Ia awalnya berharap jumlah pelamar akan lebih sedikit dari yang dibutuhkan. Kebutuhan untuk menyiapkan unit siap tempur sesegera mungkin—tanpa mengorbankan kualitas—seharusnya memberinya ruang untuk memperlambat proses dengan alasan wajar. Namun, kenyataannya justru berbanding terbalik: lamaran membanjir. Situasinya berkembang sampai pada titik di mana orang lain bisa saja salah paham dan menganggap dirinya hanya membuang waktu di depan setumpuk dokumen. Dan itu... berbahaya.
Atau lebih tepatnya, dalam kondisi saat ini, akan lebih bijak untuk segera membentuk unit dan memperpanjang masa pelatihan semaksimal mungkin demi menempa "perisai hidup" yang kokoh. Tanya memutuskan untuk mengubah pola pikirnya. Akan lebih baik menyisihkan lebih banyak waktu untuk melatih anak buah yang kelak akan menjadi perisai yang tangguh. Ia akan pura-pura tidak melihat dokumen dari wilayah barat dan utara. Anggap saja ini hasil dari penyaringan yang ketat—anggap dirimu beruntung. Lagipula, para sukarelawan ini mungkin juga dipaksa untuk mendaftar. Karena mereka tahu unit ini akan ditempatkan di garis depan yang tak mereka inginkan, mungkin mereka sebenarnya berharap untuk ditolak. Jika begitu, akan lebih baik bila mereka memang digugurkan sejak awal. Ini bisa jadi perbuatan yang menambah karma baik.
Kalau begitu, akan lebih menguntungkan memanfaatkan banyaknya pelamar untuk menaikkan standar seleksi dan membentuk unit terbaik sepanjang sejarah. Ini akan menjamin kualitas, sekaligus membuang waktu dalam proses penyusunan unit. Jika berjalan mulus, ia bisa mengulur waktu selama mungkin dalam memilih personel. Bahkan dalam skenario terburuk sekalipun, mereka yang lolos seleksi ketat pasti bisa dijadikan perisai yang sangat andal. Tidak ada kerugiannya. Bahkan sebaliknya—banyak sekali keuntungannya.
Benar juga. Mengingat keadaannya sekarang, akan lebih baik untuk fokus pada pengendalian kerusakan. Dan seperti biasa, harus dihindari pengambilan keputusan bodoh seperti yang terjadi pada proyek pesawat Concorde.
Pengendalian kerusakan berarti meminimalkan kerugian sebanyak mungkin. Dengan kata lain, ia harus berhati-hati agar tak menimbulkan kegaduhan yang bisa menggagalkan rencana. Jika itu bisa dijaga, maka tidak akan ada masalah. Aku akan melakukan seleksi ini dengan sangat ketat hingga bukan hanya iblis, dewa iblis pun akan lari terbirit-birit saat melihatku.
Ketika manusia terdesak sampai ke ujung tanduk, itulah yang paling masuk akal untuk dilakukan.
---
Kantor Staf Umum Angkatan Darat Kekaisaran Gedung Samping, Ruang Rapat Tujuh
"Letnan Satu Aishya Schubertz melapor!"
"Letnan Satu Krejn Baruhein, turut melapor."
Dua Letnan Satu muda itu bergegas datang ke ibu kota setelah menerima panggilan. Mereka tiba di markas Komite Penyusunan 601 yang terletak di pinggiran kota tepat pukul sebelas siang. Demi membentuk unit penyihir elit, mereka mendaftar sebagai tanggapan atas permintaan sukarelawan dari atasan mereka. Dengan semangat tinggi, keduanya menyebutkan nama dan pangkat.
"Terima kasih sudah datang. Saya Kolonel Gregorio von Turner dari Kantor Staf Umum, sekaligus Ketua Komite Penyusunan 601."
Kolonel Gregorio menyambut kedua pelamar. Dari balik mejanya, ia menatap mereka seolah ingin menembus pikiran masing-masing. Tekanan yang terpancar dari seorang veteran membuat dua perwira muda itu berdiri semakin tegak.
Setelah mengamati mereka, sang kolonel mengangguk pelan.
"Kalian pasti sudah menerima jadwal kegiatan hari ini, tapi ada sedikit perubahan mendadak."
Bahkan di sekolah perwira, perubahan semacam ini kerap terjadi. Ini pasti ujian kemampuan adaptasi mereka. Dengan asumsi itu, keduanya memusatkan perhatian penuh pada tiap kata yang keluar dari mulut kolonel.
"Jadwal kalian untuk melapor ke lapangan latihan ketujuh pukul 14.00 dibatalkan. Kalian berdua harus segera melapor ke Komando Tempur Udara ke-6."
Segera—kata kuncinya tampaknya adalah "segera". Ini jelas ujian terhadap kemampuan mereka merespons perintah mendesak.
"... Selain itu, saya rasa ini tak perlu saya katakan, tapi proses seleksi ini bersifat rahasia."
Seperti dugaan. Kewajiban menjaga kerahasiaan pun ditegaskan. Keduanya langsung menyesuaikan rencana semula. Pada prinsipnya, terbang di atas kota dilarang. Kendaraan militer darat akan cukup. Idealnya, mereka bisa meminjam kendaraan dari Polisi Militer.
"Jika kemampuan kalian menjaga kerahasiaan diragukan, kalian akan segera dikirim kembali ke unit asal untuk menjalani tindakan disipliner. Perhatikan baik-baik hal ini."
"Siap, Jenderal!"
Mendengar peringatan tersebut, keduanya segera meninggalkan ruangan dan mulai berdiskusi.
"Komando Tempur Udara ke-6? Maaf, kamu tahu di mana letaknya?"
"Jangan khawatir, aku ingat itu markasnya di Pangkalan Udara Augsburg."
Itu adalah markas asing bagi Letnan Baruhein. Untungnya, Letnan Schubertz mengetahuinya. Pangkalan itu berada di pinggiran ibu kota dan dikenal sebagai unit transportasi yang mampu menjalankan operasi logistik berskala besar. Karena mereka sedang mendaftar ke unit elit, tentu saja kerja sama dengan angkatan udara menjadi hal penting. Dan demi menjaga kerahasiaan, wajar bila markasnya terletak di pinggiran kota.
"Jadi lokasinya di pinggiran? Waduh. Dari mana kita bisa dapat kendaraan militer?"
Alasan penempatan itu memang bisa dimengerti, tapi masalahnya sekarang adalah kendaraan. Malangnya, keduanya merupakan bagian dari angkatan timur, dan tak punya wewenang atas personel lokal. Opsi transportasi mereka terbatas. Dan karena ini rahasia, naik taksi jelas bukan pilihan.
"... Tim Polisi Militer yang ditugaskan ke Kantor Staf Umum seharusnya punya kendaraan. Mungkin kita bisa pinjam dari mereka."
Saat Letnan Schubertz sedang bingung, sosok seorang polisi militer yang memberi hormat kepadanya memberinya ide. Ia melangkah cepat dan memastikan bahwa prajurit itu memang sersan dari Polisi Militer yang ditugaskan ke Kantor Staf Umum. Jika benar, mereka seharusnya punya kendaraan yang bisa dipinjam. Dan karena mereka berada di bawah Kantor Staf Umum, masalah kerahasiaan pun tak akan jadi kendala.
"Sersan, bisakah kami meminjam kendaraan dari Anda?"
"Tentu saja, Letnan. Tidak masalah sama sekali."
Sersan itu segera menuruti perintah tanpa banyak kata. Efisiensi tindakannya membuat kedua Letnan yang bersangkutan cukup puas hingga mereka mengucapkan terima kasih singkat. Setelah memberi hormat sesuai aturan dan melepas kendaraan yang membawa kedua perwira muda itu, Sersan bersama para anggota Polisi Militer serentak menundukkan kepala dan menghela napas begitu mobil menghilang dari pandangan.
Tugas resmi mereka adalah mengawal para peserta ujian yang telah terkecoh menuju pangkalan. Dari sana, mereka akan dipulangkan kembali ke unit asal masing-masing. Namun, jumlah yang harus ditangani kali ini sudah di luar batas kewajaran.
"...Itu sudah kelompok keempat belas, bukan?"
Setelah memastikan secara lisan, barulah ia kembali menyadari betapa banyaknya korban yang terjebak dalam tipuan seleksi.
"Masih tersisa berapa kelompok lagi hari ini? Kudengar ada lima."
Hanya pada hari ini saja, permintaan serupa telah diterima sebanyak 14 kali. Patroli yang sengaja dilakukan di jalur tertentu pun merupakan instruksi langsung dari atasan, agar para peserta ujian pasti berpapasan dengan mereka. Jika hanya satu atau dua kelompok yang terjebak, masih bisa dianggap kebetulan. Namun, apabila jumlahnya menembus belasan, jelaslah bahwa hal ini merupakan bagian dari strategi ujian.
"Ini benar-benar buruk. Kukira setidaknya ada empat kelompok yang bisa lolos."
Kenyataannya jauh lebih parah. Betapa mudahnya para Letnan itu dikelabui untuk kembali ke unit masing-masing tanpa sedikit pun menyadari kenyataan. Pada akhirnya, mereka pasti akan menaiki pesawat angkut dari Augsburg menuju timur, lalu dipulangkan secara resmi ke kesatuan asal.
"Jadi memang anak-anak tim tiga yang menebak dengan benar?"
Tim tiga bertaruh seluruh peserta akan tersingkir. Tim satu memperkirakan empat orang akan berhasil. Tim dua memilih setengahnya lolos, namun mereka sudah tersingkir dari taruhan. Sekarang yang tersisa hanyalah harapan tipis agar setidaknya ada satu kelompok yang mampu melewati ujian ini.
Sersan itu mengingat sebotol anggur sebagai taruhan pribadinya. Demi hasil taruhannya, ia hampir memohon dengan segenap hati agar para peserta ujian bisa lolos. Meskipun ia bukanlah orang yang saleh, pada kondisi ini yang bisa dilakukannya hanyalah berdoa. Lagi pula, tiada umat yang lebih khusyuk daripada seorang penjudi.
Dua hari kemudian, Kantor Staf Umum Angkatan Darat Kekaisaran, Gedung Samping, Ruang Rapat Tujuh
"Apa maksudnya V601 hanyalah propaganda politik!?"
Letnan Dua muda itu tidak dapat menerima kenyataan tersebut, sehingga ia memprotes dengan penuh semangat. Kedua tangannya yang mengepal hampir saja menghantam meja. Ia terburu-buru datang ke tempat ini karena ingin membantu pasukan barat yang tengah bertempur sengit. Namun… misi yang diberikan kepada pasukan timur ternyata hanya sekadar propaganda politik?
Jangan bercanda! itulah teriakan amarah yang dipancarkan sekujur tubuh Letnan Dua itu.
"Tenanglah, Letnan. Saya pun tidak berniat menyampaikan hal semacam ini."
Sebaliknya, sang Mayor menundukkan kepalanya dengan nada penuh permintaan maaf. Ya, Mayor itu sedang memohon pengertian dari seorang Letnan Dua. Perkembangan ini benar-benar membuatnya kewalahan. Meski ia tidak mampu menyampaikannya dengan baik lewat kata-kata, tindakannya jelas menunjukkan ketulusan.
Melihat sikap itu, bahkan Letnan Dua yang marah pun menyadari bahwa tidak ada gunanya melampiaskan emosi pada Mayor di hadapannya.
"... Jadi Anda ingin saya pergi begitu saja tanpa perlawanan?"
"Maafkan saya. Saya menghargai semangat Anda. Jika ada kesempatan lain, silakan mendaftar kembali."
Nada bicara Mayor itu terdengar simpatik. Barangkali nada penuh permintaan maaf itulah yang membuat Letnan Dua akhirnya melonggarkan genggaman tinjunya. Setelah memberi hormat dengan sempurna, ia pun meninggalkan ruangan.
"... Mohon izin untuk mundur."
Begitu pintu tertutup, sosok sang Mayor bergetar lalu memudar. Pada saat yang sama, kursi-kursi yang semula tersembunyi oleh Umpan Optik pun terungkap. Letnan Dua muda itu, penuh gairah namun tanpa hasil, sama sekali tidak menyadari bahwa dirinya sedang diamati sejak awal. Karena itulah para pengamat hanya bisa menghela napas kecewa. Sungguh, napas yang amat berat.
"... Sudah saatnya kita mengadakan studi mendalam mengenai penanggulangan Umpan Optik."
Dari sudut ruangan yang tadi hanya tampak seperti dinding kosong, beberapa perwira muncul begitu saja dari udara, seolah-olah dilahirkan dari kehampaan. Salah satunya melontarkan komentar getir seakan baru saja menelan segenggam labu pahit. Bagaimanapun juga, mereka sudah bosan menyaksikan drama murahan yang sama berulang kali.
Melihat orang-orang dungu itu memuntahkan kata-kata konyol tanpa menyadari bahwa mereka telah ditipu memang sangat menyedihkan. Wajar jika para pengamat merasa kesal.
Tipuan yang digunakan sesungguhnya sangat sederhana: hologram yang diciptakan dengan Umpan Optik. Sebuah bayangan manusia diproyeksikan di depan meja di sudut ruangan, sementara ilusi optik menyamarkan kejanggalan bahwa meja itu ditempatkan terlalu dekat dengan dinding.
Dengan manipulasi kecil itu, ruangan seolah-olah terlihat lebih sempit, dan meja tampak berada di tengah dinding. Pada kenyataannya, ruang sisa di balik ilusi itu dipenuhi perwira tinggi yang mengamati dengan getir. Letnan Dua muda itu, penuh semangat namun sia-sia, sedang mempertontonkan drama seorang diri di depan para penguji.
Kesimpulannya jelas: sebagai penyihir, sebelum berbicara mengenai akal sehat, ia bahkan tidak memiliki kemampuan kognitif dasar. Dengan begitu, ia justru berhasil memperlihatkan kelemahan pasukan timur secara terbuka bahwa mereka kekurangan pengalaman tempur. Andai ini kelemahan musuh, tentu tidak ada masalah. Namun, tidak ada staf umum yang akan senang mengetahui bahwa unit mereka sendiri terbukti inkompeten.
"Seperti yang sudah saya katakan. Wajar saja jika mereka dikritik karena memiliki pandangan yang sempit."
Kapten Degurechaff hanya mengangkat bahu. Melihat ekspresinya yang muak, kelompok perwira dari pasukan timur yang datang beberapa hari lalu untuk memprotes langsung pucat pasi.
Selama proses seleksi unit elit, hampir seluruh pelamar dari pasukan timur gagal total, hingga memicu badai kemarahan. Mereka menerima penilaian tanpa ampun: "tidak kompeten, malas, arogan, dungu, ceroboh, kurang fokus, tidak peka, dan pengisap gaji buta paling parah." Kesimpulannya: seluruh penyihir dari pasukan timur perlu dididik ulang.
Jangan bercanda! teriak para staf perwira timur dalam hati. Mereka datang dengan penuh amarah untuk mengajukan protes keras ke Kantor Staf Umum. Namun, yang terungkap di hadapan mereka jauh lebih buruk daripada yang mereka bayangkan.
"Daripada saya jelaskan panjang lebar, lebih cepat kalau saya tunjukkan langsung."
Setelah berkata demikian, Kapten Degurechaff menarik para perwira yang datang memprotes untuk menjadi penguji. Triknya sangat sederhana: menguji kemampuan para pelamar dalam menembus ilusi Umpan Optik yang paling dasar.
Sebagai contoh, hologram itu tidak memiliki tubuh nyata. Dengan meja sebagai penghalang, ilusi itu bisa bertahan sampai batas tertentu. Tetapi setelah seharian penuh, bahkan staf perwira yang bukan penyihir pun bisa merasakan kejanggalannya. Terutama karena hologram itu hanya menggerakkan mulutnya, berpura-pura berbicara.
Dengan bantuan sintetis suara, suara yang sudah disiapkan Kapten Degurechaff diperdengarkan. Jika didengarkan dengan seksama, jelas bahwa suara itu berasal dari samping.
Bagi yang sudah mengetahui kebenarannya, trik itu hanyalah gangguan sepele. Namun, hampir semua pelamar terkecoh. Mayoritas mengikuti instruksi palsu untuk pergi ke pangkalan udara, dan langsung dipulangkan kembali ke unit masing-masing.
Kenyataan ini hanya akan berujung pada satu hal: pasukan timur akan menerima teguran keras. Bahkan, dapat dikatakan teguran itu sudah pasti. Staf perwira dari timur kini menjadi sasaran tatapan penuh tuduhan dari para petinggi Kantor Staf Umum.
"Saya mengerti. Awalnya saya datang hanya ingin melihat sendiri alasan para pelamar gagal, dan sekarang saya sudah tahu jawabannya."
Wakil Kepala Logistik, Brigadir Jenderal Zettois, menyeringai dingin ketika memandangi kelompok dari timur. Tatapan matanya seolah berkata: Selama ini apa sebenarnya yang kalian kerjakan?
Menipu musuh dengan Umpan Optik bukanlah hal baru. Dalam kurikulum pelatihan pun tercatat jelas bahwa Umpan Optik merupakan metode efektif menghadapi tembakan volley massal dari pasukan Republik. Lebih dari itu, Republik kerap menggunakan sihir ini di medan tempur, sehingga kontra-ilusi dianggap sebagai kemampuan mendasar bagi setiap penyihir. Fakta bahwa para pelamar gagal menghadapi ujian dasar ini hanya menegaskan rendahnya kualitas pelatihan mereka.
"Sebagai perbandingan, separuh veteran dari pasukan pusat mampu menembus tipuan ini."
"Hampir seluruh pelamar dari pasukan timur gagal menghadapi ujian yang sama. Ini masalah besar."
Para perwira tinggi melontarkan kritik pedas. Salah seorang staf perwira mencoba membela diri dengan ragu:
"... Mohon maaf, apakah masalah ini lebih karena perbedaan tingkat keterampilan, bukan pengalaman tempur?"
Maksud pertanyaannya jelas: apakah kegagalan ini semata-mata karena Kapten Degurechaff terlalu unggul. Setidaknya pasukan timur tahu bahwa penyihir sekelas penerima Medali Serangan Sayap Perak sangatlah langka. Maka ia mencoba mengalihkan masalah dari pengalaman tempur menjadi perbedaan bakat alamiah.
"Ini hanyalah sihir sederhana ilusi dengan Umpan Optik. Biasanya digunakan sebagai umpan di medan tempur."
Namun, jawaban singkat Kapten Degurechaff sudah cukup membungkam. Umpan Optik memang sihir standar yang digunakan langsung dalam pertempuran. Dan kata-kata seseorang yang sudah selamat dari hujan rentetan tembakan musuh jelas memiliki bobot besar. Lebih lagi, fakta bahwa separuh personel pusat di front barat mampu menembus ilusi ini tidak bisa dibantah.
"Dipermainkan habis-habisan oleh seorang penguji fiktif yang hanyalah bias cahaya. Saya rasa semua orang paham mengapa saya enggan merekrut orang-orang seperti itu."
"Apa hasil dari pasukan timur sejauh ini?"
"Dari 29 kelompok pelamar, 27 di antaranya terkecoh dan dipulangkan ke unit asal."
Mendengar laporan administratif yang dibacakan dengan tenang, para penguji yang seharian menyaksikan sandiwara ini hanya bisa menghela napas.
Staf Operasi bahkan sampai memegangi kepala, sungguh-sungguh mempertimbangkan perlunya merombak total program pelatihan regional. Jika sebuah unit dapat dikelabui dengan mudah seperti ini, bagaimana mungkin mereka sanggup berperang?
"Bahkan jika kita menambahkan 5 dari 10 kelompok pasukan pusat yang lolos, jumlahnya hanya cukup untuk satu skuadron."
Pada tes pertama yang dilakukan berpasangan, hanya belasan orang yang memenuhi syarat. Sekalipun semua dipilih, hasilnya hanya cukup untuk satu skuadron, 25% dari target awal.
"Kita hanya bisa menggantungkan harapan pada 65 kelompok tersisa dari pasukan timur dan selatan."
Ucapan itu bernuansa optimistis, namun tatapan matanya jelas berkata bahwa hal itu mustahil.
"Dilihat dari rasio sejauh ini, percuma saja."
Dengan kata lain, kesimpulannya adalah harapan kosong. Mereka yang mendengar pun tiba pada kesimpulan sama. Para perwira timur akhirnya hanya bisa menundukkan kepala. Mereka tidak ingin unit mereka dicap tidak kompeten, tetapi kenyataan begitu kejam. Penyihir dari pasukan timur kemungkinan besar akan dipinggirkan untuk sementara waktu.
"... Bagaimana jika standar penerimaan diturunkan?"
"Kalau begitu, kita harus menyusun ulang kriteria, dan mereka baru bisa diuji setelah pelatihan tambahan. Itu akan sangat membuang waktu dalam penyusunan unit."
Para perwira dari Departemen Logistik mulai membicarakan kemungkinan re-seleksi dengan wajah kecewa. Banyak mata memandang staf timur dengan tatapan penuh tuduhan: Apakah kalian hanya bermain-main selama ini? Menurunkan standar berarti memperpanjang waktu pembentukan unit—hal yang sangat berbahaya.
Masalah terbesarnya adalah lamanya waktu pelatihan yang akan dibutuhkan. Veteran yang menyesuaikan diri dengan unit jelas berbeda dengan merekrut orang baru dari nol. Jika kemampuan anggota berbeda terlalu jauh, yang lemah hanya akan menjadi beban. Artinya, unit harus dipaksa memenuhi standar yang sama.
Dengan demikian, jika Kapten Degurechaff ingin menjadikan skuadron yang lolos sebagai fondasi unit barunya, waktu yang diperlukan akan sangat panjang.
"Berapa lama tepatnya?"
"Saya memerlukan sekitar satu bulan."
Ironisnya, kata-kata Kapten Degurechaff inilah yang menyelamatkan kelompok perwira timur dari atmosfer menyesakkan. Semua perhatian langsung teralih padanya ketika ia menyatakan tenggat waktu satu bulan tanpa ragu sedikit pun. Seleksi dan pelatihan biasanya memang memakan waktu sangat lama.
Namun, Kapten Degurechaff menyatakannya dengan mantap di hadapan para perwira tinggi, tanpa sedikit pun kehilangan nada tegasnya.
Artinya, hanya dalam satu bulan, ia akan mampu mengubah pasukan yang tidak kompeten ini menjadi prajurit yang dapat digunakan.
Jika seorang Kapten biasa yang mengucapkan hal semacam itu, orang hanya akan mengira bahwa ia sedang menyombongkan diri atau sekadar orang bodoh. Bagaimanapun juga, melatih rekrutan biasanya memerlukan waktu dua tahun. Sekalipun para anggota itu adalah Penyihir dengan pengalaman sebelumnya, membentuk sebuah Wing dalam kurun waktu sebulan adalah sesuatu yang sangat diragukan.
Kata-kata 'tidak mungkin', 'tidak bisa dilakukan', dan 'tak ada peluang' sudah berada di ujung lidah semua orang.
Namun Kapten Degurechaff memiliki aura yang menyingkirkan semua keraguan. Aku akan melatih mereka, dan kalian akan menyaksikannya sendiri. Jika hal ini tidak ditopang oleh kemampuannya yang telah terbukti, wajar bila kepercayaan dirinya dianggap sebagai kesombongan.
Para perwira tinggi yang seluruhnya cukup tua untuk menjadi kakeknya ditekan habis oleh wibawanya. Rasa kehadiran dan intimidasi yang dipancarkannya membuat mereka melupakan kewajiban untuk menuntut pertanggungjawaban dari Angkatan Darat Timur.
"Kalau begitu, tidak masalah. Tidak apa-apa untuk sedikit lebih keras, latih ulang mereka dengan benar."
Dialah satu-satunya yang mungkin sudah memperkirakan situasi semacam ini. Brigadir Jenderal Zettois, Wakil Kepala Staf Logistik, menyeringai. Ia memberikan izin kepada Tanya untuk melakukan apa pun yang ia perlukan selama tidak ada yang mati.
"Siap, Jenderal."
Kapten Degurechaff menjawab dengan senyum yang serupa dengan atasannya. Layaknya vampir yang baru menemukan mangsanya. Senyum itu pada hakikatnya lebih dekat kepada anak kucing yang sedang bermain-main dengan buruannya.
"Kirim laporan ini kepada Departemen Pelatihan. Suruh mereka merombak rezim pelatihan Angkatan Darat Selatan dan Timur."
"Dan pastikan hal itu dilakukan dengan sempurna." Brigadir Jenderal itu menambahkan, seolah-olah baru saja terpikir olehnya. Ia sama sekali tidak berniat mengeskalasikan persoalan kesiapan Angkatan Darat Regional kepada atasan yang lebih tinggi. Sebaliknya, yang ia inginkan adalah pelatihan ulang secara menyeluruh.
"Hal ini akan menimbulkan kekhawatiran jika terus berlanjut. Mulai sekarang, ini akan menjadi isu umum dalam pelatihan tempur."
---
Kawasan Kekaisaran, Pegunungan Alpen Lapangan Latihan Zugspitze
"Ya Tuhan, berikanlah hamba kekuatan untuk menuntun domba-domba yang tersesat ini."
Ketinggian 8.000 kaki. Pada ketinggian yang telah melampaui batas kewajaran bagi seorang Penyihir Udara, suara yang bergema terdengar begitu tulus. Mereka yang semula memiliki semangat memberontak sudah dipatahkan. Kini kami sejinak anak domba, memaksa tubuh yang hampir mati untuk tetap terbang di udara. Tidak, sebenarnya, kami dipaksa untuk terbang. Paru-paruku meraung meminta oksigen, terengah-engah seakan-akan aku seorang penderita asma yang memaksa paru-parunya menghirup udara lebih banyak. Meskipun kesadarannya terhuyung, Visha masih sanggup mengendalikan Operation Orb-nya. Jika persepsi waktunya tidak terlalu terdistorsi oleh pikirannya yang mulai goyah, maka peristiwa ini berlangsung kira-kira lima hari lalu.
"Saudara-saudara sekalian, aku akan memberi kalian pilihan. Tembak aku jatuh atau nikmati pelatihan ini."
Saat kami benar-benar kelelahan dan tertidur seperti mayat. Dibandingkan waktu di garis depan Rhine, di sini ada ranjang, sehingga tampaknya Kapten Degurechaff memiliki sisi lembut… Namun begitu aku lengah dan tertidur, seketika aku terbangun dengan seluruh asrama diledakkan oleh bombardemen sihir. Aku meraih Operation Orb dan sekop, lalu segera mengaktifkan Barrier Pelindung. Saat kami merangkak keluar dari puing-puing, yang menyambut pandangan kami adalah senyum berani Kapten Degurechaff. Menatap wajah yang sudah akrab di garis depan Rhine adalah bencana bagi jantung, lebih buruk daripada semua keisengan Erya.
Senapan dengan bayonet yang terpasang membuatnya terlihat seperti vampir yang bersuka cita akan prospek berburu manusia. Bilah yang dipoles hingga berkilau seakan menunggu dengan sabar saat seorang Penyihir lengah. Mengabaikan kegelapan malam, cahaya bulan terpantul dari logamnya. Operation Orb yang tergantung di dadanya dipenuhi mana, tanpa sedikit pun berusaha menyembunyikan niatnya untuk menyerang siapa pun yang lengah.
"Dengarkan baik-baik, untuk satu minggu ke depan, kalian semua akan menjalani pelatihan pergerakan tempur di zona B13."
Pada peta yang entah sejak kapan telah ia siapkan, terdapat tiga titik yang ditandai. Menurut garis besar konten pelatihan, kami harus segera bergerak dengan kecepatan penuh menuju titik perhentian pertama. Batas waktu: 48 jam.
Segala cara diizinkan, dan poin utamanya adalah tidak boleh ada yang terjatuh dari barisan. Berbaris adalah dasar sebuah unit, hal yang diajarkan dengan ketat di Akademi Kadet. Namun bisakah syarat bahwa artileri akan dipanggil bersamaan dengan bombardemen sihir setiap kali mana terdeteksi, dihilangkan?
Menyembunyikan mana ketika berbaris adalah tugas yang luar biasa sulit. Bahkan Visha yang kaya pengalaman di garis depan Rhine pun bukan pengecualian. Terlebih lagi, kami telah diledakkan bersama asrama. Satu-satunya barang yang tersisa hanyalah apa yang berhasil kami lindungi dengan Barrier Pelindung. Air pun langka. Melakukan perjalanan tanpa bantuan sihir dalam kondisi semacam ini? Menghadapi pertempuran nyata rasanya jauh lebih mudah, kami benar-benar ingin menangis.
Namun, setelah menahan kesulitan ekstrem dan berhasil mencapai titik perhentian kedua, kami menerima perintah untuk melaksanakan perang optik. Konten pelatihan diubah karena unit artileri merasa bosan.
"Saudara-saudara sekalian, aku sangat senang melihat tidak ada yang gugur."
Begitu Kapten menunjukkan senyumnya yang jarang muncul, semua orang merasakan hawa dingin menjalar ke tulang. Senyum itu pertanda bahwa sesuatu yang lebih buruk akan segera diungkapkan, dan Visha yang menyadarinya tak kuasa menyesali Tuhan, ini sungguh keterlaluan.
Senyum itu seakan berkata: 'Oh, jadi itu masih belum cukup keras? Tak kusangka ternyata semudah ini.' Jika bukan demikian, maknanya: 'Sepertinya aku bisa lebih keras lagi'… Tuhan, aku membencimu.
Namun betapapun aku membencinya, aku mengerti bahwa Kapten dengan senang hati akan menyesuaikan diri dengan kami, dengan cara meningkatkan tingkat kesulitan pelatihan.
"Berkat performa kalian yang luar biasa, unit artileri berhasil menghemat banyak amunisi." Apa yang akan terjadi selanjutnya tak perlu dijelaskan. Kapten tersenyum penuh kemenangan saat menjerumuskan semua anggota, termasuk Visha, ke dalam jurang keputusasaan.
"Saudara-saudara, adalah sikap buruk bila mengucilkan rekan sendiri. Mari kita bersenang-senang bersama unit artileri."
Setelah itu, Kapten Degurechaff melafalkan mantra dan meluncurkan gelombang panas. Dari arah tujuannya, sebuah peluru latihan melayang ke arah kami. Unit artileri tengah menggempur titik perhentian.
Bombardemen artileri ke posisi tetap. Serangan yang sederhana, dan akan aneh bila tidak mengenai sasaran. Ia benar-benar berkata: "Kerja bagus, saudara-saudara sekalian, kalian berhasil membuatku terkesan"?
"Teknik yang mengagumkan. Walaupun ini hanya latihan, kalian cukup baik dalam menghindari pengamatan sihir unit artileri. Itu luar biasa, tetapi akan menjadi bencana bila kalian tidak mampu menahan serangan artileri. Mengantisipasi kemungkinan semacam itu juga bagian dari pelatihan. Jadi, untuk latihan gabungan dengan unit artileri, mari kita lakukan pelatihan pertahanan pangkalan. Anggap ini sebagai pertempuran defensif. Mulai sekarang, kalian memiliki waktu 15 menit untuk memperkuat pangkalan. Jangan khawatir, persediaan peluru latihan mereka sangat terbatas. Kemungkinan besar, mereka hanya mampu menembak selama 36 jam berturut-turut."
Dengan suara imut yang menjijikkan, ia mengumumkan agenda berikutnya dari 'karya wisata' ini dengan riang. Seketika, Visha berlari sambil menangis untuk mulai membangun pertahanan. Tak pernah terpikir olehnya bahwa akan ada hari di mana ia merasa sekop adalah sahabat yang paling dapat diandalkan.
"Baiklah, saudara-saudara sekalian. Jika kalian tidak ingin mati, hadapi semua tembakan yang masuk. Jika ada yang menyimpang dari rute yang ditentukan, aku akan melancarkan bombardemen sihir."
Ah, itu pasti mematikan. Mengingat kembali, aku teringat bahwa memang ada peluru berdaya rendah yang sengaja dicampur untuk 'membangunkan kami', jadi ini bukanlah kejutan. Bagaimanapun, ini Kapten Degurechaff. Ia pasti menepati ucapannya. Jika kami tidak ingin mati, tidak ada kebohongan dalam peringatannya itu.
Artileri menembak tanpa henti. Meskipun aku sudah mempersiapkan mental, aku tak mampu menahan air mata saat membayangkan apa yang akan kami hadapi selanjutnya.
"Tuhan, lindungilah hamba-Mu yang mengagungkan-Mu. Perlihatkanlah kepadaku kekuatan dan kemuliaan-Mu."
Selain Kapten yang melindungi dirinya dengan Barrier Pelindung yang megah, semua orang lainnya maju menyerbu untuk mencegat peluru-peluru yang jatuh. Dari jarak ini, ada beberapa menit sebelum peluru menghantam. Kami dapat mengamati dan menembak jatuh peluru dengan lintasan yang mengancam. Kedengarannya sederhana, namun menyerap energi dalam jumlah yang mengejutkan.
Terdapat 72 peserta latihan. Namun bahkan dengan dua Wing orang, kami sama sekali tidak terlatih dalam pertahanan maupun membangun jaringan intersepsi terhadap bombardemen yang diarahkan oleh pengamat depan. Terlebih lagi, jika gagal mencegat peluru, dampaknya akan menghancurkan.
Bombardemen itu ibarat gabungan kekuatan semua artileri di kawasan tersebut. Jika kami tidak terpikir untuk berusaha mengidentifikasi peluru aktif yang dicampurkan dengan peluru latihan, sudah pasti kami akan dimusnahkan seluruhnya. Ditambah lagi, bombardemen berlangsung sporadis hingga dini hari, mendorong para peserta kelelahan dan memaksakan mata kami terjaga, membuat semua orang jatuh ke dalam keputusasaan. Terutama, bila pasanganmu melakukan kesalahan, kalian berdua akan diledakkan bersama.
Namun, jika ada yang hanya memperkuat pertahanan pribadi, maka rekan lainnya akan hancur. Tidak ada pilihan selain mempercayai rekan-rekan. Siapa pun yang gagal melakukannya akan dieliminasi tanpa ampun. Situasi ini benar-benar sama seperti di garis depan, memaksa kami sampai ke batas terakhir. Pada akhirnya, aku tidak tidur dengan benar selama pertahanan pangkalan.
Akhirnya, tiga puluh enam jam kemudian, sang Kapten menunjuk ke radio dengan canggung:
"Saudara-saudara, unit artileri mengatakan bahwa mereka masih memiliki amunisi tersisa."
Segera setelah itu, suara yang sudah akrab meraung kembali di udara dan mendekat sekali lagi. Unit artileri melanjutkan penembakan mereka. Dan itu terjadi tepat setelah semua orang sempat merasa tenang. Hentakan itu mengguncang para penyihir yang nyaris tidak mampu bertahan. Berbalik dan berlari demi menyelamatkan diri mungkin merupakan naluri alami, tetapi akibatnya akan sangat fatal.
Para peserta latihan sekali lagi menyaksikan sang Kapten menepati ucapannya dengan penuh kepuasan. Pada akhirnya, meskipun bombardemen akan segera berakhir, jumlah taruna telah menyusut hingga sekitar enam puluhan orang. Segera setelah itu, mereka langsung diarahkan menuju pos pemeriksaan ketiga. Kali ini tidak ada persyaratan rumit, mereka hanya perlu maju ke depan. Selain batas waktu, tidak ada penjelasan lebih lanjut. Dengan kata lain, praktis tidak ada informasi intelijen yang diberikan.
"Perhatikan baik-baik, saudara-saudara, kalian sedang melakukan mars."
Visha, yang hanya menerima instruksi itu, mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk; apa pun bisa terjadi, dan ia tidak boleh lengah. Ia maju dengan hati-hati. Meskipun skuadron bersenjata bahan peledak terbang rendah untuk melakukan pencarian, tidak akan menjadi masalah selama mereka tidak menemukannya. Meskipun ia melihat anjing Doberman peliharaan militer, ia hanya perlu menghindarinya. Setiap situasi bisa dihindari.
Namun, ia tetap mempertahankan kewaspadaannya, meyakini pasti ada jebakan di balik ini. Tetapi seolah sedang diejek, mereka benar-benar tidak menemui perangkap licik apa pun. Mereka sungguh hanya melakukan mars. Sudah tentu batas waktu hanya dapat dipenuhi apabila para penyihir yang kelelahan itu memaksakan diri bergerak dengan kecepatan penuh.
Setelah melirik Visha dan yang lainnya yang benar-benar kelelahan, sang Kapten menunggu di pos ketiga sambil tersenyum. Ia berkata: "Kerja bagus, mari kita mulai pelatihan anti-interogasi."
Kelompok yang berhasil melewati pelatihan anti-interogasi dalam keadaan letih segera dilemparkan langsung ke Alpen. Itu adalah mimpi buruk yang tak ingin mereka ingat lagi. Ketika Visha mengerang dengan suara yang mengerikan—suara yang seharusnya tidak pantas keluar dari seorang gadis remaja—karena berjuang di ambang kematian, sang Kapten justru berjalan di sisinya dengan tenang. Ia adalah rasul iblis atau utusan Tuhan.
Ah, ternyata memang ada sekutu yang lebih kutakuti dibanding musuh. Lebih dari itu, sang Kapten sama sekali tidak memiliki sisi kemanusiaan. Aku berani bersumpah atas jantungku yang masih berdetak, beberapa dari kami melihat Kapten menendang seseorang yang pingsan saat latihan hingga terpental, dan sebelum kami sadar, orang itu sudah dipulangkan kembali ke unit asalnya. Aku sungguh telah mengintip ke dalam jurang kematian.
Di pegunungan Alpen, tujuh ribu kaki di atas permukaan laut, aku terjebak dalam longsoran salju, tak mampu bergerak karena kakiku patah. Namun aku benar-benar melihatnya. Sekalipun aku menceritakannya pada rekan-rekan, mereka tidak akan pernah mempercayai aku.
"Idiot. Bagaimana rasanya tidak mampu menghindari longsoran, lalu menjadi beban bagi rekan-rekanmu?"
Kapten menghujaniku dengan kata-kata kasar, tetapi aku tahu. Aku melihatnya. Kapten menerjang masuk ke dalam longsoran itu untuk menyelamatkanku.
Meskipun rekan-rekanku mengatakan bahwa setelah aku cedera parah lalu dilemparkan seperti kain lap kepadanya oleh Kapten, mereka tetap tidak mempercayaiku. Kapten tak terbantahkan adalah seorang komandan yang hebat. Namun aku sama sekali tidak bisa memahami dirinya sebagai sesama manusia. Kenyataannya, semua orang justru mengutuki perwira atasan kami itu sambil tertawa.
Rekan-rekan yang gila. Mungkin mereka juga sudah terinfeksi kegilaan sang Kapten. Walaupun demikian, aku menerima sebuah wahyu dari Tuhan, memerintahkanku untuk menyelamatkan Kekaisaran, dan berfirman: Kalian adalah pasukan elit yang dipimpin oleh utusan yang melindungi wilayah Tuhan.
Betapa gilanya dunia ini. Jika sang Kapten benar-benar seorang utusan Tuhan, maka yang ada di dunia ini hanyalah iblis. Tidak, aku harus mengatakan bahwa dialah penyebabnya. Para dewa dalam mitos menunjukkan keberadaan mereka melalui fenomena nyata di dunia. Doktrin gereja ditetapkan demi Tuhan, bukan ditentukan oleh segelintir orang demi manusia.
Namun demikian, tidak seorang pun yang bisa mengetahui apa yang akan ia hadapi dalam hidup.
Mustahil melatih pasukan elit hanya dalam satu bulan. Ya, itu hanyalah akal sehat semata.
Namun, karena aku sudah memberikan janjiku di hadapan para perwira tinggi, sekarang menyesal pun sudah terlambat.
Kenyataannya, jika aku gagal, itu akan menjadi masalah besar. Dan reputasiku akan terganggu, dengan hukumanku berupa penugasan di garis depan. Tetapi jika aku bisa membimbing kesimpulan sehingga masalah terletak pada kualitas kelompok ini, bahwa mereka bahkan tidak bisa dibina oleh Kapten Degurechaff, maknanya akan berubah sepenuhnya.
Karena para atasan cenderung menutup-nutupi kegagalan mereka, mereka bahkan mungkin membatalkan seluruh urusan ini. Selain itu, Tanya menerima izin dari Departemen Logistik untuk menggunakan segala cara yang diperlukan. Maka, jika dia mendorong para peserta latihan sampai batas tertinggi, mereka pasti akan menyerah.
Dengan demikian, ia hanya perlu memberikan latihan yang tak tertahankan, membiarkan mereka mendapatkan penilaian sebagai orang pengecut yang tidak memiliki kemauan untuk menyelesaikan sesuatu hingga akhir, dan semua masalah akan terselesaikan.
Aku akan lolos tanpa cedera. Maka, aku memutuskan untuk menerapkan metode pelatihan yang digunakan di seluruh dunia sepanjang sejarah manusia. Menu ala Amerika adalah sebagai berikut: mengubah latihan adaptasi bawah air menjadi latihan adaptasi ketinggian. Ini benar-benar akan memaksa mereka menahan diri sampai batas kemauan mereka.
Setelah menyelesaikan latihan ini, yang menyusul adalah pekan neraka yang terkenal. Mereka hanya akan tidur total 4 jam dalam empat hari. Dikatakan bahwa ini bisa mendorong manusia ke batas absolut, latihan yang bisa menyingkap kekejaman sifat manusia. Meskipun penyihir mampu memecah fokus pikiran mereka, tetap ada batasnya. Jika aku bisa menunjukkan bahwa mereka adalah orang bodoh yang menilai diri mereka lebih dari rekan, aku bisa menyingkirkan mereka dengan alasan bahwa mereka tidak layak menjadi prajurit Kekaisaran.
Dan tentu saja, aku tidak ingin menyiksa anak buahku. Aku tidak sebodoh itu untuk merasa senang atas kekerasan yang sia-sia. Aku akan menambahkan alasan yang sesuai, dan membuat semuanya sah. Aku tidak ingin menggunakan kekerasan tanpa makna.
Itulah mengapa aku menyambut penarikan diri kapan saja; atau lebih tepatnya, aku sangat berharap mereka cepat-cepat mundur. Bebaskan aku dari tanggung jawab berat ini lebih awal. Jadi mundurlah cepat, ayo. Bagaimanapun, setelah bertahan dari pekan neraka, akan disusul satu minggu latihan SERE. Latihan berat dalam anti-interogasi dan bertahan hidup di alam liar.
TL: (SERE adalah program pelatihan militer tingkat tinggi yang dirancang untuk mempersiapkan personel militer menghadapi situasi ekstrem, mulai dari bertahan hidup, menghindar, menolak interogasi, hingga mencoba melarikan diri jika tertangkap musuh).
Jika aku bisa mendorong mereka ke ambang kegilaan, mereka mungkin akan mundur segera. Jika mereka masih tidak menyerah, aku sudah menyiapkan rencana sempurna untuk para pecandu perang ini. Mereka pasti akan benar-benar kelelahan setelah menjalani SERE tepat setelah pekan neraka.
Ini kemudian akan diikuti oleh latihan perjalanan jarak jauh melalui pegunungan Alpen sambil melarang penggunaan sihir.
Dan tentu saja, waktu tidur dan istirahat akan dipangkas sejauh mungkin. Kondisinya mengikuti standar pertempuran paling keras yang tercatat. Misalnya, hanya disediakan setengah botol air dan tanpa makanan. Peserta latihan akan didiskualifikasi jika menggunakan Operation Orb mereka. Satu-satunya yang boleh digunakan hanyalah pisau yang dibagi untuk sepasang peserta.
Akan lebih mudah dijelaskan jika jadwal dibuat lebih ketat dan keras dibandingkan tur Perwira Staf. Mereka harus menyeberangi medan berbahaya Alpen dalam satu minggu, dan akan didiskualifikasi langsung jika gagal. Melakukan itu dalam satu minggu biasanya merupakan tugas yang sangat berat, dan itu untuk seseorang yang sehat dan menantang dengan semua peralatannya.
Jika ada yang berhasil melakukannya dalam kondisi buruk seperti itu, maka aku benar-benar sial. Singkatnya, siapa pun yang melakukan kesalahan di sini akan dihapus tanpa ampun. Dengan mengikuti proses ini, aku pasti akan mendapatkan hasil yang sesuai.
Jangan khawatir, aku tahu kecelakaan mungkin terjadi. Tetapi aku sudah menyiapkan asuransi yang sempurna.
Untuk memperjelas, ini adalah rencana yang sama sekali tidak ingin aku gunakan. Aku tidak pernah memintanya. Namun, tidak ada cara yang lebih pasti daripada ini.
Maka, aku tidak punya pilihan selain menyiapkan asuransi ini dengan enggan.
Itu adalah untuk menggunakan prototipe produksi massal yang baru dikembangkan oleh orang gila di Elinium itu sebagai perlengkapan standar. Kudengar bencana berjalan itu — Kepala Insinyur Adelaide von Schugel — sedang mengembangkan Orb Operasi Elinium Tipe 97 'Mobile Assault'.
Sangat mungkin benda itu akan berkembang dengan cara sedemikian rupa sehingga para atasan akan membuat Kepala Insinyur terkutuk itu menanggung tanggung jawab.
Ya, memang ada masa di mana aku berpikir demikian juga. Jadi mengapa keadaan berakhir seperti ini? Apakah hidupku benar-benar terkutuk? Ataukah umat manusia sungguh memiliki potensi tanpa batas? Mungkin juga penting untuk sungguh-sungguh mempercayainya.
Namun, ketika menoleh ke belakang, seseorang juga harus menyingkirkan semua optimisme. Belajarlah dari kesalahan di masa lalu.
Ketika mengingat, sebagian besar kegagalanmu berasal darimu sendiri. Ada banyak keadaan ketika semuanya sudah tidak bisa diselamatkan setelah kau menyadarinya.
Ketika aku menyadarinya, aku sudah berdiri di podium — tepat ketika aku hendak mengeluh tentang tekanan darah rendah, dan betapa sulitnya bangun di pagi hari, gelombang rasa kantuk yang luar biasa menyerang kesadaranku sekali lagi. Namun melalui potongan-potongan, telingaku menangkap sebagian dari apa yang mulutku ucapkan.
"Hari ini, kalian semua akan lulus dari status belatung tak berguna. Mulai hari ini, kalian adalah Penyihir Angkatan Darat Kekaisaran.
Dengan ikatan pertempuran yang menyatukan kalian, hingga hari kematian tiba, di mana pun kalian berada, tentara akan menjadi saudara kalian, rekan seperjuangan kalian.
Kalian akan menuju medan perang di masa depan. Dan sebagian dari kalian tidak akan bisa kembali. Ingatlah itu.
Semua prajurit Kekaisaran suatu hari akan mati. Kita ada demi kematian, tetapi Kekaisaran akan hidup selamanya. Maka — kalian semua akan hidup selamanya! Kekaisaran menantikan semua orang berjuang untuknya sampai keabadian."
… Bagaimana aku bisa berakhir mengucapkan kata-kata ini?
Aku tidak memiliki ingatan tentang mengucapkannya, tetapi kenangan akan kata-kata ini masih melekat di pikiranku. Apa yang terjadi sebelum dan sesudah pidato itu kabur. Dengan penyesalan, mungkin karena aktivasi Elinium Tipe 95 selama latihan, aku sekali lagi menyadari bahwa aku telah kehilangan sebagian ingatanku. Itulah sebabnya aku membenci benda itu.
Meskipun seharusnya aku sedang berada di masa pertumbuhan, aku tidak bertambah tinggi dan harus berhati-hati ketika membuat seragam khusus. Tinggiku adalah sesuatu yang mulai membuatku cemas. Terutama ketika dikelilingi oleh prajurit bertubuh kekar atau Penyihir perempuan yang tampak seperti veteran berpengalaman (meski jumlah mereka sedikit).
Hela napas. Bagi seorang pekerja kerah putih yang juga membutuhkan stamina, ini adalah penyebab kekhawatiran. Hasil kerja yang sehat berawal dari tubuh yang sehat. Walau aku memperhatikan pola makanku, aku gagal melihat adanya perubahan. Rasanya aneh berpikir bahwa makan K-brot akan membantuku tumbuh lebih tinggi.
Bagaimanapun, sebagai seorang manusia, aku tidak ingin membuang terlalu banyak usaha, aku hanya perlu tumbuh lebih tinggi. Maka, aku pergi menanyakan kepada dokter militer mengapa aku tidak tumbuh meskipun seharusnya aku sedang dalam masa pertumbuhan. Benar, ketika aku menyadarinya, aku sudah menanyakan kepada dokter: "Apa yang harus kulakukan untuk menjadi lebih besar?"
Dokter itu berkata pertumbuhanku lambat karena ketidakseimbangan dalam latihan otot. Aku hanya perlu tidur dan makan dengan cukup, dan aku akan tumbuh lebih besar secara alami. Tatapan bingungnya membuatku heran sejenak.
Setelah memikirkannya, aku merasa ingin meraih senapan dan menembak tengkorakku sendiri untuk menghapus ingatan ini.
Sebagai seorang perempuan, dokter militer itu memiliki tubuh yang berlekuk-lekuk. Semoga bencana menimpa Kantor Staf Umum yang begitu memperhatikan hal-hal semacam itu. Dia hanya harus menunjukkan kepeduliannya padaku sebagai sesama perempuan? Lebih buruk lagi, semua ini karena aku dulu dituduh menolak iman agama akibat dianggap sebagai pria secara sepihak. Aku tak mengira hal itu mungkin, tetapi akankah aku dicuci otak hingga ingin tumbuh dewasa sebagai seorang perempuan?
Tidak, berbahaya untuk membuat keputusan hanya dari bukti tidak langsung. Walaupun benar Elinium Tipe 95 telah memberiku banyak kenangan tidak menyenangkan, pikiranku hanya dikendalikan ketika benda itu diaktifkan.
Dari catatan yang bisa kucermati, aku tidak menemukan jejak pikiranku dimanipulasi. Namun, aku punya firasat bahwa segalanya menuju arah yang penuh penyesalan. Setan terkutuk, kalian semua, beraninya kalian mempermainkan persona seseorang yang begitu mencintai kebebasan?
… Ketika aku menyadarinya, ada sebuah rosario di leherku yang sama sekali tidak kuingat asal-usulnya.
Bunda Maria? Ya, aku sering melihat itu di gereja. Aku tahu betul. Aku melihat para suster membagikan rosario ini. Benar, aku hanya menonton dari samping.
… Berhentilah lari dan hadapi kenyataan.
Mengapa aku tidak menyadari bahwa aku mengenakan rosario? Tidak, sebelum itu, sejak kapan aku mulai kehilangan ingatanku?
Ini sungguh mengerikan. Aku tidak bisa mempercayai ingatanku lagi. Bahkan jika benda ini diberikan oleh gereja, rasanya sudah cukup tua. Jika harus kujelaskan, ia memiliki gaya historis dan aura yang menyertainya.
Untuk memperjelas, seandainya ia ditemukan di era yang tepat, benda ini mungkin akan disimpan oleh gereja sebagai relik suci. Jika memungkinkan, aku ingin menemukan kesempatan untuk membuangnya jauh di tempat terpencil; jika dapat dilakukan, aku ingin menyumbangkannya sekarang juga, dan menyingkirkannya.
… Untuk mengenakan benda semacam ini di leherku, aku pasti sangat sakit.
Aku mengingat pelaksanaan latihan, itu benar. Aku ingin menggunakan proses seleksi sebagai alasan untuk menggagalkan semuanya, sejauh ini tidak ada masalah. Ingatanku selama sebulan terakhir jelas. Namun, aku merasakan bahwa… ada sesuatu yang tidak beres.
"… Seharusnya aku tidak mengaktifkannya pada ketinggian 8.000 kaki."
Benar, mengaktifkan Elinium Tipe 95 secara tak sadar demi meningkatkan ketinggian adalah kesalahan fatal. Mungkin sudah saatnya mempertimbangkan kemungkinan bahwa korupsi mental itu bersifat kumulatif. Selain sesekali memanipulasi ucapanku, korupsi yang terakumulasi tampaknya terus menumpuk mirip seperti keracunan mineral.
"Haruskah aku menjalani pemeriksaan medis untuk korupsi pikiran? Alasan apa yang harus kugunakan?"
Organisasi pemeriksaan ketat itu tengah meneliti bagaimana teknologi terkait sihir memengaruhi pikiran seseorang. Aku hanya perlu mempercayai keterampilan kelompok itu; mereka pernah mengumumkan dalam sebuah konferensi riset kontra-interogasi bahwa mereka mengembangkan teknologi yang bisa menembus kejanggalan dalam pola pikir. Mungkin aku harus menerima pemeriksaan selagi aku masih bisa berpikir jernih.
Namun, alasan akan menjadi masalah. Jika aku dianggap sebagai seorang komandan dengan gangguan mental, hal itu mungkin akan memengaruhi kehidupanku di masa depan, termasuk riwayat karierku. Di Kekaisaran, di mana konsep kesetaraan gender masih kurang berkembang, perempuan dalam manajemen memang bukan hal langka, tetapi tentu saja mereka menuntut kualitas yang sangat ketat. Jika aku ingin menjadi pekerja kerah putih, tidak akan baik memiliki reputasi bermasalah secara mental.
Ketukan berirama memutus tindakanku memegangi kepala dalam kesakitan. Yang memasuki ruangan adalah Visha, yang perlahan mulai memahami tugasnya sebagai ajudan. Aku bisa mencium masalah dari ekspresi wajahnya. Aku menghapus semua pikiran yang bisa ditunda. Aku mengalihkan pikiranku ke dalam mode kerja.
"Kapten, ada surat dari Kantor Staf Umum."
"Terima kasih. Apakah aku harus segera membalasnya?"
Jika ada masalah yang menyulitkan, Tanya menginginkan sebanyak mungkin waktu untuk menanganinya.
"Ya, Nyonya, ada seorang utusan yang menunggu di luar."
"Apa?"
Kapten Degurechaff meliriknya, segera mengambil pena, dan membaca surat yang diberikan.
Itu dikirim dari Kantor Staf Umum. Isi utamanya adalah: selesaikan penyusunan daftar unitmu, dan segera menuju pangkalan di zona militer tenggara untuk penugasan. Prioritas tertinggi.
"Kapten Degurechaff? Ada apa?"
"… Terlalu cepat. Ini terlalu cepat. Letnan, bantu aku menghubungi Kantor Staf Umum."
Ia memerintahkan Letnan Dua yang kebingungan untuk menghubungi Kantor Staf Umum. Namun, pada saat itu, orang tersebut muncul di hadapannya seolah sudah memprediksi tindakan itu. Tidak, ia pasti memang mengantisipasinya. Itulah sebabnya seorang perwira staf berpangkat tinggi dikirim dari Kantor Staf Umum untuk menemui seorang Kapten rendahan.
"Tidak, Anda tidak perlu melakukan panggilan itu, Mayor Degurechaff."
"Eh, Letnan Kolonel Lehrgen. Anda datang secara pribadi?"
Itu adalah temannya, Letnan Kolonel Lehrgen. Seorang prajurit yang baik dengan akal sehat, yang berusaha sekuat tenaga menghindari mengirim anak-anak ke medan perang.
"Benar, selamat atas promosi Anda, Mayor. Saya di sini sebagai utusan. Anda pasti memiliki banyak pertanyaan untuk saya."
Letnan Kolonel itu menyampaikan pemberitahuan seakan hanya menjalankan rutinitas. Ia tidak mempermasalahkan kabar promosinya, tetapi aroma masalah begitu terasa. Dan kenyataan bahwa mereka sampai repot-repot mengirim seorang perwira staf tinggi dari Kantor Staf Umum hanya untuk menyerahkan surat promosi kepada seorang komandan Sayap rendahan tidak masuk akal.
"… Terima kasih atas perhatian Anda, Letnan Kolonel. Mohon tinggalkan kami, Letnan."
"Ya, Nyonya, izinkan saya mundur."
Ia segera menyingkirkan semua pihak lain, termasuk ajudannya, menciptakan ruang yang seaman mungkin agar kedua belah pihak dapat beralih ke agenda utama. Mengenai promosiku. Aku samar-samar merasakan bahwa ini akan melibatkan seluruh Wing(Sayap). Dengan kata lain, Wing harus dipersiapkan untuk pertempuran nyata. Tanya bertanya-tanya apakah ia bisa menggunakan alasan pelatihan yang belum memadai dan proses pembentukan organisasi sebagai cara untuk membeli waktu.
"Baiklah, Letnan Kolonel, bolehkah saya menanyakan apa maksud semua ini?"
Penempatan di pangkalan tenggara semula dijadwalkan dilakukan setelah urusan pendahuluan untuk pembentukan unit selesai. Bagaimanapun juga, ada kemungkinan mereka akan ditempatkan ke utara atau barat sesuai dengan perkembangan perang. Namun, perintah yang datang adalah segera melapor ke pangkalan tenggara.
Secara konvensional, sebuah unit baru biasanya diberi waktu setengah tahun untuk berlatih. Terlalu aneh untuk menganggap unit itu sudah siap tempur begitu cepat.
"Jumlahnya kini 48. Pimpinan menilai bahwa proses pengisian sudah selesai sepenuhnya dengan ini."
"Itu benar, pengisian sudah selesai, tetapi unit belum siap."
Orang awam bisa saja salah paham, tetapi tuntasnya proses pengisian tidak berarti unit itu siap tempur. Jika mereka hendak digunakan sebagai pasukan tempur, dibutuhkan waktu untuk benar-benar menata struktur komando dan membangun hubungan kerja sama. Jika tidak, itu hanya unit di atas kertas. Politikus mungkin tak memahami, tetapi Kantor Staf Umum yang bertugas membentuk unit semacam ini pasti sangat memahami hal itu.
Itulah yang menakutkan. Ia harus mengasumsikan bahwa sesuatu yang cukup buruk telah terjadi, hingga mereka terpaksa mengeluarkan perintah yang tak masuk akal ini meski sadar akan risikonya.
"Tidak ada masalah dengan personel maupun perlengkapan. Kantor Staf Umum menaruh kepercayaan besar padamu."
"Tolong jangan bercanda, Letnan Kolonel. Saat ini kami belum menguasai latihan tim, pelatihan lapangan praktis, apalagi mengikat struktur komando. Kami tak ada bedanya dengan sebuah Wing latihan sekarang."
"Dengan kata lain, menurutmu unitmu terbatas secara operasional?"
"Tentu saja. Mohon beri saya setengah tahun untuk pelatihan."
Membentuk sebuah organisasi secara alamiah membutuhkan waktu. Agar para anggota saling mengenal dan membangun hubungan yang memadai, dibutuhkan setidaknya setengah tahun. Bahkan jika fakta ini diabaikan, latihan berulang tetap perlu dilakukan agar para anggota mampu bertempur bersama.
"Pimpinan yakin bahwa jika itu kau, yang mampu menyelesaikan pelatihan pendahuluan hanya dalam sebulan, maka besok pun kau bisa maju ke garis depan dan bertempur."
"Apakah mereka sedang bercanda? Unit yang baru dibentuk sama sekali tak sebanding dengan unit yang telah siap tempur."
Di atas kertas, dua unit yang telah terisi mungkin tampak sama. Namun jika salah satunya baru saja dibentuk, sedangkan yang lain sudah mengalami tempur nyata, mendapat suplai ulang dan waktu istirahat yang cukup, perbedaannya jelas. Waktu mutlak diperlukan untuk menyusun pelatihan yang layak dan mengikat sistem di dalam kelompok.
"Bahkan jika pelatihan dimulai segera setelah unit didirikan, tetap diperlukan waktu untuk menyempurnakan hasil dari pelatihan pendahuluan. Itu adalah akal sehat."
"Apakah mungkin mengerahkan mereka ke pertempuran segera setelah unit didirikan? Pimpinan yakin bahwa jika itu kau, hal itu bisa dilakukan."
Jawaban yang ia terima sama sekali tidak bisa dianggap sebagai alasan.
"Jika mereka menginginkannya, mereka bisa mengerahkan saya seorang diri ke medan tempur. Itu mungkin, tetapi apakah itu yang mereka inginkan?"
Karena ia tahu mereka tidak akan mengirimnya sendirian, maka ia berkata demikian. Lagi pula, mustahil memindahkan komandan dari sebuah unit yang baru saja dibentuk. Itulah sebabnya Tanya bersikap begitu keras.
"Tetapi jika mereka menghendaki saya memanfaatkan kekuatan sebuah Wing, maka itu perkara yang sama sekali berbeda."
Meski demikian, sungguh konyol mengharapkan para rekrutan segar menjalankan tugas layaknya unit siap tempur. Itu sama saja mengakui bahwa mereka tak sanggup menyediakan waktu untuk melatih rekrutan baru, dan bahwa para veteran di medan perang sudah tidak tersisa. Dengan kata lain; ini merupakan gejala dari penyakit terminal.
"...Mayor, Angkatan Darat Kekaisaran tak lagi memiliki kelonggaran."
"...Sampai pada titik di mana kita harus mengerahkan sebuah Sayap Penyihir yang bahkan belum menyelesaikan pelatihannya ke medan tempur?"
"Karena seluruh Penyihir dari angkatan darat kontinental telah dikonsentrasikan di barat, perang di utara menjadi berbahaya."
Saat ini, para Penyihir terkumpul di barat. Hal ini karena sebagian besar dari angkatan darat kontinental telah dikirim ke sana. Namun demikian, angkatan regional masih memiliki banyak Penyihir. Karena Federasi sudah berada di ambang kehancuran, angkatan darat utara seharusnya cukup untuk menanganinya.
Itulah sebabnya ia ingin tahu alasan sebenarnya di balik pengerahan unit secara tergesa-gesa ke tenggara, jauh dari garis depan. Tindakan mempercepat jadwal secara paksa dan menempatkan unit di belakang justru ibarat merusak anggur yang akan semakin bernilai bila disimpan, atau mengabaikan perawatan keju.
"Itulah mengapa saya tidak mengerti. Mengapa ke tenggara?"
Jika situasi di utara memang butuh bala bantuan, ia masih bisa memahami alasan kekurangan tenaga. Itu akan menjadi alasan yang jelas. Tetapi mengirim sebuah unit ke arah yang berlawanan dengan garis depan meskipun kekurangan tenaga, jelas menimbulkan kecurigaan besar.
"Itu adalah keputusan Kantor Staf Umum."
"Apakah saya diizinkan untuk menanyakannya lebih lanjut?"
"Itu akan melanggar rahasia militer. Lakukanlah yang terbaik di pangkalan tenggara untuk membangun kesiapan tempur unitmu, sampai kau menerima perintah selanjutnya."
Ia tidak menjelaskan politik di baliknya. Dalam hal itu, ia harus menyimpulkan sendiri, yang mungkin hanya akan sia-sia. Pada akhirnya, ia hanya perlu menyadari bahwa ada alasan mengapa Kantor Staf Umum menempatkan sebuah unit yang langsung berada di bawah kendali mereka ke tenggara.
"Jika tujuannya adalah kesiapan tempur, izinkan saya memimpin sebuah unit yang benar-benar terlatih."
"Tingkat pelatihan Sayapmu semestinya di atas standar dalam hal kesiapan."
"Letnan Kolonel Lehrgen, saya wajib mengajukan keberatan. Terlalu tergesa-gesa untuk menempatkan unit sekarang. Ini akan menghambat persiapan kami, dan membuat Sayap gagal beroperasi pada potensi penuhnya."
Sebuah pertanyaan menjajaki. Seorang Komandan Sayap normal tentu akan memberi peringatan bahwa waktu yang tersedia untuk melatih unit terlalu singkat.
"Catatan keberatanmu sudah saya terima. Tetapi sebaiknya kau pertimbangkan bahwa keadaan tidak akan berubah."
Yang ia peroleh hanyalah jawaban formal dari Letnan Kolonel Lehrgen. Jika nada tegasnya mewakili kehendak para atasan, maka ini berarti keputusan tetap yang tak tergoyahkan.
"Saya mengerti, Tuan."
Jadi ia hanya bisa menyerah. Namun, instruksi pada tingkat ini sebenarnya bisa saja disampaikan lewat dokumen dan perintah resmi. Mengapa mereka repot-repot mengirim seseorang secara langsung? Pertanyaan ini masih mengganjal dalam hatinya. Jawabannya tersirat dalam obrolan santai Letnan Kolonel Lehrgen yang bersikap seolah telah menyelesaikan tugasnya sebagai utusan, dan mulai membereskan barang-barangnya.
"Oh ya, sebagai seorang senior dalam kehidupan, izinkan saya memberi sebuah nasihat. Karena kau akan ditempatkan di tenggara, maukah kau mencoba belajar bahasa Dacia?"
"Hah? Bahasa Dacia?"
"Tidak ada kerugian dalam mempelajari bahasa. Terutama bagi kita, para prajurit."
Secara umum, apa yang ia katakan terdengar wajar. Tetapi mengapa menyarankan belajar bahasa Dacia secara khusus? Ada dua kemungkinan. Entah Dacia akan menjadi sekutu atau musuh. Jika sekutu, tentu ada kebutuhan untuk berkomunikasi; jika menjadi musuh, maka itu akan berguna untuk mengumpulkan intelijen musuh.
"Jika ada waktu, saya akan mempelajarinya sebagai keterampilan tambahan. Terima kasih atas nasihatnya, Letnan Kolonel."
"Bagus. Izinkan saya kembali mengucapkan selamat atas promosi Anda, Komandan Sayap Degurechaff."
CE 1924, 24 September
Provinsi Ransylvania, County Turao
Lapangan Latihan Lapangan Angkatan Darat Kekaisaran
Sayap tersebut menerima perintah untuk menjaga pangkalan yang ditugaskan kepada mereka. Dan tahap akhir dari inspeksi mereka dijadwalkan beberapa hari setelah perintah itu turun.
Namun, didesak oleh Departemen Logistik, inspeksi itu dipaksa untuk dilaksanakan lebih awal demi mengakomodasi rencana relokasi. Karena unit ini dibentuk dalam waktu singkat, seluruh perwira staf tinggi merasa khawatir terhadap tingkat pelatihan unit tersebut. Tetapi kekhawatiran itu dikhianati dengan cara yang tak terduga. Karena pada hari itu, para perwira tinggi menyaksikan pemandangan yang membuat mereka terperangah.
"Dasar idiot r! Hentikan menyeret kaki kalian dan naikkan ketinggian!"
"Itu hanya 8.000 kaki, dasar dungu. Kalian ingin aku mengulanginya lagi?"
Sejak tadi, radio terus memancarkan suara tenang tanpa emosi. Sulit dipercaya, tetapi kata-kata itu berasal dari seorang gadis yang suaranya bahkan belum pecah. Mana miliknya berkilau dengan aura mengancam, memperlihatkan niatnya untuk menembak jatuh siapa pun yang mencoba menurunkan ketinggian mereka.
"Kalian ingin aku mengatakannya lagi? Baiklah. Kalau begitu, mati. Mati sekarang juga. Uang yang bisa kita hemat dari kematian kalian akan langsung diberikan kepada rekan-rekan kalian."
Jika ada yang mengeluh, ia akan segera memulai pemboman sihir dengan sungguh-sungguh. Baik kehilangan kesadaran maupun kehabisan mana, menurunkan ketinggian berarti ditembak jatuh. Para Penyihir yang tidak percaya bahwa ia benar-benar akan melaksanakan deklarasi berlebihan itu, akan belajar arti harfiah dari pepatah 'melihat adalah mempercayai.'
"Baiklah, jika kalian tidak ingin mati demi tujuan ini, naikkan ketinggian."
Pertunjukan hari ini pun luar biasa.
"Karena para Penyihir dari Republik bisa mencapai ketinggian 8.000 kaki, kita harus membidik 10.000."
Setelah mengucapkan kata-kata itu, di depan para inspektur, Mayor Degurechaff segera memerintahkan unitnya untuk naik ketinggian secepat mungkin. Biasanya, pertempuran di atas 6.000 kaki dianggap bunuh diri, namun ia mengabaikan batas itu dan menetapkan target pada 8.000 kaki.
Mungkin ia eksentrik, tetapi ia benar-benar gila ketika ia menyatakan akan "mengubah para yang tidak kompeten menjadi elit" dalam satu bulan. Itu bukan bualan. Mayor Degurechaff sungguh melakukannya. Ia benar-benar melatih ulang para prajurit dari inti mereka, secara paksa menjadikan mereka elit.
"Letnan Kolonel Lehrgen, apakah ini sesuai dengan harapan Tuan?"
Keinginannya untuk menghadiri parade peninjauan unit baru 601 diterima dengan mudah oleh Mayor Degurechaff. Sikapnya seakan menyatakan tidak akan ada masalah.
Dan memang, tidak ada masalah. Setidaknya, tidak ada korban jiwa selama pelatihan. Sayap Penyihir di hadapannya benar-benar elit dalam keterampilan, persis seperti yang ia katakan.
"Luar biasa."
Tidak ada kata lain yang bisa ia ucapkan. Ia adalah seorang jenius dalam mendorong para prajurit sampai ke batas mereka. Memaksa pasukan hingga tepi jurang, benar-benar memeras tetes kemampuan terakhir mereka.
Ia mendengar bahwa isi pelatihannya adalah membuat para peserta mengalami kengerian setara dengan kematian, sehingga kemampuan mereka meningkat secara drastis. Jika mereka dihantui teror kematian selama sebulan penuh, tentu saja kemampuan mereka akan meningkat tajam. Itu dapat dimengerti. Namun ia merasa iba terhadap para prajurit yang disiksa dengan cara demikian.
"... Mereka tidak punya tabung oksigen, jadi bagaimana mereka bisa mencapai 8.000 kaki?"
Para perwira teknik yang hadir terkejut dari sudut pandang berbeda. Mereka mungkin terlatih, namun mereka tetap mencapai ketinggian 8.000 kaki dengan tenang. Jika itu Mayor Degurechaff, bukan hal aneh jika ia bisa mencapai 12.000 kaki. Tetapi sekelompok prajurit terbang setinggi itu memiliki implikasi besar.
"Oh, itu sederhana."
Namun Polisi Militer yang menjelaskan hal itu memperlakukannya seperti obrolan setelah makan, menjawab dengan santai.
"Mereka sepertinya menggunakan mantra yang dimurnikan untuk menciptakan oksigen sepanjang waktu."
Hingga semua orang memahami arti dari kata-kata itu, kerumunan terdiam sepenuhnya. "Sepanjang waktu" — dengan kata lain, mereka sedang melantunkan mantra permanen pada diri mereka sendiri.
"... Anda mengatakan mereka mempertahankan dua mantra permanen sekaligus?"
"Ya. Saya pikir itu adalah standar minimum yang diminta dari mereka."
Perwira Polisi Militer itu bukan seorang insinyur, sehingga ia tidak bisa merasakan betapa revolusionernya hal ini, berbeda dengan para profesional.
Tetapi para personel teknik dari Staf Umum semuanya terkejut tanpa kata-kata. Tidak hanya menjadi gaduh, beberapa di antaranya bergumam "bagaimana mungkin itu terjadi?" Benar. Melantunkan banyak mantra sekaligus. Secara teoretis, hal itu mustahil.
Ada beberapa proyek yang berfokus hanya pada hal itu di Laboratorium Penelitian Teknologi, dan memang berhasil. Namun sebuah Operation Orb yang mampu menahan kerasnya medan tempur sembari melantunkan dua mantra permanen seharusnya masih jauh dari selesai. Semua orang ribut membicarakan dari mana ia mendapatkan benda itu.
"Dari mana mereka mendapatkan Operation Orb yang mampu menahan tuntutan sebegitu tidak masuk akal?"
Bahkan sebuah Orb yang belum resmi dipakai militer; entah dari mana ia memperoleh prototipe itu, tetapi jejaringnya benar-benar terjalin dengan baik. Sangat mengesankan.
Ia adalah seorang prajurit dengan bakat luar biasa. Tidak aneh jika laboratorium militer mana pun meminta dirinya untuk menguji prototipe Orb baru. Faktanya, deduksi itu benar.
"Itu batch pertama dari Orb produksi massal yang dipesan dari Laboratorium Elinium."
Ah, jika dari tempat itu, memang bisa dimengerti. Ia pernah bekerja di bidang pengembangan teknologi di sana untuk beberapa waktu. Mungkin ia memanfaatkan koneksi itu.
Karena itu merupakan komisi kepada Laboratorium Elinium yang memiliki banyak rahasia, hal ini mustahil terjadi tanpa persetujuan implisit dari cabang pengadaan Staf Umum, bahkan Departemen Logistik. Jika tidak, bukan hal mengejutkan jika Polisi Militer sudah mulai berseteru dengan Mayor Degurechaff saat ini.
"Siapa yang menyuruh kalian melakukan gerakan monoton seperti itu!? Kalian ingin jadi papan sasaran!?"
Anggota Sayap itu berjuang untuk terbang stabil di ketinggian 8.000 kaki. Seakan mengejek kelambanan mereka, kelincahan Mayor Degurechaff saat ia melesat di langit membuat orang-orang menghela napas kagum, berkata "seperti yang diharapkan dari seorang Ternama." Dibandingkan dengan para peserta yang lambat seperti kura-kura, sang Mayor lincah bagaikan burung walet.
"Bagus. Terapkan dalam praktik."
"Mu… Mulai manuver penghindaran acak! Cepat!"
"... Mustahil. Mereka bisa melakukan manuver penghindaran acak sembari mempertahankan dua mantra permanen?"
Isi dari pertunjukan itu membuat para Penyihir yang bertugas dalam Sayap di antara penonton terperangah. Gerakan lincah mereka, seakan bermain petak umpet, membuat mereka malu.
Namun, dalam pandangan para ahli, ini adalah rangkaian peristiwa yang tak terbayangkan. Tidak hanya menampilkan mobilitas yang nyaris mustahil dicapai teknologi modern, mereka juga mampu bertahan dari manuver penghindaran acak setingkat pesawat tempur. Sebuah Operation Orb semacam itu benar-benar eksistensi fantastis.
Tidak hanya itu. Beberapa Penyihir bahkan mulai melantunkan Umpan Optik dengan sungguh-sungguh untuk menghindari serangan.
"Mereka bahkan bisa meluncurkan umpan."
Ini berarti kekuatan Operation Orb itu masih cukup untuk melantunkan Umpan Optik sembari melakukan manuver penghindaran acak.
Dari apa yang mereka amati, kecepatan peluncuran dan kemampuan menipu umpan itu sangat tinggi. Ada beberapa umpan yang tampak bergerak seolah memiliki kehendak sendiri. Betapa luar biasanya kinerja itu. Dan Orb ini telah dirancang untuk produksi massal, bahkan sudah berhasil diproduksi massal.
"... Produk baru dari Laboratorium Elinium ini jauh lebih baik daripada yang kubayangkan."
Itulah Orb generasi berikutnya, satu-satunya kesimpulan yang terlintas di benak mereka. Siapa pun yang menyaksikan pemandangan ini tidak akan bisa membantahnya. Bukan hanya uji ketahanan yang sedang dilakukan, performa Orb itu juga luar biasa.
Paling-paling, masalahnya hanya biaya. Tetapi jika diputuskan untuk diproduksi massal secara resmi, harga bisa ditekan drastis.
"Dapatkan informasi dari Laboratorium Elinium."
"Dimengerti. Akan segera saya laksanakan, Tuan Letnan Kolonel."
Setelah Letnan Kolonel Lehrgen mengirim ajudannya untuk meminta dokumen, ia mendongak menatap jejak di udara. Itu benar-benar gerakan udara yang patut diteladani. Begitu indah hingga memikat siapa pun yang melihatnya. Apakah bakat dan kepribadiannya berbanding terbalik? Fakta bahwa ia sempat berpikir demikian seakan membuktikan betapa busuknya watak dirinya sendiri, dan meninggalkan rasa getir di mulutnya.
"Ini kesempatan bagus. Tunjukkan nilai kalian pada para inspektur yang meninjau parade."
"Mayor Degurechaff, bukankah itu terlalu keras bagi mereka?"
Namun ketika ia mendengar kata-kata penyemangat yang disampaikan kepada unitnya melalui radio, sebuah pertanyaan muncul di benak Lehrgen. Ia mendengar bahwa Tanya membenci pasukannya menderita kerugian. Jika demikian, isi pertunjukan ini terlalu berat. Dengan tujuan membina bakat, ini sebenarnya sudah berlebihan.
"Tidak, sejauh ini seharusnya bukan masalah. Silakan nikmati penampilan bakat yang saya pilih setelah saya menyingkirkan ketidakmampuan mereka."
Namun jawaban itu justru memperdalam pertanyaan. Mengapa? Konsep seleksi dan penolakan adalah topik yang pernah ia bawakan dalam pidatonya saat di OCS. Ia pernah berkata: "Adalah tugasku untuk mencegah Angkatan Darat Kekaisaran terinfeksi oleh penyakit bernama ketidakmampuan." Cara dia menyampaikannya terdengar lebih seperti menyingkirkan kandidat daripada membina bakat.
"Seharusnya tetap ada batasnya. Kau memang menghasilkan hasil, tapi setengah dari kandidat tetap gugur."
Lalu, kenapa?
"Saya sudah mengamankan tenaga manusia untuk Sayap yang kelebihan jumlah. Seharusnya tidak ada masalah dalam hal sumber daya manusia."
"Aku mengerti. Baiklah, silakan lanjutkan. Aku tidak akan mengganggumu lagi."
Ah, sial. Sekarang aku mengerti, akhirnya aku paham. Sumber daya. Benar, sumber daya manusia. Dia menyebut para prajurit sebagai sumber daya manusia.
Jadi baginya, pasukan hanyalah sejenis sumber daya bernama manusia, sesuatu yang bisa diganti jika hilang.
Aku paham, sekarang aku tahu apa yang salah. Gadis itu — Mayor Degurechaff, memperlakukan orang-orang sebagai angka dalam perhitungan.
Meskipun perwira staf dengan pandangan ekstrem bukanlah hal yang langka, dia benar-benar memperlakukan manusia sebagai sumber daya dan menghitung mereka seperti itu. Jika memang begitu, maka tindakannya masuk akal. Dia benar-benar mahir mengalokasikan sumber daya secara efisien.
"Aku mengerti. Sekarang aku paham. Itu pasti ditulis olehmu."
Dia punya kesan pernah melihat konsep perang total dan perang dunia sebelumnya. Dan sumbernya ada tepat di sampingnya. Itulah sebabnya terasa begitu familier.
Kegilaan dalam angka. Kegilaan dunia. Apakah kesalahannya terletak pada dunia?
Ini adalah zaman yang buruk untuk menjadi seorang prajurit. Perang pecah hanya karena ada orang yang dibenci. Jika memang si brengsek bernama Tuhan itu ada, maka di era ini Ia pasti bersekongkol dengan iblis.
"Haaah, apakah dia yang gila, atau dunia ini?"
Adegan di hadapannya terasa seperti menggambarkan semua itu. Haaah, menyadari jati dirinya yang sebenarnya sungguh menakutkan. Gadis itu adalah monster.
Tak seorang pun tahu apakah desahan para perwira staf itu adalah ratapan atau kekaguman. Namun, sebuah laporan darurat dari perbatasan menyapu bersih semua kekhawatiran dan gumaman itu.
"Laporan darurat. Sebuah pasukan dari Dacia sedang menyerbu perbatasan kita. Mereka bergerak menuju Hermannstadt."
Dacia, pasukan, dan menyerbu perbatasan. Tanpa perlu berpikir panjang, hanya dengan menyatukan kata-kata itu sudah cukup untuk menyimpulkan betapa merepotkannya situasi ini. Kabar buruk dari perbatasan berarti perang. Kita akan berperang lagi dengan satu negara lain.
"Hentikan parade! Hentikan! Semua personel segera berkumpul! Kuulangi, semua personel segera berkumpul!"
Detik berikutnya, raungan berbagai komandan yang memerintahkan parade dihentikan bergema di seluruh lapangan latihan.
"Sayap Penyihir Udara ke-203 segera hentikan parade, dan bergabung dengan batalion perbatasan!"
Personel di pos komando berlarian panik, berteriak ke radio dan telepon untuk menghubungi unit lain. Suara informasi yang diterima dan disalurkan bercampur menjadi hiruk pikuk. Semua orang meninggalkan parade dan berlari secepat mungkin, tidak peduli seragam resmi mereka ternodai lumpur.
Para perwira staf yang menginspeksi parade tidak diberi peran tempur spesifik, dan segera kembali ke pos komando yang baru saja mereka tinggalkan. Letnan Kolonel Lehrgen adalah salah satunya, dan meski ia berlari di tengah kekacauan, ia tetap merasakan hawa dingin menjalar.
"Perang Dunia. Betapa konyolnya..."
Akankah itu benar-benar terjadi? Ia hampir bergumam pada dirinya sendiri.
Namun yang memotong ucapannya adalah Mayor Degurechaff yang tiba di pos komando beberapa saat kemudian.
N
"Aku sudah muak, Letnan Kolonel. Kenapa Kekaisaran harus berperang melawan seluruh dunia?"
Tanya lebih lambat dari bawahannya karena perbedaan langkah kakinya. Ia merasa frustrasi dengan kakinya yang pendek saat menghentakkan sepatu botnya ke tanah, lalu memprotes dengan marah:
"Para idiot Darja itu, mereka tampaknya benar-benar antusias memberi pelajaran kepada Kekaisaran atas nama seluruh dunia. Sungguh tampilan kerjasama internasional yang tak terduga."
Kecemasannya muncul dari prospek "Perang Dunia". Sebuah kecemasan berskala perang global.
Ini mungkin terdengar konyol, tapi Mayor Tanya von Degurechaff merasa frustrasi karena prediksi gilanya bahwa di masa depan, Kekaisaran akan menghadapi seluruh dunia.
"Baiklah, kalau mereka ingin bertarung, kita akan meladeninya, para babi tolol itu. Tidak, lebih tepatnya, akan kupanggang kalian dengan baik dan sempurna!"
… Ya Tuhan, apakah ini… Apakah situasi ini bagian dari kehendak-Mu?
Penjelasan:
① [Von] Sebuah gelar yang ditempatkan dalam nama para bangsawan. Di zaman modern, kaum bangsawan baru (quasi-aristokrat) menambahkan kata "von" ke dalam nama mereka saat memperkenalkan diri. Ini setara dengan "Sir" dalam bahasa Inggris atau "De" dalam bahasa Prancis.
② [Roti Ransum Tentara] Jenis roti baru yang menjadi kebanggaan Jerman. Juga dikenal sebagai jaring baja, sayuran kering, dan K-Brot. Kriegsbrot (yang berarti roti K) adalah salah satu ransum perang paling tidak enak. Volume roti ditingkatkan dengan mencampur kentang ke dalam tepung, membuatnya sehat dan bergizi. Sayangnya, rasanya buruk. Kekaisaran tidak kekurangan kentang, sehingga roti K tersedia melimpah di semua unit.