Chapter 77 – Promises in the Twilight (Janji di Bawah Senja)
Semua yang mendengarnya terkejut. Beberapa kultivator saling berpandangan dengan heran, tidak percaya bahwa seseorang yang tidak memiliki sekte bisa memiliki pemahaman Dao yang begitu mendalam. Bahkan Ketua Sekte tampak terkejut. Weyu Suyi terbelalak, begitu pula dengan wanita di sebelahnya. Mereka tak pernah membayangkan bahwa ada seseorang di luar sekte-sekte besar yang memiliki pemahaman seperti Zienxi.
Ketua Sekte mengangguk pelan, tampak terkesima, namun dia kembali mempertahankan wibawanya.
"Kalau begitu, apakah kau ingin masuk ke Sekte Kabut Tengah milikku?" tanya Ketua Sekte, suaranya penuh dengan penawaran yang sungguh berarti.
Zienxi menatap ketua sekte sejenak, lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"Junior tidak berniat masuk ke sekte untuk saat ini, senior," jawab Zienxi tanpa menunjukkan perasaan apa pun di wajahnya.
Ketua Sekte terlihat sedikit terkejut mendengar penolakan itu, tetapi Zienxi melanjutkan kata-katanya dengan nada yang lebih lembut.
"Namun, jika diperbolehkan, aku ingin adikku yang masuk ke Sekte Kabut Tengah," lanjut Zienxi, menoleh ke arah Vuyei yang duduk di sampingnya.
Vuyei terkejut mendengar ucapan kakaknya. Dia langsung menatap Zienxi dengan mata terbuka lebar, merasa cemas dan bingung. "Kak, apa yang kau katakan? Aku tidak mau!" teriak Vuyei dengan suara rendah, namun cukup jelas terdengar.
Suasana di aula menjadi lebih hidup, dengan para kultivator berbisik-bisik satu sama lain. Mereka tidak menyangka bahwa Zienxi akan menawarkan adiknya untuk masuk ke Sekte Kabut Tengah. Banyak yang terkejut, bahkan bertanya-tanya siapa sebenarnya Vuyei. Beberapa kultivator saling bertukar pandang.
"Wah, ternyata wanita itu adiknya... Dan namanya...," bisik seorang kultivator.
"Jika kakaknya sekuat itu, siapa yang tahu apa potensi wanita itu?" ujar yang lain.
"Apakah dia juga memiliki pemahaman Dao yang sama dalam dirinya?" tanya seorang senior, masih tidak percaya.
Weyu Suyi yang mendengar semua bisikan itu, melirik ke arah Zienxi dan Vuyei. Hatinya masih tertarik pada pria ini, dan ia mulai merasa penasaran akan hubungan antara Zienxi dan adiknya. "Apakah adiknya juga istimewa seperti dirinya?" pikir Weyu dalam hati.
Ketua Sekte, meskipun terkejut dengan penolakan Zienxi, tetap mempertahankan sikapnya yang ramah. "Itu sangat boleh. Adikmu bisa masuk ke Sekte Kabut Tengah sekarang juga," kata Ketua Sekte, sambil tersenyum bijaksana.
Zienxi membungkuk sopan dan mengatupkan kedua tangan, memberi hormat dengan penuh rasa terima kasih.
"Terima kasih, Ketua Sekte," ucap Zienxi dengan tenang, seolah semuanya sudah menjadi hal yang biasa baginya.
Ketua Sekte mengangguk, lalu kembali duduk di tempatnya. Aula kembali dipenuhi bisikan. Banyak kultivator yang membicarakan adik Zienxi dan siapa dia sebenarnya. Mereka bertanya-tanya tentang nama Vuyei, dan apa yang membuat Zienxi begitu yakin bahwa adiknya akan diterima di Sekte Kabut Tengah.
Vuyei, yang masih memegang erat tangan kakaknya, tetap terpaku pada tempat duduknya. Wajahnya terkejut, kebingungan dan perasaan campur aduk memenuhi dirinya. "Kenapa kakakku menawarkan aku masuk ke sekte? Kenapa tidak dia?" pikirnya. Dia merasa cemas, tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh Zienxi, dan kenapa kakaknya menolak kesempatan yang datang kepadanya.
Namun, di balik semua kebingungannya, ada sesuatu yang terasa asing di dalam dirinya. Sesuatu yang tumbuh, perlahan. Sepertinya, dia juga mulai memahami sedikit dari apa yang kakaknya maksudkan.
Salah satu tetua Sekte Kabut Tengah akhirnya melangkah maju ke hadapan para kultivator yang telah duduk cukup lama dalam sesi pertukaran pemahaman.
“Baiklah,” ucapnya dengan suara tenang namun penuh wibawa, “pemahaman dan pengalaman hari ini mungkin cukup sampai di sini. Bulan depan, kita akan melanjutkannya jika takdir mengizinkan.”
Nada suaranya membawa ketenangan, seolah menutup sesi itu dengan restu langit. Para kultivator yang hadir pun mengangguk serempak, berdiri dari tempat duduk mereka, lalu membungkuk dalam satu gerakan rapi sebagai bentuk hormat. Suara kain berkibar ringan saat mereka mulai membubarkan diri, menuruni anak tangga marmer yang menjulang dari aula utama menuju pelataran terbuka.
Zienxi dan Vuyei pun ikut berjalan menuruni tangga sekte. Langit sore menyisakan cahaya keemasan yang menyapu ubin tangga, menciptakan bayangan panjang di bawah kaki mereka. Angin sore membawa aroma pinus dari pegunungan, menenangkan jiwa setelah sesi panjang yang penuh informasi.
Namun langkah mereka terhenti saat suara lembut memanggil dari samping.
“Rekan kultivator Zienxi,” ujar Weyu Suyi, mendekat dengan senyum tenang. “Apakah kalian akan langsung kembali?”
Zienxi menoleh, membalas sapaan dengan singkat namun sopan, “Benar.”
Mata Weyu Suyi yang jernih lalu beralih ke gadis yang berjalan di sampingnya. “Dan kau... adiknya Zienxi? Siapa namamu?”
Vuyei yang awalnya ragu, akhirnya menjawab sambil mengangkat wajah, “Namaku Vuyei.”
“Nama yang indah, seperti orangnya,” ujar Weyu Suyi, tersenyum hangat, membuat pipi Vuyei merona ringan.
“Terima kasih... kau juga sangat cantik,” balas Vuyei jujur.
Weyu hanya tertawa kecil lalu berpamitan. “Sampai jumpa lain waktu,” katanya, sebelum tubuhnya perlahan terangkat dan melesat di langit dengan langkah ringan, meninggalkan jejak aura samar yang lembut.
Saat melesat pergi, dia sempat melirik ke bawah dan bergumam dalam hati, “Adiknya selalu menggenggam tangan kakaknya... kedekatan mereka sungguh seperti cahaya di tengah malam.” Setelah itu, sosoknya menghilang ke arah barat.
“Kak,” bisik Vuyei pelan, “sepertinya dia kultivator Meridian Awakening tahap akhir.”
Zienxi hanya membalas dengan anggukan kecil. Mereka berdua pun melesat ke arah timur, menuju desa kecil mereka yang tersembunyi di balik kabut dan pegunungan timur kota Feifei.
Matahari telah tenggelam saat mereka tiba di rumah. Aroma kayu dan tanah basah menyambut mereka. Angin lembut menyapu dedaunan bambu di belakang rumah, menciptakan irama pelan yang seperti bisikan alam.
Saat Zienxi baru saja menutup pintu rumah, suara lembut Vuyei terdengar di belakangnya, getir dan penuh keraguan yang telah dipendam sepanjang perjalanan.
“Kak... kenapa kau menawarkan diriku masuk ke Sekte Kabut Tengah?” tanyanya pelan, hampir tak terdengar. “Aku tidak mau... aku ingin masuk sekte bersama kakak...” lanjutnya, suaranya mulai bergetar, matanya berkaca-kaca menahan emosi yang nyaris pecah.
Zienxi menoleh, menatap adiknya dengan lembut. Dia melangkah mendekat dan mengelus kepala Vuyei dengan kedua tangannya, penuh kasih.
“Bukankah kau pernah bilang ingin mempelajari alkemia? Mengenal hal-hal baru dan mendapatkan teman?” ucapnya pelan.
“Benar... tapi aku ingin tetap bersama kakak...” ujar Vuyei, dan kali ini air mata pun jatuh, membasahi pipinya.
Zienxi terdiam sejenak. Ia tahu dunia ini kejam, dan menyimpan adiknya di sisinya terus-menerus hanya akan membuat gadis itu terkungkung di bawah bayangannya. Maka ia menghapus air mata itu dengan ibu jarinya, dan menatap mata adiknya dalam-dalam.
“Vuyei...” ujarnya dengan suara lembut namun dalam. “Jika kau terus bergantung padaku, kau akan sulit berkembang. Dunia ini besar, lebih luas dari yang bisa kita bayangkan. Kau harus mencari jalanmu sendiri.”
“Aku akan menjaga dari jauh... suatu saat nanti, aku akan menjemputmu. Sekte Kabut Tengah adalah sekte besar. Di sana kau akan aman, mereka punya sistem dan perlindungan yang jauh lebih kuat dari tempat ini. Mereka akan menjagamu seperti keluarga.”
Vuyei menggigit bibirnya, menahan tangis yang mulai pecah lagi.
“Tapi... bagaimana denganmu, kak? Kau sendiri di luar sana... tanpa siapa-siapa...”
Zienxi menggeleng, senyumnya lembut namun matanya menyimpan ketegasan. “Aku akan baik-baik saja. Aku juga sedang mencari jalanku, Vuyei. Dan ketika aku kembali, aku ingin melihatmu telah menjadi sangat kuat. Seorang alkemis muda yang menginspirasi orang lain. Kau bisa melakukannya... aku tahu itu.”
“Kalau begitu... kau berjanji?” tanya Vuyei, suaranya bergetar. “Kau berjanji akan menjemputku? Kau berjanji akan baik-baik saja? Kau berjanji akan kembali? Dan... dan... kau tidak akan mencari adik baru di luar sana, kan?”
Zienxi tersenyum dan memeluk adiknya erat. Ia mengecup keningnya perlahan dan menjawab,
“Aku berjanji, Vuyei. Aku akan kembali menjemputmu. Aku akan baik-baik saja. Dan aku tidak akan pernah mencari adik lain. Karena adik yang paling berharga bagiku… adalah kau.”
Tangisan Vuyei pecah dalam pelukan kakaknya. Pelukan itu erat, hangat, penuh janji yang tak terucap. Malam pun perlahan menyelimuti rumah mereka, menjadi saksi dari dua saudara yang dipisahkan oleh takdir, tapi disatukan oleh tekad dan cinta yang tidak akan pernah luntur.
Dan malam itu... untuk waktu yang tidak mereka tahu akan berlangsung berapa lama... mereka hanya berdua, memeluk satu sama lain, di bawah langit yang sunyi namun penuh bintang.
Keesokan paginya, kabut tipis menggantung lembut di antara pepohonan dan aliran sungai kecil yang berkilauan oleh pantulan cahaya mentari. Suasana pagi begitu sunyi, hanya ditemani oleh kicauan burung liar yang terbang bebas di udara. Zienxi berjalan perlahan bersama adiknya menuju tepi sungai di bawah bukit, langkah-langkah mereka tenang, seolah enggan merusak kedamaian pagi itu. Embun pagi menempel di rerumputan, menambah kesan jernih dan suci pada momen itu. Vuyei, mengenakan jubah putih sederhana, berjalan di samping kakaknya, matanya memandangi matahari yang perlahan merangkak naik dari balik pepohonan timur. Dalam diam, ia menyandarkan kepalanya pada bahu Zienxi, meskipun perbedaan tinggi membuat kepalanya hanya menyentuh bagian atas lengan kakaknya, namun itu sudah cukup untuk membuat hatinya terasa hangat.