Chapter 4: Luka yang Tak Terlihat
Beberapa hari berlalu sejak hujan pertama yang menyatukan dua jiwa itu.
Sejak saat itu, Ayra dan Ren bertemu hampir setiap sore di jembatan. Terkadang mereka bicara, terkadang hanya diam menatap langit, tapi keheningan di antara mereka tak pernah terasa canggung—justru menenangkan.
Namun hari ini, Ayra datang lebih awal dari biasanya. Ada keresahan di dadanya yang belum selesai. Ia membawa kotak kecil yang telah lama terkubur di dasar kopernya, berisi kenangan yang selama ini ia hindari.
Ren datang tak lama setelahnya, menyapanya dengan senyum, tapi langsung menyadari aura berbeda dari Ayra.
"Kau terlihat... berat hari ini," katanya lembut.
Ayra menyerahkan kotak kecil itu. "Aku ingin menunjukkan sesuatu."
Ren duduk di sampingnya, membuka kotak itu perlahan. Di dalamnya ada beberapa foto lama—Ayra bersama seorang pria, tersenyum. Di foto lain, tangan mereka saling menggenggam di sebuah pantai.
"Namanya Dimas," ucap Ayra pelan. "Tunanganku. Atau... seharusnya begitu."
Ren tidak berkata apa-apa. Ia hanya mendengarkan.
"Dia pergi dua minggu sebelum pernikahan kami," lanjut Ayra. "Tanpa kabar. Tanpa alasan. Aku mencarinya ke mana-mana, tapi... yang kutemukan hanyalah perasaan ditinggalkan. Sejak itu, aku merasa tak layak dicintai."
Ren menarik napas dalam. "Itu bukan salahmu."
"Tapi luka itu membuatku menutup diri. Aku datang ke desa ini bukan hanya untuk melupakan Dimas... tapi untuk menyelamatkan diriku sendiri."
Ia menoleh ke arah Ren.
"Tapi sekarang, aku takut. Karena aku mulai merasa... kamu bisa menyentuh bagian hatiku yang tak pernah kusangka masih hidup."
Ren menatapnya dengan mata sendu. "Kita semua punya luka, Ayra. Tapi luka tak membuat kita tak layak dicintai. Luka hanya membuat kita... lebih peka terhadap hati yang sama-sama pernah hancur."
Ayra tersenyum kecil. Air matanya jatuh, tapi kali ini bukan karena sedih—melainkan karena ada seseorang yang mengerti tanpa harus menjelaskan panjang lebar.
Ren mengeluarkan selembar sketsa baru. Kali ini, gambar itu lebih jelas—sepasang pria dan wanita yang duduk berdampingan, wajah mereka ditampilkan sepenuhnya. Tersenyum.
"Sketsa ini akhirnya selesai," kata Ren.
Ayra menyentuh ujung kertas itu. "Tapi ceritanya belum."
Ren mengangguk. "Karena kisah ini... baru saja dimulai."