Ficool

Chapter 3 - Ch. 03

"Tuan Muda Jaya?" Ali tak percaya.

Jaya Wijaya atau yang biasa dipanggil Jay, tersenyum miring. "Jadi kamu tahu siapa aku."

"Tu ... Tuan Muda!" Ali benar-benar merasa tak berdaya kali ini.

"Sssstt!" Jay menutup mulut Ali dengan jari telunjuknya. "Jangan berisik!"

"Segera siapkan semua yang aku katakan tadi, atau aku akan mematahkan kedua kakimu!" Jay dengan santai duduk di atas meja. "Cepat!"

"Ba--baiklah!" Ali tak punya pilihan lain dan pasrah di hadapan perampok yang tak biasa ini. "Akan saya ambilkan!"

"Bosan!" gerutu Jay sambil duduk santai.

Ali bangkit dari lantai dan bergegas pergi. Ia tentu saja berniat tak sepatuh kelihatannya.

Jay yang dikabarkan menghilang sekarang datang padanya. Masalah ini harus segera dilaporkan kepada nyonya!

Ali memerintahkan beberapa pegawai kafe untuk segera mengambil semua uang pendapatan yang diminta oleh Jay. 'Tak mengapa. Toh akhirnya nanti akan diambil kembali oleh nyonya,' pikirnya.

Jay berkata ke pada kawan-kawannya. "Kalian tunggu dan berjaga di luar. Ingat! Jangan biarkan siapa pun menerobos masuk dan mengganggu rencanaku."

"Lalu bagaimana dengan orang-orang ini, Bos?" tanya Nayaka sambil menunjuk ke arah para pegawai kafe yang telah dibekuk.

Jay menunjuk ke sebuah ruangan. "Masukkan mereka semua ke ruangan itu dan kunci dari luar."

"Siap, Bos!"

Dengan sigap, keenam anak buah Jay segera meringkus semua pegawai kafe dan menahan mereka dalam satu ruangan.

Tak lama kemudian, bertumpuk-tumpuk uang kertas sudah berjejer rapi di hadapan Jay yang sekarang mendominasi keadaan. Jika dihitung, jumlahnya mencapai ratusan juta.

Matanya memandangi lembaran-lembaran rupiah yang teratur rapi.

"Lihatlah ini!" Jay menyentuh tumpukan uang kertas dan meremas dengan perasaan geram. "Ini hasil dari tempat bisnis milik keluargaku. Dibangun dengan keringat, darah serta jerih payah ibu dan ayahku. Tapi sayangnya, lelaki tak berguna itu tergiur kecantikan si wanita jalang yang sekarang merebut gelar nyonya utama!"

"Tidak!" Ali berdiri tertatih. "Tempat ini dan seluruh bisnis Keluarga Wijaya sekarang adalah milik Nyonya Diana! Dan Tuan Muda, oh bukan!"

"Dan kamu!" Ali menunjuk wajah Jay. "Kamu sekarang tak ubahnya seorang anjing jalanan yang diusir oleh keluargamu! Kamu seorang perampok!"

Jay dengan cepat meraih tumpukan uang kertas dan membantingnya atas meja dengan wajah merah padam. "Aku mengambil hakku. Merampok milik sendiri itu bukan kejahatan!"

"Dasar pengkhianat! Kamu hancurkan nama baik keluargamu sendiri!" hardik Ali meskipun sebenarnya dia merasa takut.

"Nama baik?" Jay meraih kerah baju Ali, menatapnya tajam-tajam. "Nama itu sudah lama ternoda sejak ayahku tidur dengan wanita murahan dan membuang ibu kami seperti sampah. Mereka pikir aku akan tinggal diam saja tanpa melakukan sesuatu?"

"Kamu mau apa?" Ali ketakutan hingga rasanya ia ingin kencing di celana.

PLAK!

Jay memukul Ali hingga pingsan, mendorong tubuh itu ke lantai dengan hentakan kasar.

"Merepotkan!" Jay bertepuk tangan guna membersihkan tangannya dari noda lelaki bernama Ali yang diketahui menjadi kacung ibu tirinya.

"Anak-anak!" Jay berteriak, "Segera bereskan semuanya dan kita segera cabut dari tempat ini!"

"Siap, Bos!"

Anggota Geng JAY'X berhamburan melakukan tugasnya. Ada yang menyimpan uang, ada yang menghancurkan kamera CCTV dan lain sebagainya.

Dari sudut ruangan, seorang pemuda bertubuh kurus dan berkacamata, mengenakan headset kecil, mengangkat tangan memberi isyarat.

Dia adalah Ken, si jenius teknologi dalam kelompok JAY'X. Ia telah menyusup ke ruang keamanan dan mengakses sistem rekaman video.

"Bos, sudah aman," katanya pelan melalui mikrofon kecil di kerahnya.

Jay mengangguk, lalu memandang kafe yang sudah porak-poranda. "Ayo pergi!"

Mereka keluar dari pintu depan sambil tertawa, meninggalkan Hero Cafe dalam puing-puing kehancuran. Para pegawai yang sempat bersembunyi di toilet dan dapur mulai keluar dengan wajah pucat.

Saat Ali siuman, ia hanya bisa duduk di tengah kekacauan, napasnya memburu. Ia segera meraih ponselnya dan menelepon satu-satunya orang yang bisa membereskan semuanya.

*****

Sementara itu di tempat lain.

Di lantai atas rumah besar bergaya Eropa Timur milik Keluarga Wijaya, Ovie Hasanah mengenakan gaun tidur satin merah marun, duduk di kursi empuk sambil memoles kuku. Telepon berdering. Ia mengangkat dengan malas.

"Ada apa, Ali?" tanya seorang wanita berusia 43 tahun yang masih tampak cantik dan seksi.

"Ny–nyonya … Hero Cafe cabang tiga lima diserang!"

"Apa?" Orang yang dipanggil nyonya terkejut hingga ia berdiri dari duduknya secara tanpa sadar.

More Chapters