan terang yang dimilikinya sendiri.
Menolak Vladimir yang jelas-jelas berniat membantu dengan pengalaman dan pendidikan jelas sebagai pewaris, malah melakukan semuanya sendiri hingga menempatkan orang secara serampangan untuk memimpin proyek tersebut.
Elisabeth merenung beberapa saat, lalu matanya menatap Alexei dengan keyakinan baru.
"Alexei, kurasa aku harus turun ke perusahaan sekarang."
Senyum cerah langsung merekah di wajah Alexei.
"Aku khawatir kau tidak akan mengatakannya, Elisabeth. Tunggu sebentar, akan kuhubungi direktur divisi bio-defense."
Ia kemudian melangkah menjauh, meraih telepon di atas meja nakas, dan mulai berbicara dengan nada profesional tapi akrab.
Sementara itu, Elisabeth yang masih duduk di kursinya mengangkat sebelah alis dengan perasaan setengah tersinggung.
Khawatir aku tidak akan ke perusahaan?
Oh, ayolah. Itu memang pekerjaannya.
Bagaimana ia bisa menjalankan tugasnya dengan benar jika tidak turun langsung ke lapangan?
Situasi ini sedikit mengingatkannya pada Vladimir, yang sempat salah mengira bahwa Elisabeth merasa tidak cukup puas dengan jabatannya.
Ia menepuk dahinya pelan sambil mendesah.
Apa keluarga ini memang mengira aku gadis manja yang ingin memanfaatkan kekayaan keluarga angkatku untuk berfoya-foya?
***
Note : > Victor Frankenstein adalah tokoh dari buku Frankenstein karya Mary Shelley (1818).
