Chapter 90 – The Bloodied Battlefield
Matahari pagi pun menyinari seluruh medan perang yang masih berkecamuk sepanjang malam. Mantra masih bergema, berbagai harta spiritual beradu, dan bau darah menyelimuti udara.
Semua ini hanya untuk sebuah sumur, Sumur Akar Langit, yang konon katanya akan memberikan sesuatu yang sangat luar biasa untuk para kultivator.
"Mei Yuna... Mei Yuna... bangunlah, bangun..." suara lirih seorang wanita berusaha membangunkan temannya.
"Sembuhkan dia cepat, dia sangat kelelahan!" seru temannya yang lain.
Mei Yuna, seorang gadis cantik, sedang pingsan atau mungkin berada di ambang kematian setelah pertarungan besar melawan Qin Zibo.
Saat ini dia telah berada di tempat aman, dibawa oleh teman-temannya untuk disembuhkan. Luka-luka Mei Yuna sangat serius, kultivasinya berantakan, tubuhnya seperti hendak menghilang. Semua ini dia lakukan demi pria yang sangat dia cintai.
Di dalam mimpinya, dia sedang terbaring di sebuah bukit kecil yang penuh tanaman indah. Langit cerah, burung-burung beterbangan. Saat dia bangkit, dia melihat sesosok bayangan seorang pria.
Pria itu tampak biasa saja, dengan pakaian sederhana dan rambut hitam yang cukup panjang. Mei Yuna memandangi pria itu, hatinya bergetar, dia tampak mengenalnya.
"Chen... Dong... itu kau?" tanyanya pelan, suaranya parau.
"Mei Yuna, terima kasih..." suara Chen Dong terdengar jelas di telinganya.
Pupil mata Mei Yuna membesar, air matanya menetes, lalu dia pun berlari ke arah Chen Dong.
"Chen Dong..." ia memeluk pria itu dengan erat.
Chen Dong membalas pelukan itu. Dia tahu perasaan Mei Yuna, dia tahu semua maksud dari pengorbanan Mei Yuna selama ini. Dia tahu, karena dia juga memiliki perasaan yang sama.
"Aku mencintaimu, Mei Yuna..." Chen Dong melepas pelukannya, menatap dalam-dalam mata Mei Yuna yang berlinang air mata.
Mei Yuna terkejut, dia tidak tahu bahwa Chen Dong juga mencintainya. Selama ini, dia pikir hanya dirinya yang memiliki perasaan itu. Ternyata dia salah.
"A-apa? Kau... mencintaiku?" suara Mei Yuna serak dan terbata-bata. Tatapan mereka bertemu, saling menyingkapkan perasaan yang selama ini tersembunyi.
"Aku tidak berani mengatakannya sebelumnya... karena tingkat kultivasiku yang rendah, sementara kau murid yang berbakat. Jadi aku rasa, aku tidak pantas untukmu..." Chen Dong membelai kepala Mei Yuna, menatap dalam-dalam wanita cantik yang begitu ia cintai.
"Bodoh. Kenapa kau berpikir seperti itu? Harusnya kau katakan saja. Aku juga mencintaimu... sangat... mencintaimu..." Mei Yuna memukul pelan dada lelaki di hadapannya, kesal karena Chen Dong tidak pernah mengatakannya lebih awal.
Chen Dong hanya diam. Dia tidak ingin mempermalukan Mei Yuna di hadapan orang-orang. Baginya, bagaimana mungkin wanita jenius dan berbakat seperti Mei Yuna bisa menjadi kekasihnya.
Chen Dong kembali memeluk Mei Yuna. "Kau harus kembali. Perjalananmu masih panjang..." suaranya lembut, penuh kehangatan.
"Tidak. Aku tidak ingin kembali, aku ingin bersamamu." Mei Yuna semakin erat memeluk Chen Dong, seakan tak ingin berpisah.
"Kau harus kembali. Hidupmu belum boleh berakhir sekarang." Chen Dong menatapnya dalam, mengusap air matanya.
"Jika ada kesempatan, kita akan bertemu di kehidupan selanjutnya. Aku akan menunggumu, Mei Yuna..." lanjut Chen Dong lembut.
"Aku... aku... tidak mau. Aku ingin bersamamu." lirih Mei Yuna, menatap Chen Dong dengan mata yang basah oleh air mata.
"Tidak. Kau harus pergi. Aku akan menunggumu. Kita akan bertemu lagi, Mei Yuna. Saat itu tiba, aku berjanji akan menikahimu dan kita akan hidup bahagia. Entah itu ratusan tahun, ribuan tahun, atau bahkan jutaan tahun... aku akan menunggumu, atau aku akan mencarimu." Chen Dong tersenyum hangat pada wanita di hadapannya, satu-satunya yang ia cintai.
"Aku akan mencarimu... Chen Dong." Mei Yuna meneteskan air mata. Tubuhnya perlahan menghilang dari bukit yang indah itu, tangannya terlepas dari genggaman Chen Dong.
Dia pun menghilang, kembali ke dunia nyata, di area medan perang yang masih berlangsung.
Mei Yuna membuka matanya. "Aku... mencintaimu..." suaranya pelan, hampir tak terdengar. Teman-temannya yang melihatnya sadar pun merasa senang.
"Mei Yuna, kau sudah sadar! Bagaimana keadaanmu?" tanya wanita di sebelahnya.
"Aku baik-baik saja, terima kasih." jawab Mei Yuna, ekspresinya tenang meski hatinya berguncang.
"Wahhh... kau sangat hebat, Mei Yuna!" celetuk temannya yang lain, seorang lelaki yang suka bercanda.
Mei Yuna hanya tersenyum, lalu menatap ke arah langit. Hatinya masih sakit, kehilangan orang yang sangat dia cintai. Luka itu begitu dalam, mungkin akan memengaruhi kultivasinya di masa depan.
"Aku akan berjuang, berjuang untuk bisa bersamamu, Chen Dong..." gumam Mei Yuna dalam hati, matanya berkilat dengan tekad meskipun tubuhnya masih lemah.
Di medan perang, semua sekte masih saling membunuh tanpa henti.
"Aku terluka cukup parah... Jika mendapatkan sumur itu, semua ini akan sepadan. Tapi... jika tidak," salah satu tetua Sekte Kabut Awan bergumam dalam pikirannya. Luka-lukanya cukup serius akibat pertarungan sengit melawan tetua Sekte Rumput Lima Serat. Dengan wajah pucat, ia menelan pil pemulihan, berharap mampu bertahan lebih lama.
"Rekan Zhuo Fan, mari kita bertarung!!" suara lantang Ketua Sekte Kabut Awan menggema di udara, menantang ketua Sekte 3 Air Surgawi.
"Jika itu yang kau inginkan, akan kukabulkan!!" jawab Ketua Sekte 3 Air Surgawi dengan dingin.
Keduanya melesat ke udara, saling berhadapan dengan tatapan tajam. Pertarungan antara dua kultivator Core Essence Formation bukanlah hal biasa, kekuatan mereka sanggup mengguncang langit dan bumi, bahkan menggoyahkan hati para murid yang menyaksikan dari bawah.
"Baik, ayo bertarung!!" seru Ketua Sekte Kabut Awan, matanya menyipit tajam. Tubuhnya melesat, aura pedangnya menyapu langit.
Ketua Sekte 3 Air Surgawi tetap tenang, namun aura yang terpancar dari tubuhnya tak kalah menakutkan. Dalam sekejap, kedua ketua sekte itu saling melancarkan mantra dan kekuatan.
"Cahaya Awan Menelan!" teriak Han Do, dan seketika ribuan pedang ilusi muncul, melesat deras ke arah Zhuo Fan.
Zhuo Fan tidak tinggal diam, suaranya menggema, "Air Surgawi Membasahi!!" Seketika, lautan air terbentuk di udara, menghantam ribuan pedang itu dengan gelombang besar yang mengamuk.
Dua kekuatan besar bertabrakan, ledakan maha dahsyat terjadi di udara, menghantam seisi medan perang. Gelombangnya membuat para murid yang terlalu dekat terhempas, bahkan ada yang berdarah.
"Ketua sekte sedang bertarung, tinggalkan area ini!!" teriak salah satu murid Sekte 3 Air Surgawi. Tanpa pikir panjang, mereka segera berlarian, tidak ingin terlibat dalam pertempuran antar monster tua itu.
Ketua sekte lain pun tak mau kalah. Ketua Sekte Rumput Lima Serat segera menantang Ketua Sekte Aliran Kabut Bumi. Pertarungan besar kembali pecah di udara, langit menjadi gelap oleh energi spiritual yang bertabrakan.
Sementara itu, sekte Akar Hitam berada dalam posisi genting. Ketua sekte mereka belum juga muncul, membuat murid-murid dan tetua hanya bisa bertahan mati-matian.
Seorang tetua tertinggi Sekte Akar Hitam tampak bersimbah darah, tubuhnya penuh luka, namun tekad dalam matanya masih membara. "Aku... akan bertahan sampai ketua sekte tiba!" katanya dengan napas tersengal. Selama semalam penuh, ia sudah membunuh satu tetua dari Sekte Aliran Kabut Bumi, serta puluhan murid dari sekte lain. Namun kini tubuhnya nyaris tak sanggup lagi berdiri.
Di langit, pertarungan antara Han Do dari Sekte Kabut Awan dan Zhuo Fan dari Sekte 3 Air Surgawi semakin memanas.
"Tunjukkan kekuatan penuhmu, Han Do!!" teriak Zhuo Fan, matanya menyipit, tubuhnya melesat menembus udara dengan kecepatan tinggi.
"Jangan sombong, Zhuo Fan!!" balas Han Do dengan murka. Pedangnya bersinar tajam, aura pekat mengamuk.
"Pedang Air Bumi!!" teriak Zhuo Fan, dan dari belakangnya muncul pedang-pedang spiritual raksasa yang langsung melesat ke arah Han Do.
"Tebasan Awan!!" balas Han Do, mengayunkan pedangnya. Tebasan cahaya putih menabrak pedang spiritual Zhuo Fan, suara ledakan menggelegar, dan keduanya terhuyung mundur, batuk darah hampir bersamaan.
Namun keduanya tidak menyerah. Dengan tubuh berlumuran darah, mereka kembali merapal mantra.
"Tombak Tiga Air Surgawi!!" suara Zhuo Fan bergema, sebuah tombak besar terbentuk dari air murni yang bercampur cahaya spiritual, melesat dengan kekuatan yang mampu memecah langit.
Han Do hanya terkekeh, "Akhirnya... kau menggunakan kekuatan penuhmu, ya?" Tatapannya berubah tajam, ekspresinya penuh keyakinan.
"Pedang Merah Membelah!!" serunya, dan pedang besar berwarna merah darah muncul, mengeluarkan tekanan yang membuat murid-murid di bawah hampir tidak bisa bernapas.
Kedua senjata spiritual itu melesat, bertabrakan di udara dengan cahaya menyilaukan. Energi yang mereka keluarkan begitu menakutkan, mampu menghancurkan negara dalam sekejap.
Ledakan energi menyebar ke seluruh medan perang, bahkan sampai ke area persembunyian Lawzi Zienxi. Tekanan itu begitu kuat hingga menghancurkan bukit dan bebatuan di bawah mereka.
Kedua mantra itu terus beradu, saling menekan, seakan tidak ada yang mau mengalah. Layaknya dua anak kecil yang berebut permen, namun dengan kekuatan yang bisa menghapus ribuan jiwa dalam sekejap.
"Matilah kau, Han Do!!!!" teriak Zhuo Fan, wajahnya dipenuhi amarah dan darah segar.
"Zhuo Fan!! Aku akan membunuhmu!!" balas Han Do dengan suara yang sama menggelegarnya.
Tubuh mereka semakin terluka, darah terus menetes dari bibir mereka, namun keduanya tetap bertahan. Hingga akhirnya, kedua mantra itu meledak bersamaan, cahaya yang menyilaukan menyelimuti seluruh area, menciptakan kehancuran besar.
Bukan hanya mereka. Di tempat lain, Ketua Sekte Rumput Lima Serat dan Ketua Sekte Aliran Kabut Bumi pun bertarung sengit. Mantra mereka bertabrakan berulang kali, menghasilkan ledakan demi ledakan yang mengguncang tanah dan langit. Empat monster tua Core Essence Formation saling bertarung, melepaskan seluruh kekuatan mereka tanpa ada yang menahan diri.
Namun dibalik itu semua, tiba-tiba perubahan terjadi di sekitar medan perang...