Ficool

Chapter 2 - Keanehan

Tidak ingin larut dalam pikiranku, aku mengganti pakaian seragamku yang lusuh dengan jaket tebal karena musim dingin akan segera tiba.

Aku beranjak pergi dari rumah untuk sekedar mencari udara yang segar. Di tepian pagar, seperti biasa hewan-hewan mempersiapkan diri menjelang musim dingin untuk hibernasi. Seekor kucing berbulu oranye itu tidak mengunjungiku hari ini.

Sedikit kecewa, aku menutup pagar hitam di belakang ku dan meninggalkan kawasan perumahan. Ada satu hal yang terbesit dalam pikiranku, pada malam itu.

Mengapa aku mendapat penglihatan kematian seseorang? Mengapa tempat dan waktu yang terjadi sangat akurat?

"Enyahlah dari pikiranku!" Tanpa sadar, aku berteriak seperti orang yang sakit jiwa. Dan kemudian ada seorang yang mendatangiku. Kakek-kakek dengan pakaiannya yang lusuh.

"Kau kenapa anak muda?" Tanyanya sembari memegang bahu kananku.

Aku terkaget karena tidak menyadari keberadaannya walau jarak sangat dekat.

"Tidak, aku tidak apa-apa." Jawabku menunduk dengan rasa malu

"Apa yang kau lakukan sendirian di hutan yang lebat ini?" Jawab si Kakek. Dari penglihatanku, ia adalah pemotong kayu yang handal. Bisa di lihat dari tangannya yang kekar walau usia masih sangat jauh dariku.

"Aku sedang mencari udara segar." Tidak ingin mengobrol lebih lama lagi. Aku segera mengakhiri topik dan berharap ia tak membalasku lagi.

"Hahaha!" Si Kakek tertawa.

"Bagus, aku suka semangatmu anak muda. Saat Kakek seumuranmu, petualangan tidak ada hentinya." Ia menunjuk kepada arah tepi sungai dengan jari telunjuknya.

"Di dalam sungai itu, konon katanya terdapat banyak hal-hal mistis. Dan Kakek melihat salah satunya." Ia tersenyum sembari memegang dagunya.

"Hal yang mistis?" Tanyaku.

"Hoho, selama sungai itu belum kering. Akan selalu menelan korban, tiap tahun dan hal itu terbukti benar." Dia menyeret selobak kayu dan bersikap untuk meninggalkan area hutan yang lebat itu.

"Tunggu! Apakah kau mengenal pria yang ada di foto ini?" Aku mengeluarkan foto dari saku dan memperlihatkan seorang pria yang tidak lain adalah pamanku.

"Namanya adalah John Cruise, ia tinggal di daerah ini sekitar 20 tahun lalu." Aku menjelaskannya dengan napas yang sedikit tergesa-gesa.

"Hmm, aku tidak pernah melihat pria dengan rambut pirang dan jenggot yang lebat seperti itu. Maaf nak, sampai bertemu lain kali." Dengan jawabannya, dia segera beranjak dari tempat itu. Dan meninggalkanku sendirian.

Aku menutup kepalaku dengan kerah hoodie, berjalan tanpa tujuan arah. Ujung jariku mulai

terasa dingin. Tanpa menyadari bahwa hidungku dan ujung jariku mulai berwarna merah kecerahan.

Hari itu semakin dingin, aku bergegas pulang karena hari itu sudah siang petang. Akan tetapi sebelum pulang, aku memutuskan untuk membeli sebuah kaset dvd untuk ku tonton hari ini.

Letak tokonya tidak jauh dari rumahku jadi aku pergi berjalan melewati area hutan dengan santai dan luwes. Menikmati satu hari tanpa sekolah.

Dulunya, aku tidak menempati dan tinggal di daerah ini. Tentu saja tidak. Karena sekarang aku tidak memiliki kedua orang tua ataupun keluarga dekat. Aku bebas, walaupun terkadang merasa tersiksa sedikit.

Aku terus menyusuri rute jalan yang panjang dan di penuhi kerikilan batu yang tak terbentuk. Melewati terowongan kereta yang lebar dan teramat gelap.

Merasa bosan, aku mengeluarkan sekantung benda yang berisikan earphone dari kantung celanaku. Sembari mendengarkan lagu dengan earphone yang menyumbat kedua telingaku.

Suara kereta api? Cerobong asap? Tidak mengangguku.

Andaikan setiap hari berjalan seperti ini ...

—Sreengg

Kepalaku

Sakit sekali!!

"Sialann!" Hal itu terjadi secara tiba-tiba.

Kepalaku rasanya ingin bocor dan dalam sekilas aku melihat diriku. Tertabrak di depan rel kereta dan hanya menyisakan kedua bola mata.

"Aaghh!" Kejadian itu, akan terjadi dalam hitungan detik!

Kedua earphoneku jatuh dan tubuhku tetap terdiam. Tidak bisa bergerak selangkah pun. Rasanya ajal mendekati ku.

Tidak, tamat riwayatku ...

"...."

Penglihatanku seketika menjadi hitam pekat, akan tetapi aku masih hidup. Suara keramaian itu melebihi suara kencangnya kereta api yang bertabrakan.

Hal terakhir yang kulihat, adalah rusaknya gerbong kereta api. Sebelum ku pejamkan kedua mataku.

Waktu sudah berganti saat sore hari, aku menemukan diriku terbaring dalam kamar tidurku. Akan tetapi, jaket yang kukenakan dalam keadaan basah dan lusuh.

Sangat bau.

Aku berusaha bangkit akan tetapi kepalaku masih terasa pening. Rasanya pusing tidak dapat menjelaskan keadaanku saat ini, semuanya campur aduk.

Terakhir kali aku berada di rel kereta dan nyaris tertabrak. Akan tetapi, aku merasa ada yang mendorongku dan alhasil nyawaku masih berada disini. Siapa dia?

Aku tidak dapat mengingat dengan jelas karena memori yang ku lihat hanyalah gerbong kereta yang rusak. Aku penasaran siapa yang mendorongku saat itu.

Aku melihat ke arah jendela di kanan dan membuka tirai itu selebar mungkin. Ada sebuah mobil ambulan di depan apartemenku. Dan 'dia' lagi??

Sesosok wanita berambut hitam dengan model pixie dan pendek selebar dagunya. sekilas aku melihat sorotan matanya yang merah ke arah mataku. Dengan cepat aku mengumpat, menyembunyikan diriku di samping jendela yang terbuka lebar.

Apa yang wanita aneh itu lakukan disini?

Satu-satunya pertanyaanku saat ini, mengesampingkan hal mengenai kecelakaan yang baru saja terjadi. Terdapat banyak siswa-siswi SMA yang berdiri dan melingkari sembari mengambil swatfoto bersamanya.

Apa-apaan ini??

Pada akhirnya aku menerima telepon dari teman sekelasku yang tidak lain adalah Frederick.

"Hei bung! Kau masih hidup?" Tanyanya dan sontak aku merasa pintu ku di gedor-gedor dengan keras. Aku mematikan telepon itu dan bergegas keluar hanya dengan jaketku dan celana yang lusuh.

Aku membuka pintu itu dan menatapnya dengan tajam "Apakah kau sudah gila?" Tanyaku dengan ekspresi yang tidak mengenakkan. Aku sengaja membuat ekspresi itu.

Ia segera memelukku dan menangis tersedu-sedu bagaikan seorang putri yang kehilangan mahkotanya.

"Menyingkirlah Frederick, menjijikan." Aku mendorongnya dengan rasa jijik karena tingkah laku dan bau keringat badannya yang sudah seperti melakukan kegiatan ruda paksa.

Ku dorong hingga ia terjatuh dan terjungkal. Aku tidak bisa menahan rasa tawa yang ku pendam dan melepaskannya sambil terbahak-bahak.

Yah, karena aku teman yang baik aku mengundangnya masuk ke dalam ruang kamar. Sembari menyeduhkan teh dan mengaduknya dengan sendok kecil yang tipis dan sudah retak.

Ia duduk di sofa dan melihat televisi lalu berbaring. Aku mendatanginya dan menyiram sedikit air teh yang panas ke lehernya.

"Hey apa-apaan tom?"

"Menyingkirlah."

"..."

"Aku bilang menyingkirlah."

"... ok."

Dia bangkit dari tidur pulasnya dan duduk seperti tamu yang layak seperti biasanya. Aku menaruh kedua teh di tepi meja dan mematikan televisinya agar ia fokus terhadap

ku.

"Apa yang aslinya terjadi kepada diriku? dan mengapa banyak murid dari sekolah kita ada di depan apartemenku? Fred."

More Chapters