Ficool

Chapter 9 - Penunggu Sumur di Hutan Terlarang

Bab 9: Rantai Jiwa

Nadya berdiri terpaku di depan sumur yang kini memancarkan cahaya merah redup, seperti bara dari neraka yang baru saja menyala kembali. Sosok tinggi berselubung kabut itu tidak menyerang… tapi menunggu.

"Pilihannya sederhana," ujar makhluk itu, suaranya berat seperti suara batu pecah."Beri aku satu jiwa... dan kau bebas.""Atau kau sendiri... menjadi mata rantai berikutnya."

Nadya menggenggam kalung maniknya. Tangannya gemetar. Tapi ia tak menjawab.

Jejak Penukar

Keesokan harinya, Nadya kembali ke rumah kepala desa. Tapi kali ini, ia masuk diam-diam lewat pintu belakang saat rumah ditinggal kosong oleh Pak Ranu.

Di ruang kerjanya, tersembunyi di balik lukisan tua, Nadya menemukan peti besi kecil. Isinya: catatan tangan Pak Ranu, ditulis seperti jurnal.

"Hari ini, keluarga Gunawan menawarkan anak pertamanya untuk posisi PNS. Aku mengirim berkas ke altar.""Sumur mulai gelisah. Terlalu banyak permintaan. Terlalu sedikit penukar dari luar. Aku butuh pengorbanan murni."

Di halaman terakhir tertulis:

"Mahasiswi dari kota. Nadya. Cocok."

Nadya menggertakkan gigi.Ia telah dijebak sejak hari pertama.

Malam Rantai Berdarah

Malam itu, saat bulan purnama menggantung pucat di langit, Nadya kembali ke sumur—kali ini dengan satu tekad: memutus rantai.

Ia membawa kembali daftar barter jiwa, lalu membakarnya tepat di atas altar batu.

Sumur bergemuruh. Kabut tebal naik, dan makhluk penjaga muncul lagi—kali ini bersama Pak Ranu, berdiri di sisi sumur dengan mata sepenuhnya hitam.

"Kau menghancurkan daftar itu?" tanya Pak Ranu dengan suara tak berperasaan."Itu... perjanjian yang membuat desa ini makmur!"

Nadya menatapnya tajam. "Desa ini dibangun di atas darah. Bukan berkah."

Pemutusan

Nadya membuka botol kecil berisi air dari hulu sungai yang ia ambil diam-diam—air yang belum tercemar perjanjian sumur. Ia tuangkan ke dalam altar batu sambil mengucap mantra yang ia pelajari dari lontar Mbah Sarka.

"Dengan air murni, aku putuskan perjanjian yang menodai tanah ini.""Dengan nama-nama yang telah dikembalikan… aku kembalikan sumur pada tidur panjangnya."

Sumur mulai menghitam. Api merahnya padam.

Pak Ranu menjerit—tubuhnya meleleh seperti tanah liat yang terlalu lama dibakar.Makhluk penjaga berteriak tanpa suara, lalu menghilang dalam pusaran arus yang menyedot dirinya ke dalam sumur.

Setelahnya...

Pagi harinya, warga desa bangun dengan rasa asing. Mereka seperti kehilangan sesuatu… tapi tak tahu apa.

Tak ada yang ingat Pak Ranu.

Tak ada yang ingat sumur.

Tapi Nadya ingat segalanya.

Dan ia tahu...

Air bisa kembali jernih. Tapi tanah… selalu menyimpan darah.

More Chapters