Ficool

Chapter 5 - Ch. 05

Ali yang duduk dengan luka di pelipis dan perban di lengan, menunduk dalam. "Saya … saya sudah gagal menjaga tempat itu. Maafkan saya, Tuan Dimas," katanya, penuh sesal.

"Lupakan permintaan maafmu. Sekarang fokuslah pada masalah yang lebih penting. Kita cari Jay dan teman-temannya. Aku ingin mereka merangkak meminta ampun kepada Nyonya Diana." Dimas Surya berkata dengan tanpa menoleh, matanya terus melihat ke layar besar.

"Video apa-apaan ini?" Dimas Surya sampai menggebrak meja akibat emosi. "Bukan yang ini. Cepat cari yang lainnya!"

Tim IT profesional yang sengaja disewa oleh Dimas Surya segera bergerak cepat, mencari informasi yang terkait dengan kejadian semalam. Namun, semua data rekaman cctv di Hero Cafe tidak ada satu pun yang memperlihatkan adanya kerusuhan semalam.

Salah seorang anggota tim IT berseru, "Tuan Dimas, sepertinya video asli sudah sepenuhnya dihancurkan."

"Apa?" Dimas Surya kaget, berang bukan buatan.

Sementara itu ....

Di dalam gudang tua di wilayah utara kota, markas sementara kelompok JAY'X tampak hidup. Komputer menyala dengan banyak jendela data terbuka. Kenzo sibuk mengetik cepat sambil mengunyah mie instan, sementara Nina, satu-satunya wanita di kelompok itu, sibuk membersihkan senjata yang disimpan dalam koper panjang.

Pemuda bertubuh besar bernama Gara, tampak sibuk mengangkat peti berisi perlengkapan logistik ke rak besi di pojok ruangan.

Jay duduk di sofa tua, menatap dinding penuh coretan strategi. Di tengah, foto seorang anak lelaki tergantung dan menjadi pusat perhatiannya. Orang dalam foto itu adalah Danny Wijaya, kakaknya.

Jay mengambil bungkus rokok mengambil sebatang, lalu menyelipkan benda itu di kedua belah bibirnya yang seksi. Nina, asisten pribadi Jay, bergegas datang dengan pemantik api di tangan.

Jay membiarkan gadis itu menyulut rokok di bibirnya. Pria itu menaruh kedua kakinya di atas meja dengan sikap santai.

"Bagaimana, Ken, sudah kamu dapatkan informasinya?" tanya Jay setelah membuang asap rokok.

"Ya. Baru saya temukan, Bos," sahut Ken dengan tanpa menoleh, tetapi matanya tampak serius.

"Lanjutkan," ujar Jay, masih dengan sikap tenang.

Ken mengangguk. "Siap, Bos."

Jay lalu beralih bertanya kepada orang lain. "Frans, gimana dengan penyelidikan yang kutugaskan padamu kemarin?"

Frans yang juga sedang sibuk dengan laptopnya, segera menyahut, "Sudah saya dapatkan, Bos. Menurut mata-mata kita, dia dijaga ketat selama dua puluh empat jam penuh secara bergantian dengan pengawasan tinggi dalam ruangan berlapis. Dan ...."

"Dan apa?" Jay penasaran.

Frans terdiam sejenak. "Dan orang itu kabarnya sudah dipindahkan ke ruangan lain. Dengan penjagaan ketat seperti itu, kemungkinan orang itu akan sangat sulit kita dapatkan."

Jay tertegun dengan penuturan Frans. Target dijaga ketat, tapi bukan berarti orang itu tidak bisa didapatkan sama sekali. Pasti ada cara untuk menculiknya.

"Apakah ada informasi yang lainnya?" tanya Jay lagi.

"Ada, Bos. Dari informasi terakhir yang saya dapatkan, orang itu sekarang dalam keadaan sakit. Selain kedua kakinya lumpuh, dia juga mengalami gangguan mental akibat terus disiksa oleh ibu tirinya." Saat mengatakan ini, Frans berkata dengan sangat hati-hati, khawatir Jay akan menjadi sangat marah.

Mendengar ini, Jay langsung naik darah, ubun-ubunnya terasa meledak.

Dengan geram, Jay membanting puntung rokoknya ke lantai dengan kesal, menginjaknya hingga hanya menyisakan kepulan kecil asap putih yang segera menghilang.

"Bangsat!" umpat Jay dengan emosi meledak. "Sepertinya wanita jalang itu benar-benar ingin menghancurkan kami semua!"

"Kalau begitu kita harus segera bergerak cepat sebelum Diana benar-benar bertindak di luar batas!" seru Nayaka yang merasa senang setiap ada rencana membuat kerusuhan. "Bos hanya tinggal perintahkan saja dan orang-orang kita akan segera bergerak ke sana untuk membebaskan Tuan Danny."

"Benar, Bos. Jika kita masih kekurangan pasukan, saya siap menghubungi tim khusus dari Wilayah Karang Utara." Kenzo terlihat bersemangat.

Jay terdiam dengan tinju terkepal erat. "Untuk menghadapi para penjaga Keluarga Wijaya, kita tidak memerlukan pasukan sebesar itu. Kita bertujuh saja sudah cukup. Hanya saja kita perlu waktu yang tepat untuk bergerak!"

More Chapters