Bentley berwarna abu-abu metalik mengilap berhenti tepat di depan pintu masuk sebuah gedung. Sesaat sebelum suara gemelatuk lembut dari hak sepatu menyentuh tanah, pintu mobil itu terbuka.
Dari sana, sosok Elisabeth muncul—menutup kembali pintu dengan dorongan ringan, lalu berbalik sambil menegakkan tubuh dengan anggun.
Netra hijau almondnya menyipit ketika sinar matahari menembus pandangannya. Ia mendongak, menatap bangunan berfasad biru muda yang berdiri menjulang seratus empat puluh meter di hadapannya—salah satu pencakar langit komersial berklasifikasi Business Centre kelas A yang berlokasi di distrik Moskovskii, dengan akses yang sangat strategis menuju infrastruktur utama kota besar.
Bangunan perkantoran modern dan pusat bisnis yang paling terkenal di Saint Petersburg itu bernama Leader Tower. Menempati posisi kedua sebagai gedung kantor paling modern dan bergengsi setelah Lakhta dari sisi elite.
Selain dikenal masyarakat karena beberapa hal tersebut, keberadaan salah satu perusahaan besar yang menguasai penuh lantai tiga puluh hingga tiga puluh lima dari empat puluh lantai gedung— adalah alasan kebanyakan masyarakat Rusia tidak akan asing ketika mendengar namanya.
Selain kantor tertutup mereka yang berada di Serdste yaitu sebagai kawasan asli, VBO menempatkan kantor representatifnya di Leader Tower—berfungsi sebagai penghubung jaringan antar perusahaan, terutama untuk urusan kerja sama internasional serta pertemuan dengan anggota pemerintahan.
Sebagai contoh yang cukup untuk menggambarkan sebuah koneksi antar perusahaan lain— VBO memiliki hubungan erat dengan mitra bisnisnya, yaitu salah satu perusahaan gudang dan import yang juga menempatkan kantor representatif mereka di gedung tersebut, meski lokasi utama basis kerja mereka di Volgograd.
Setelah Bentley (mobil yang dikirim Alexei) di belakangnya perlahan kembali melaju meninggalkan area utama gedung, Elisabeth melangkah masuk ke dalam.
Sesuai pesan Alexei semalam, ia mampir sejenak ke perusahaan sebelum pulang ke Arkhangela—meski saat terbangun pagi tadi, ia sempat hampir kesiangan dan linglung, masih berusaha mencerna antara mimpi dan kenyataan yang dialaminya tadi malam.
Akhirnya menarik kesimpulan bahwa yang semalam hanyalah mimpi, dan dia tengah mengalami sleep paralysis karena terlalu kelelahan.
Berpenampilan menawan dan sopan dalam balutan gaun biru tua klasik, yang berpotongan midi dan jatuh rapi hingga ke betis, dengan rambut bergelombang keemasannya terbungkus dalam tataan rapi poni kuda rendah– Elisabeth benar-benar memancarkan kesannya sendiri yang sangat simple, sederhana namun tetap mempesona dan memiliki daya pikat yang kuat.
Berbeda dari penampilannya kemarin ketika di laboratorium yang steril tanpa aksesori sedikit pun, kali ini ia mengenakan perhiasan lengkap dan arloji persegi berwarna gold yang melingkar manis di pergelangan tangannya.
Tak... tak... tak...
Suara hak sepatu hitam rendahnya bergema lembut di lantai marmer lobby hingga berhenti di dekat area resepsionis. Pandangan hijau almondnya kemudian tertuju pada layar digital besar yang menampilkan daftar nama tenant gedung.
Ada satu nama yang selalu mencuri perhatiannya selain VBO, sejak hari pertama ia datang ke tempat ini:
Floor 27–29 | Medvedev Supply Corporation — Main Office.
Nama dari perusahaan yang memiliki hubungan paling erat dengan VBO. Hingga di luar urusan bisnis pun, keluarga dari kedua belah pihak saling mengenal sangat baik. Media kerap menyoroti keduanya dalam berbagai acara keluarga atau pertemuan informal yang berpotensi viral di kalangan masyarakat Rusia dan Eropa.
Saat Elisabeth masih menatap layar digital itu, suara akrab dari arah belakang area resepsionis memecah lamunannya.
Di sana, Alexei berjalan menghampirinya sambil membawa iPad dan setumpuk dokumen di lengannya.
"Seharusnya kau menghubungiku begitu sampai. Apa menunggu lama?"
Nada lembut itu menyapa Elisabeth begitu keduanya saling berhadapan.
Pria itu seperti biasa berpenampilan rapi, kali ini mengenakan kemeja marun tua berpadu celana panjang berpotongan klasik dengan warna hitam yang pas di tubuh proposionalnya. Dasi abu-abu gelap terpasang rapi di lehernya– dijepit oleh klip logam tipis di bagian dada.
Biasanya Alexei selalu terlihat memakai jas untuk melengkapi penampilan rapinya itu, namun hari ini, ia tidak mengenakannya —entah sengaja, atau mungkin ditinggalkan di ruang kerjanya karena terburu-buru turun untuk menemui Elisabeth.
"Aku baru saja sampai. Mungkin sekitar... tiga menit yang lalu?"
Balas Elisabeth sambil tersenyum jenaka, bergantian menatap arloji di pergelangan tangannya dan wajah Alexei.
Alexei terkekeh gemas, "Baiklah, aku senang kau sampai tanpa hambatan. Ngomong-ngomong, kau tidak keberatan berbicara sambil menikmati kopi, kan?"
Elisabeth refleks menoleh ke arah coffee bar yang memang menjadi fasilitas di lantai dasar gedung itu. Aroma biji kopi yang baru digiling samar tercium di udara. Ia mengangguk setuju, dan mereka berjalan beriringan menuju barista.
Setelah memesan masing-masing menu kopi pilihan, dan sembari menunggu pesanan, lalu juga sambil memulai urusan. Mereka mengambil tempat duduk agak berjarak dari orang sekitar, yaitu di dekat jendela yang memperlihatkan jalanan dan keramaian luar gedung.
Sebelum memulai pembicaraan, Alexei berdehem beberapa kali—seolah berusaha menetralkan tenggorokannya dan mengumpulkan keberanian. Gerak-geriknya terlihat kaku, dengan ekspresi terlihat penuh keraguan seolah takut akan dihantam tas tangan hitam dari Lady Dior yang dibawa Elisabeth, begitu ia mengatakan urusannya.
Semua keanehan itu tentu tidak luput dari perhatian Elisabeth. Ia menatapnya dengan pandangan penuh tanda tanya, menunggu tanpa menyela.
Hingga akhirnya, Alexei mulai berbicara perlahan.
"Jadi begini Elisabeth....— Mendekati masa akhir bulan nanti, telah tercatat sebagai waktu yang sangat sibuk bagi perusahaan. Terutama bagiku, Katarina dan beberapa staf yang ditunjuk menemani perjalanan dinas Vladimir ke Riyadh–Arab Saudi, untuk menghadiri undangan forum NSA dari tokoh penting kerajaan sebagai ketua forum tersebut, tepat di akhir bulan."
Elisabeth mencondongkan tubuh sedikit ke depan, ekspresinya serius, mendengarkan setiap kata yang meluncur dari bibir Alexei
Pria itu melanjutkan dengan jeda singkat.
"Namun sebelum hari itu tiba, di tanggal yang tak jauh juga— .... Kami mendapat undangan dari rekan bisnis yang memiliki hubungan erat dengan keluarga, yaitu dari Volgograd— Tunggu dulu, kau mengetahui tentang mereka, bukan? Saat aku pertama kali menyapamu aku juga mengatakannya— Walau aku tidak menjelaskan secara detail, sih..."
Elisabeth mengangguk, lalu mengalihkan pandangannya seolah berusaha mengingat sesuatu.
"Yah...... Aku tahu mereka, dulu ketika pertama kali Pamanmu melakukan kegiatan relawan di biara tempatku dibesarkan tepat sebelas tahun lalu, salah satu rekan bisnis yang dibawanya adalah Medvedev. Itu mereka yang kau maksud, bukan? Nama perusahaan mereka juga tercantum disana."
Alexei menoleh ke arah layar besar di area resepsionis begitu Elisabeth menunjuknya dengan tatapan mata. Lalu mengangguk kecil, seolah baru menyadari kebenaran ucapannya.
"Benar juga," gumamnya lirih. "Paman Sergey memang membawa hampir seluruh rekan bisnisnya waktu itu. Mustahil bagimu tidak mengetahui mereka."
Tanpa mengindahkan, Elisabeth menambahkan,
"Jika itu Medvedev—aku tidak terlalu ingat jelas bagaimana rupa Presidennya, tapi aku cukup yakin dengan kesan pertamaku saat melihatnya. Dia seorang pria yang terlihat masih sangat muda, dibandingkan pemimpin perusahaan lain waktu itu. Ya... aku ingat aku berpikir seperti itu."
Ekspresi Alexei seketika berubah, semangat bercampur kesal ketika menimpali.
"Benar!! Itu dia, pria itu adalah pria yang menambah jadwal sibuk kita di tanggal yang mendekati akhir bulan dengan mengirim undangan ulang tahun pesta pernikahannya! Si sombong Taras itu seolah ingin pamer dan mengejek Vladimir karena Presiden kita belum menikah, bahkan belum mempunyai calon...!! Padahal hubungan dia dan istrinya juga hanya sebuah cinta sepihak."
Nada suaranya yang meninggi di awal kalimat, lalu menurun menjadi gumaman tak jelas, membuat Elisabeth tidak begitu menangkap kalimat terakhirnya.
Tapi begitu mendengar sebuah nama disebut oleh Alexei, saat itulah ia teringat hal lain selain rupa dari Presiden Medvedev.
Taras Alexandrovich Medvedev.
Pria yang diketahui mengambil alih perusahaan di usia yang sangat muda—sekitar dua puluh lima tahun. Dari cara Alexei berbicara tentangnya, jelas keduanya memiliki hubungan yang cukup dekat. Yah, memang wajar, mengingat Medvedev dan Vorontsov dikenal seerat dua sungai besar yang mengalir berdampingan, saling mengisi dan sama-sama deras di arusnya.
Namun, dahi Elisabeth perlahan berkerut, menatap Alexei dengan bingung.
"Baiklah, aku mengerti soal semua undangan itu... tapi, apa hubungannya denganku?"
Firasatnya mulai terasa tidak enak ketika melihat Alexei menarik napas dalam-dalam, seolah sedang menyiapkan sesuatu yang berat.
"Kau harus tahu, Elisabeth... aku bersumpah, ini bukan ideku, dan aku sama sekali tidak terlibat dalam hal ini."
Ia berhenti sejenak, lalu menatap langsung ke arah Elisabeth.
"Vladimir meminta kau untuk hadir juga."
Bagai tersambar petir di siang bolong, Elisabeth menegang di tempat. Pandangannya kosong, tubuhnya kaku sesaat.
Apa itu berarti ia juga diminta menghadiri forum NSA.... ?!
Dikarenakan NSA terdiri dari negara-negara besar dengan kekuatan militer dan teknologi maju, sudah tentu masing-masing memiliki kebijakan pertahanan sendiri. Itulah sebabnya forum ini dibutuhkan—agar kebijakan mereka tidak saling bertabrakan dan dapat diseragamkan ketika menghadapi isu-isu global.
Selain itu, forum ini juga berfungsi sebagai laporan kerja tahunan, sekaligus menjaga agar tidak ada anggota yang menyimpang dari tujuan utama organisasi. Biasanya diadakan satu kali setiap tahun, dengan lokasi yang selalu berpindah antar negara anggota. Tahun lalu, forum tersebut diselenggarakan di Kenya, dan untuk tahun ini, Riyadh menjadi tuan rumahnya.
Kehadiran VBO sebenarnya tidak selalu diwajibkan dalam setiap forum, mengingat status mereka bukan sebagai anggota resmi, melainkan partner bisnis. Mereka hanya hadir jika menerima undangan langsung dari Ketua Forum. Karena tahun ini undangan itu datang—kemungkinan besar topik yang akan diangkat adalah pembahasan mengenai Mors-3 dan antidot-nya yang sedang dikerjakan Elisabeth.
Dan Elisabeth, yang baru saja menetas dari 'cangkang pertamanya di perusahaan besar', kini harus berhadapan dengan para raksasa dunia.
"…Apa!! Alexei, kau—"
"Permisi..."
Seruan Elisabeth terpotong ketika seorang pelayan datang membawa nampan berisi pesanan mereka.
Alexei segera menyambutnya ramah, seolah bersyukur atas kedatangan pelayan itu yang—secara tidak langsung—menyelamatkannya dari amarah Elisabeth yang mulai naik ke puncak kepala.
Setelah pelayan itu berlalu, Alexei menyodorkan segelas Iced Vanilla Latte ke arah Elisabeth dengan gerakan hati-hati.
"Minum dulu, Elisabeth. Kau harus mendinginkan suasana hatimu dulu."
Elisabeth menatapnya tajam, nadanya cepat dan sarat tekanan,
"Tidak bisa, Alexei! Menurutmu kenapa aku tidak bisa menerimanya begitu saja? Undangan ke Volgograd mungkin masih bisa kuterima, paling-paling hanya jadi bahan pembicaraan media. Tapi untuk forum NSA—bertemu para orang-orang petinggi Negara? Apa yang harus aku katakan, apa yang harus kulaporkan—sedangkan belum satu bulan, bahkan seminggu pun belum genap aku bekerja...!"
Alexei menyesap Espresso-nya perlahan—dan entah kenapa, rasanya kali ini tiga kali lebih pahit dari biasanya. Bukan karena racikan barista yang salah, tapi karena omelan Elisabeth yang menggema di kepalanya seperti denting gelas kristal yang retak halus.
Percayalah—semua yang dikatakan Elisabeth barusan persis sama dengan apa yang ia sendiri lontarkan semalam, saat Katarina menghubungi untuk menyampaikan pesan itu.
Namun alih-alih empati, jawaban dari wanita berwajah datar itu hanya berupa kalimat acuh tak acuh tanpa emosi:
> “Menyusun apa yang harus dilakukan Nona Elisabeth adalah tugasmu. Karena kau yang ditugaskan membantunya. Jadi pikirkan sebaik mungkin—dan jangan sampai ada kesalahan.”
Dan begitu saja panggilan berakhir, meninggalkan Alexei yang hanya bisa menatap kosong layar ponselnya sambil menahan keinginan kuat untuk tidak menenggelamkan diri ke dalam sungai Neva.
Bahkan untuk sekarang ia tak sanggup mengangkat pandangannya pada Elisabeth yang sedang terdiam menatapnya lekat-lekat dan menunggu jawaban.
Terimakasih... Terimakasih banyak kepadamu Vladimir, telah memberiku tugas berharga ini...!!!
Alexei berdehem pelan, berusaha menata suara dan wibawa yang hampir runtuh. Ia meletakkan cangkirnya perlahan, lalu akhirnya menatap Elisabeth dengan sedikit pasrah namun tetap mencoba menenangkan.
“.......Itu...... — Aku yang akan menyusunkannya untukmu. Semua yang perlu kau tunjukkan kepada dewan NSA nanti. Lagipula,”
ia menarik napas, menatap ke arah luar jendela seolah mencari kata, “kau seharusnya tidak akan terlalu menjadi pusat perhatian di forum itu. NSA sudah mengetahui bahwa penelitian penawar itu baru saja dijalankan kembali. Mereka meminta kehadiran Vladimir kemungkinam hanya ingin memastikan, apakah kali ini ada hambatan lain yang muncul—seperti tahun sebelumnya. Itu saja... Menurut perkiraanku.”
Elisabeth terdiam, perlahan menarik napas panjang, dan dalam hati mengakui bahwa ucapan Alexei ada benarnya.
Dari isi undangan pun jelas—seharusnya yang hadir hanyalah Vladimir, bersama sekretaris dan kepala stafnya. Jika Vladimir memintanya untuk ikut, itu berarti undangan itu adalah permintaan pribadi, bukan bagian dari agenda resmi NSA.
Kemungkinan besar ia tidak akan menjadi pusat sorotan di sana.
Setidaknya... itu sedikit melegakan.
Permasalahan mengenai undangan yang mendadak—namun sebenarnya tidak bisa disebut mendadak—akhirnya menemui titik tenang. Elisabeth menerimanya dengan sikap dewasa, sebab bagaimana pun juga, ia tak mungkin menolak permintaan pribadi Vladimir, selaku Presiden dan saudaranya sendiri.
"Tapi kau harus benar-benar menyiapkan kesehatanmu, Elisabeth. Setelah forum selesai pekerjaan akan sangat menumpuk, bahkan kau akan sangat bersyukur jika bisa memiliki waktu tidur walau hanya lima jam..."
Alexei mengatakannya dengan pedih, seolah hal seperti itulah yang selalu ia alami.
Elisabeth hanya terkekeh kecil, senyum tipis terbit di bibirnya.
Lalu, seiring gelas kopinya yang mulai mengembun, netra hijau almondnya perlahan terarah pada langit di luar jendela.
Akhir Agustus—pada masa itu udara Saint Petersburg akan mulai menipis oleh angin gugur yang sejuk. Musim panas perlahan berpamitan, memberi jalan pada gugurnya dedaunan... dan mungkin, pada gugurnya masa-masa lampau dalam hidupnya.
Penghujung bulan, banyak yang menanti, dan ia akan mulai mengenal lebih banyak orang lagi.
Di Volgograd—ada nama Medvedev. Dan di Riyadh.... NSA.
