Ficool

Chapter 3 - JEMBATAN CINTA KITA

Chapter 3: Cerita yang Belum Diucapkan

Hujan turun rintik-rintik di pagi hari, membasahi dedaunan dan papan kayu jembatan yang mulai berlumut. Langit tampak muram, tapi Ayra tetap datang. Payung biru tua bertengger di atas kepalanya, melindungi rambut panjang yang kini terurai lembap.

Ia tidak yakin apakah Ren akan datang di tengah cuaca seperti ini. Tapi entah kenapa, hatinya menolak pulang tanpa melihatnya.

Dan seperti kemarin—ia datang.

Ren muncul dengan mantel tipis dan sketsa terbungkus plastik bening. Ia tidak membawa payung, rambutnya basah, tapi senyumnya hangat seperti matahari yang sedang bersembunyi.

"Kau datang," kata Ayra, sedikit lega.

"Dan kau tetap di sini," balas Ren sambil menyeka wajahnya dengan tangan. "Aku kira kau tidak suka hujan."

"Aku tidak suka... kenangan yang datang bersamanya," jawab Ayra lirih.

Ren menatapnya sejenak. Ia tak bertanya lebih jauh. Tapi justru itu yang membuat Ayra merasa nyaman—ia tak dihakimi.

"Boleh aku tunjukkan sesuatu?" tanya Ren sambil duduk di pagar jembatan yang basah.

Ayra mengangguk. Ren membuka lembaran baru dari sketsanya. Di sana, tergambar dua orang berdiri berdampingan di atas jembatan yang sama. Wajah mereka tidak tergambar jelas, tapi tubuh mereka saling mengarah, seperti akan menyatu.

"Ini bukan hanya tentangmu," kata Ren. "Sekarang ini... juga tentangku."

Ayra menahan napas. Ada desir yang tak bisa dijelaskan dalam dadanya. Rasanya seperti berdiri di tepi sesuatu yang bisa mengubah segalanya—jika ia berani melangkah.

"Ren," ucapnya pelan. "Aku datang ke sini untuk melupakan. Tapi sejak bertemu kamu, aku justru mulai mengingat... bagian dari diriku yang dulu hilang."

Ren menutup bukunya. Matanya lembut, tapi dalam.

"Mungkin kita berdua bukan pelarian, Ayra," katanya. "Mungkin kita... adalah dua orang yang tersesat, dan jembatan ini adalah tempat kita saling temukan."

Diam sesaat. Hujan mereda. Cahaya lembut menerobos awan, menerangi mereka berdua.

Ayra tersenyum untuk pertama kalinya, tanpa beban.

"Kalau begitu," katanya, "biarkan aku jadi bagian dari sketsa yang belum selesai itu."

Ren mengangguk.

Dan hari itu, bukan hanya hujan yang berhenti—tapi juga sunyi di antara dua hati.

More Chapters