Ficool

Chapter 3 - Bab 3 – Tangisan di Balik Kabut

Udara malam itu semakin dingin, kabut tebal perlahan menutupi tepian sungai. Bulan purnama memantulkan cahaya pucat ke permukaan air yang merah pekat. Desa kecil itu seakan terhanyut dalam diam, hanya suara jangkrik yang sesekali terdengar, bercampur dengan desiran angin yang menusuk tulang.

Di tepi sungai, Jaka berdiri tegak, matanya menatap lurus ke aliran air. Semua warga menahan napas, sementara Laras masih mencoba menahan tangannya, namun Jaka sudah melepaskan genggaman itu.

"Kalau benar ada arwah Mayang Sari," seru Jaka dengan suara lantang, "tunjukkan dirimu malam ini. Jangan hanya bersembunyi di balik cerita lama!"

Serentak suasana berubah. Angin mendadak berembus kencang, dedaunan bergemerisik, dan kabut semakin pekat. Dari arah hulu sungai, suara lirih tangisan terdengar lebih jelas, panjang dan memilukan. Tangisan itu begitu nyata, menusuk ke dalam hati siapa pun yang mendengarnya.

Laras menutup telinganya, wajahnya pucat pasi."Jaka, cukup! Kita harus pergi!" desisnya.

Namun pemuda itu tetap berdiri teguh, meski bulu kuduknya mulai berdiri. Senyum sinisnya perlahan memudar, berganti dengan rasa penasaran bercampur ngeri.

Dari balik kabut, perlahan muncul sesosok bayangan. Siluet seorang perempuan berambut panjang, mengenakan kain putih yang kusam dan berlumuran merah. Langkahnya ringan, nyaris tak menyentuh tanah, seakan melayang di atas permukaan air.

Warga desa yang menyaksikan dari kejauhan langsung panik. Beberapa berlari pulang, ada yang berdoa dengan lirih, sementara Mak Ranti menutup matanya, wajahnya penuh kecemasan.

"Dia… dia muncul…" bisik salah seorang warga dengan suara gemetar.

Jaka menelan ludah, kedua kakinya seperti terpaku. Matanya tak bisa lepas dari sosok itu. Semakin dekat, wajah sang perempuan mulai terlihat jelas. Cantik, tapi pucat tak berdarah, dengan mata sendu yang terus meneteskan air mata merah. Itulah Mayang Sari, sang arwah yang dikisahkan turun-temurun.

"Kenapa kau memanggilku…?" suara lirih itu bergema, seakan datang dari segala arah.

Jaka gemetar, namun egonya menahan rasa takut."Aku… aku ingin membuktikan kebenaranmu. Apa benar sungai ini terkutuk karena kisahmu?"

Sosok itu berhenti, menatap Jaka dengan mata yang dalam dan penuh kesedihan."Bukan aku yang mengutuk… tapi doa terakhirku yang mengikat aliran darah ini. Karena cinta, karena pengkhianatan, karena keserakahan manusia."

Air di sekelilingnya bergolak, riak sungai merah memercik ke tepi. Tiba-tiba Jaka merasakan sesuatu dingin menyentuh kakinya. Ia melihat ke bawah air merah itu mulai naik, seakan mencoba menariknya masuk.

Laras menjerit, berlari menghampiri Jaka."Jaka! Lepaskan! Jangan biarkan sungai membawamu!"

Namun tubuh Jaka semakin kaku. Sosok Mayang Sari menatapnya dengan tatapan tajam bercampur duka."Jika kau ingin tahu kebenaran… ikutlah denganku ke dasar sungai. Di sanalah semua rahasia tersimpan."

Tangan pucat itu perlahan terulur ke arah Jaka. Saat jaraknya tinggal sejengkal, udara di sekitar mereka mendadak membeku, dan suara-suara aneh menyeruak dari dasar sungai, seperti bisikan ratusan jiwa yang pernah tewas di sana.

Jaka ingin berteriak, tapi suaranya tercekat. Laras hanya bisa memeluk lengan Jaka, berusaha menariknya mundur, sementara kabut semakin menelan pandangan.

Dan tepat ketika tangan arwah itu hampir menyentuh JakaSebuah teriakan lantang memecah malam:

"JANGAN SENTUH ANAK ITU!"

Suara itu berasal dari arah hutan. Sosok tua dengan tongkat kayu berlari menuju tepi sungai. Dialah Ki Samudra, tetua desa yang jarang keluar rumah, namun dikenal sebagai orang yang menguasai ilmu tua.

Mayang Sari menghentikan langkahnya. Matanya berubah menjadi merah menyala, dan tangisnya berganti menjadi jeritan yang mengerikan, membuat seluruh desa bergetar dalam ketakutan.

More Chapters