Ficool

Chapter 4 - Bab 4 – Rahasia yang Terpendam

Jeritan arwah Mayang Sari menggema di seluruh penjuru desa. Suaranya bukan sekadar tangisan, melainkan pekikan ribuan jiwa yang ikut terseret bersama sejarah kelam di sungai itu. Air merah berputar membentuk pusaran, seakan hendak menelan siapa pun yang berani mendekat.

Laras masih memeluk lengan Jaka dengan sekuat tenaga, meski tubuhnya gemetar hebat."Jaka! Lepas dari sini, ayo kita lari!" serunya dengan suara parau.

Namun Jaka masih terpaku, matanya membelalak menatap arwah Mayang Sari yang kini berdiri hanya beberapa langkah di hadapannya. Entah karena rasa takut atau pengaruh gaib, tubuhnya terasa berat seperti diikat rantai tak kasat mata.

Tepat saat tangan pucat itu hampir menyentuh wajah Jaka, suara Ki Samudra kembali menggema."Berhenti, Mayang Sari! Jangan seret anak ini dalam kutukanmu!"

Tetua desa itu menghentakkan tongkat kayunya ke tanah. Seketika, cahaya biru kehijauan muncul dari ujung tongkat, memancar bagai api yang berkilau. Kabut yang menyelimuti sungai tersibak, dan suara jeritan arwah itu melemah, berganti menjadi isak tangis pilu.

Mayang Sari menatap Ki Samudra dengan tatapan penuh amarah bercampur luka."Kenapa kau melarangku, Ki? Bukankah mereka harus tahu kebenaran? Bukankah mereka pantas melihat apa yang sesungguhnya terjadi?"

Ki Samudra menutup matanya sejenak, lalu membuka perlahan. Wajah tuanya tampak penuh duka."Aku tahu penderitaanmu, Mayang Sari. Aku tahu betapa besar pengorbananmu. Tapi jiwa-jiwa muda ini bukan musuhmu. Jangan biarkan dendam masa lalu membuatmu menjerat mereka yang tak bersalah."

Sungai kembali tenang, meski warnanya tetap merah pekat. Bayangan Mayang Sari sedikit memudar, tapi masih bertahan di tepian air."Kalau begitu… biarlah mereka yang mendengar cerita darimu, Ki Samudra. Kau yang masih hidup, katakan pada mereka bagaimana darah ini bisa terus mengalir…."

Seketika tubuh arwah itu larut kembali dalam kabut, hanya meninggalkan gema tangisan yang menggantung di udara. Warga yang menonton dari kejauhan mulai berbisik-bisik ketakutan, ada yang berlari pulang, ada pula yang tetap berdoa dengan wajah pucat.

Jaka terhuyung jatuh, napasnya memburu. Laras langsung meraih tubuhnya, memeluknya erat."Kau hampir saja terbawa, Jaka! Kenapa kau begitu keras kepala?"

Jaka menunduk, keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Aku… aku melihat matanya, Laras. Itu bukan sekadar hantu… dia seakan ingin mengatakan sesuatu. Ada rahasia yang dia sembunyikan."

Ki Samudra berjalan mendekat, tongkatnya mengetuk tanah setiap langkah. Matanya menatap Jaka tajam, namun bukan dengan marah melainkan penuh kewaspadaan."Kau benar, anak muda. Ada rahasia besar yang selama ini disimpan sungai ini. Dan mungkin, sudah waktunya kalian mendengar semuanya."

Laras menatap Ki Samudra dengan cemas."Rahasia apa, Ki? Mengapa arwah Mayang Sari masih gentayangan setelah ratusan tahun berlalu?"

Tetua desa itu menatap jauh ke arah sungai, seakan menembus masa lalu."Mayang Sari memang menjadi pusat cerita, tapi yang orang tidak tahu… bukan hanya cintanya yang terkubur di sini. Ada pengkhianatan yang jauh lebih besar. Kepala suku kejam itu tidak mati terseret arus begitu saja… ada sesuatu yang ia tinggalkan, sesuatu yang membuat darah ini tak pernah kering."

Semua terdiam. Angin malam berembus kencang, membuat obor-obor di tepi jalan berkelap-kelip.

Jaka menelan ludah, lalu bertanya pelan,"Apa maksudmu, Ki? Apa yang sebenarnya disembunyikan sungai ini?"

Ki Samudra menundukkan kepala, lalu bersuara lirih, hampir berbisik:"Di dasar sungai ini… terkubur sebuah perjanjian gelap. Kepala suku itu pernah memanggil sesuatu yang bukan dari dunia kita. Darah ratusan jiwa hanyalah tumbalnya. Dan selama perjanjian itu belum diputus… air sungai ini akan tetap merah."

Seketika, bulu kuduk semua orang meremang. Laras menggenggam tangan Jaka erat-erat, sementara Jaka hanya bisa menatap aliran sungai dengan rasa ngeri bercampur penasaran.

Dan malam itu, untuk pertama kalinya, rahasia yang selama ini hanya berupa dongeng mulai terbuka sedikit demi sedikit. Namun di balik pengakuan itu, bahaya yang jauh lebih besar sudah menanti di kedalaman sungai darah….

More Chapters