Ficool

Chapter 4 - Ch. 04

Dari seberang telepon, Diana bertanya, "Kapan dan siapa pelakunya?"

"Itu ... orang itu mirip Tuan Muda Jaya, Nyonya."

Jawaban Ali dari seberang telepon seakan sanggup meledakkan gendang telinga Diana.

"Apa?" Mata Diana terbelalak lebar, tubuhnya gemetar menahan marah. "Anak itu masih belum mati?"

Diana berjalan menghampiri jendela besar dengan gelisah, matanya menyala penuh amarah.

'Jika anak itu masih hidup, bukankah dia akan menjadi ancaman besar bagiku? Dan lagi, kejadian waktu itu ....'

"Sial!" Diana menghentakkan kaki ke ke lantai dengan kesal. 'Kupikir kejadian itu berhasil membuatnya mati, tapi ternyata dia masih hidup. Bagaimana ini?'

"Nyonya!" Suara Ali kembali terdengar. "Nyonya, apakah Nyonya baik-baik saja?"

"Oh!" Diana terkejut, buru-buru menjawab, "Aku tidak apa-apa. Hanya beberapa tikus yang menganggu dan itu tak ada pengaruhnya bagiku."

Diana menarik napas dalam-dalam.

Setelah amarahnya sedikit mereda, ia berkata, "Ceritakan semuanya apa yang terjadi dan sekalian rekaman CCTV, kirim sekarang juga!"

"Baik, Nyonya. Anda tunggulah sebentar. Saya akan segera melakukan pengecekan." Ali kemudian memutuskan sambungan telponnya.

Tak lama kemudian, satu berkas video dikirim ke email pribadinya. Diana langsung memutarnya.

Namun, begitu video terbuka .…

Mata Diana melebar, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Terdengar suara lagu ulang tahun. Kamera menunjukkan ruangan dengan balon warna-warni, kue besar, dan seorang badut berjoget di tengah. Para tamu tertawa, menari, bersulang.

Semua orang terlihat gembira dengan pesta ala bocah taman kanak-kanak yang terlihat dalam video.

Emosi Diana meledak, merasa dipermainkan oleh Ali. File yang diinginkan bukan ini.

Diana meraih ponsel di atas meja, kembali menghubungi Ali dengan amarah meluap.

"Ali, video apa yang kamu kirim baru saja?" bentak Diana dengan wajah merah padam.

"Apa maksud Nyonya?" Ali tak mengerti.

"Coba kamu lihat, apakah itu rekaman cctv malam ini? Mengapa aku tidak melihat adanya kerusuhan apa pun?" tanya Diana sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Apa kamu berniat mempermainkan aku?"

Di seberang telepon, Ali ketakutan. "Sabar, Nyonya. Sebentar saya cek lagi file videonya!"

Ali segera melakukan pengecekan terhadap berkas yang dia dapatkan dari rekaman cctv di Hero Cafe, dan ....

"Nyonya, ini tidak benar! Videonya berubah!"

"Mengapa bisa berubah?" tanya Diana yang semakin merasa dipermainkan.

"S--saya juga tidak tahu. Tapi percayalah, Nyonya! Kami sama2 sekali tidak mengeditnya!" Suara Ali terdengar panik. "Mungkin saja ... mungkin saja ada penyusup yang sudah mengubah rekaman video cctv kita!"

"Bedebah!" Diana membentak marah. "Segera cari tahu tentang orang yang sudah berani menyusup dan mengubah berkas cctv kita!"

Diana berang bukan buatan. Video di layar itu begitu absurd dan jelas bukan rekaman sebenarnya. Bahkan ada efek suara kartun ketika badut menjatuhkan kue ke wajah seorang anak.

Wajahnya memerah, napasnya terengah. Tiba-tiba ia terhuyung, tangannya memegangi dada. "Anak itu!"

"Anak itu benar-benar sedang mencari perkara denganku!"

"Nyonya!" Ali yang masih bisa mendengar suara Diana pun semakin panik. "Nyonya, bagaimana ini, apakah saya perlu melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian?"

"Tidak perlu. Aku khawatir ini hanya akan memperburuk citra Keluarga Wijaya," sahut Diana setelah beberapa saat berpikir.

Mungkin akan mudah menangkap Jay dan komplotannya dengan bantuan pihak kepolisian. Namun, Diana tak ingin semua rencana yang sudah disusun selama bertahun-tahun gagal hanya karena masalah kecil ini.

"Lalu, apa yang harus kami lakukan sekarang?" tanya Ali dengan nada khawatir.

"Kamu segera bereskan tempat itu. Untuk masalah lain, biar aku sendiri yang memikirkannya," sahut Diana, tegas.

"Oh, baiklah, Nyonya."

Diana segera memutuskan sambungan teleponnya dengan geram.

Tak mengapa kalau hari ini dia mengalami sedikit kerugian. Toh, itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan harta kekayaan Keluarga Wijaya saat ia berhasil mendapatkan semua sertifikat resmi yang sekarang ini entah disimpan di mana.

Diana menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata. "Tunggulah pembalasanku, Bocah Sialan!"

*****

Keesokan harinya ....

Langit Kota Perwada berubah mendung, seolah ikut menyimpan murka yang belum sempat meledak semalam.

Di dalam ruang rahasia milik Keluarga Wijaya, beberapa orang berbaju hitam tampak begitu sibuk memindai data dengan cepat. Mereka adalah orang-orang yang bekerja kepada Diana Legiani.

Di dinding putih yang lebar, terpampang peta digital kota dengan titik-titik merah menyala di beberapa titik kafe, pelabuhan, dan tempat penting lainnya.

Di tengah ruangan, seorang pria berdiri tegap, matanya tajam seperti elang. Namanya Dimas Surya, orang kepercayaan Diana.

"Jadi, mereka bisa mengakses sistem CCTV utama dan menggantinya dengan animasi badut? Hebat juga bocah-bocah berandalan itu," gumam Dimas, separuh kagum, separuh geram.

More Chapters