Ficool

Chapter 11 - BAB 11: RAJA BAYANGAN DARI TAHTA KOSONG

Langkah kaki para pahlawan menggema di koridor utama istana Thorvania. Dinding-dinding marmer hitam yang dulu bersinar kini dipenuhi retakan, dan lambang kerajaan tergantung compang-camping di tiang-tiang tinggi. Aura gelap merayap perlahan, menyelimuti setiap sudut bangunan megah itu.

"Tempat ini... rasanya seperti ruang antara dunia," gumam Grandmaster Elyndor sambil menghunus tongkatnya.

Rion berjalan paling depan, diikuti Elysia yang menatap ke arah punggungnya dengan gelisah. Ia bisa merasakan hawa yang sangat familiar, seperti saat mereka bertarung melawan Azazil—tapi kali ini jauh lebih menekan.

Mereka tiba di depan pintu besar aula tahta. Tanpa perintah, pintu itu terbuka sendiri, berderit berat seolah menyambut mereka ke dalam perut iblis.

Dan di sana...

Di singgasana kerajaan Thorvania yang megah dan dipenuhi duri-duri obsidian, duduklah seorang pria tinggi berambut hitam panjang, jubahnya menjuntai ke lantai, dan matanya berwarna merah pekat menyala. Pose duduknya mirip Azazil, penuh keangkuhan dan dominasi. Tapi tidak ada senyum di wajahnya—hanya pandangan kosong, dingin, dan penuh penilaian.

 

“Selamat datang... Rion.”

Suara berat dan bergema itu terdengar dari atas singgasana.

Velgrath, dengan kedua tangannya terlipat santai di atas lengan takhta hitam berukir lambang Azazil, menyeringai lebar seperti raja iblis sejati yang baru bangkit dari tidur panjangnya.

Seluruh aula membeku dalam keheningan. Semua mata tertuju pada Rion yang berdiri di barisan depan. Tapi... tidak ada yang bisa menebak isi pikirannya.

Elyndor mengerutkan alis. “Apa... memang ada yang aneh dengan bocah ini?” gumamnya lirih, tak lepas menatap pemuda berambut hitam yang kini seolah kehilangan kilau kehidupan.

Rion hanya berdiri diam. Tidak bergerak. Tidak bereaksi.

Tak ada senyuman penuh tantangan seperti biasanya. Tak ada tatapan antusias melihat musuh kuat.

Elysia yang berdiri paling dekat padanya merasakan keganjilan itu. Ia berbisik pada dirinya sendiri, “Kenapa dia terlihat... kosong? Ini bukan Rion yang kutahu. Biasanya dia sudah tertawa sinis dan menantang...”

Tiba-tiba, Haruto melangkah maju dan menghunuskan pedangnya.

“Siapa kau sebenarnya?!” bentaknya tajam, menatap pria di singgasana itu.

Velgrath berdiri perlahan, lalu mengangkat kedua tangannya dengan gaya teatrikal.

“Nama… hanyalah gelar. Tapi kalian bisa, memanggil ku Velgrath. Raja Kegelapan. Pewaris sejati kekuatan Azazil.”

Seluruh aula bergemuruh oleh desahan kaget dan ketegangan. Para pahlawan menegang. Bahkan Yui dan Daiki yang biasanya santai, kini mencengkeram senjata mereka dengan tangan bergetar.

“Azazil...” gumam Haruto. “Itu berarti... dia adalah tuan yang disebut Azazil saat itu…”

Seketika, Haruto mengarahkan pedangnya ke arah Velgrath.

Namun di tengah atmosfir panas itu, Elysia masih terpaku pada Rion.

“Aku berada tepat di sisinya... Tapi dia tak bereaksi sama sekali. Tidak tersenyum, tidak menggertak, tidak berekspresi...” gumamnya panik. “Dia seperti... boneka.”

“SYUUTT!”

Tanpa aba-aba, tubuh Velgrath menghilang dalam sekejap dan tiba-tiba muncul tepat di depan Rion.

Ia menatap lurus ke mata pemuda itu, lalu menyipitkan mata.

“Kenapa... aku tak merasakan tanda-tanda kehidupan dari tubuhmu?” ucap Velgrath dingin, nada suara lirih.

Namun, saat semua orang masih mencerna ucapan itu, Rion perlahan mengangkat tangannya, menunjuk langsung ke wajah Velgrath.

“Aku akan mengalahkanmu… atas perintah tuanku.”

Deg.

Seluruh aula membeku.

“Tu-Tuan?!” teriak Elysia kaget. “Apa maksudnya... Rion punya tuan?”

Velgrath menegang. Pandangannya semakin tajam.

“Dasar manusia rendahan... Jadi kau mencoba mengolok-olokku?” gumamnya geram. “Sepertinya kau terlalu meremehkan siapa aku sebenarnya!”

Dengan satu gerakan, Velgrath memanggil energi kegelapan dari lantai. Sebuah tombak besar bermata tiga terbentuk, diselimuti aura mengerikan yang menggetarkan tulang.

Namun... Rion tetap diam. Tanpa perisai. Tanpa mantra.

Tombak itu dilemparkan ke arahnya—tapi dihentikan hanya dengan satu tangan.

Tangannya... kini diliputi energi gelap. Bukan es.

Velgrath terkejut. “Kau... menggunakan energi sepertiku...?”

Elysia nyaris menjerit. “Itu bukan sihir es... itu... energi kegelapan…”

“Kenapa... dia terlihat lebih dingin... bahkan lebih gelap... dari Velgrath?” bisik Elysia, suara gemetar.

Velgrath menyerang lagi—dan dimulailah pertempuran sengit antara keduanya.

Rion vs Velgrath.

Bayangan dan energi gelap bertabrakan di udara, menghancurkan pilar-pilar istana. Ledakan sihir memenuhi ruangan. Kecepatan mereka begitu tinggi hingga sulit diikuti mata biasa.

Namun semakin lama pertarungan berlangsung, semakin jelas satu hal: Velgrath lebih unggul.

Serangan Rion tajam dan mematikan, tapi terkoordinasi seperti mesin. Tidak ada improvisasi. Tidak ada semangat bertarung yang biasa ia tunjukkan. Seolah tubuhnya... dikendalikan.

Elysia dan Haruto memperhatikan dengan cemas.

“Dia... bertarung seperti bukan dirinya...” kata Haruto dengan suara rendah. “Itu bukan Rion yang kutahu. Gerakannya... terlalu sempurna, tapi kosong.”

Velgrath melompat mundur. Ia mulai tertawa kecil.

“Hah... jadi hanya ini kekuatanmu?”

Rion tetap tak menjawab dan melanjutkan pertarungan.

SYUUUUTTT—CRAAK!

Dengan satu ayunan cepat, tombaknya menembus pertahanan Rion dan menghantam perutnya. Rion terpental, jatuh keras di lantai.

“Aku kira kau akan menjadi tantangan terakhirku,” kata Velgrath dengan nada kecewa. “Tapi ternyata... hanya kroco yang dikirim tuanmu.”

Velgrath mengangkat tombaknya untuk mengakhiri segalanya. Dan—

BRUKK!

Tombak itu menembus dada Rion... tepat ke jantung.

Tubuh Rion terdiam. Tidak ada teriakan. Tidak ada reaksi.

Elysia berteriak, “TIDAK!!!”

Namun terlambat. Rion jatuh, tubuhnya seperti boneka rusak yang dilemparkan ke lantai.

Elyndor, Haruto, Yui, Aiko, bahkan Daiki—semua membeku dalam syok.

Rion... kalah.

Bukan karena lemah.

Tapi karena bukan dirinya.

Bersambung…

More Chapters