Ficool

Chapter 6 - chapter 6

Suara denting logam terdengar samar di kejauhan menggema keras , berasal dari perut bumi.

Adipati membuka mata dengan napas tersengal. Ia tidak mengenali tempat itu.

Tanah di bawah tubuhnya hitam pekat, lembek seperti lumpur yang sudah bercampur abu dan darah.

Setiap kali ia bergerak, permukaannya mengeluarkan suara lengket aneh, seolah-olah tempat itu pernah jadi kuburan terkutuk.

Langit di atasnya berwarna merah tua, bergulung perlahan seperti pusaran api. Tidak ada bintang, tidak ada bulan—hanya warna darah dan kilat hitam yang muncul sebentar lalu lenyap.

Ia mencoba duduk, tapi tubuhnya berat, seolah tertahan oleh beban yang tak terlihat. Separuh tubuhnya terasa beku, separuh lainnya berdenyut panas seperti dibakar dari dalam.

Dan ketika pandangannya jatuh ke tangan sendiri, jantungnya hampir berhenti berdetak.

Urat-uratnya berwarna keemasan.

Cairan logam menetes dari pori-porinya, membentuk garis berliku seperti aksara Jawa kuno ,

Aksara itu tampak hidup, berdenyut, berputar, dan menyala perlahan.

“Aku… neng ndi Iki..?” bisiknya lirih, hampir tak terdengar.

Dari balik kabut tebal, muncul suara tawa kecil...serak, menggema.

Tawa itu seperti datang dari arah yang tak bisa ditentukan.

“Heh… menungso sing gagal numbalne darah perawan.”

Suara itu disusul langkah-langkah berat. Dari kabut hitam, bermunculan makhluk-makhluk bertubuh kecil berkepala besar. Kulit mereka kelabu dan retak seperti batu bara yang panas, matanya menyala biru kehijauan.

Mereka mengelilingi Adipati sambil tertawa pendek, gigi mereka runcing seperti pecahan besi.

> “kowe pikir ISO lungo Songko perjanjian darah..!”

“Saiki Kowe Ning dasar Alam gaib..!”

Salah satu dari mereka, yang paling besar dan tampak seperti pemimpin, menendang Adipati hingga terjatuh.

> “tangi.., menungso ! ratu AREP ndelok raimu sak durunge kuwe di ganyah..!”

Tanah tiba-tiba bergetar. Suara guntur hitam bergemuruh di langit.

Dari celah bumi yang terbelah, muncul gerbang raksasa dari tulang-tulang emas yang menyala seperti bara. Udara mendadak berat, seolah seluruh dunia menahan napas.

Dari balik gerbang itu, muncullah sosok tinggi—matanya merah menyala, punggungnya memiliki sayap logam yang tajam seperti bilah.

Tongkat di tangannya berujung kepala naga yang meneteskan api hitam.

“Aku Raksasapada,” suaranya berat dan bergetar, membuat tanah di bawah kaki Adipati bergetar.

“Raja bagi mereka yang menolak takdir. Dan kau… pewaris darah Canggah Raiman yang gagal menunaikan perjanjian.”

Adipati terdiam. Napasnya tercekat.

Ia menatap makhluk itu dengan ketakutan yang tak sanggup di sembunyikan.

“Aku rak pingin getih ,” suaranya nyaris bergetar. “Aku pingin bebas.”

Raksasapada menatapnya lama, lalu mengangkat tongkatnya perlahan.

Cahaya merah keluar dari ujung tongkat itu, membentuk lingkaran bercahaya di bawah kaki Adipati.

“Kowe bakal bebas,” katanya dingin.

“yen sukmomu kuat kan tahan Ning panggon penebusan.”

Tanah di bawah Adipati pecah.

Tubuhnya terseret ke dalam pusaran hitam yang terbuka di bawahnya.

Ia menjerit, tapi suaranya tenggelam dalam kegelapan.

 

Tubuh Adipati terhempas keras di sebuah dataran luas.

Tanahnya berlumpur darah, berbau besi dan kematian.

Di sekelilingnya, ribuan sosok samar berdiri mematung... Sosok arwah-arwah tanpa wajah yang berteriak tanpa suara.

Langit di atasnya berputar seperti mata badai.

Dari balik kabut, bermunculan makhluk-makhluk bersenjata tulang dan api, tubuh mereka bengkok seperti manusia yang sudah busuk tapi tak mati.

“. . ”

Suara berat bergema, lalu lonceng besar berdentang.

Ratusan makhluk itu berlari ke arah Adipati.

Ia mundur panik. Tidak punya senjata. Tidak punya tenaga.

Napasnya membakar dada.

Cakar pertama menghantam bahunya..darah emas muncrat dan menetes ke tanah, panasnya seperti api cair.

“kowe ora pantes neng kene ,..!”

“wehno sukmomu kanggo pandito ratu..!”

Pukulan berikutnya membuat tubuhnya terlempar dan jatuh menabrak tanah.

Ia merasakan dunia berputar, dan dari tanah di bawahnya, darah emasnya membentuk lingkaran bercahaya samar.

Dari lingkaran itu muncul bayangan tinggi, berkerudung, dengan suara yang bergema dalam dada.

“tangi … getih Raiman ra bakal tumbang..”

Adipati menatapnya dengan mata berair.

> “Sopo kowe .?”

“Aku arwah Songko getihmu ..,” jawabnya. “Kowe keturunan penguasa emas pertama. Kowe durung paham warisan getih ”

Huruf-huruf di kulit Adipati tiba-tiba menyala terang.

Tanah bergetar.

Tubuhnya terasa mendidih dari dalam, dan darah emas yang keluar dari lukanya mengeras membentuk lapisan pelindung di sekujur tubuh.

Makhluk-makhluk di sekitarnya mundur ketakutan, berbisik-bisik sambil menatapnya.

“opo Iki..…!! ..?”

“Kowe WIS mulai. nebus sukmomu ” kata roh itu dengan tenang.

“Serap kekuatan mereka. Setiap jiwa yang jatuh di tanganmu akan memperkuatmu.”

Adipati memandang telapak tangannya yang kini memantulkan cahaya lembut seperti bilah pedang yang baru ditempa.

Ia menarik napas panjang.

“yen Iki coro kanggo nebus kesalahanku… mongko aku bakal tumindak.”

 

Pertarungan Pertama

Makhluk pertama melompat ke arahnya.

Adipati bergerak refleks, menepis, lalu menghantam balik.

Tangannya menembus dada makhluk itu

dan tubuhnya langsung meledak menjadi debu keemasan.

Udara di sekelilingnya bergetar.

Adipati bisa merasakan sesuatu mengalir di dalam dirinya..sangat panas, hidup, tapi anehnya menenangkan.

Kekuatan itu kecil, tapi nyata.

Ia berdiri , menatap puluhan makhluk lain yang mulai meragukan langkahnya.

“yen Iki Rego penebusan…” katanya pelan, “ingsun bakal nglunasi Sampek tuntas..”

tiba-tiba Langit bergemuruh.

Kabut terbuka, dan gelombang baru, dan

muncul makhluk-makhluk lebih besar, membawa senjata dari tulang yang menyala merah.

Adipati menegakkan tubuhnya.

Luka di bahunya menutup sendiri, darah emas menetes perlahan lalu membeku jadi lapisan keras.

“maju kabeh ,ingsun ora Wedi .,” katanya dengan suara yang lebih tenang.

Senyum tipis muncul di wajahnya.

Dan Untuk pertama kalinya, rasa takut yang ia sembunyikan , berubah menjadi tekad.

 

Dari kejauhan, raja jin Raksasapada menatap permukaan cermin di tangannya.

Dalam pantulan itu terlihat Adipati berdiri di tengah medan pertempuran, tubuhnya diselimuti cahaya emas yang menyala semakin terang.

> “Hmph… getih Raiman ternyata durung mati ...,” gumamnya pelan.

Dalam cermin yang sama, tampak sosok tua berwajah tenang...si Canggah Raiman, dengan senyum samar di bibirnya.

“Biarkan cucuku belajar dari rasa sakit,” katanya lirih.

“Sebab hanya melalui darah dan penderitaan… emas sejati bisa ditempa.”

Lonceng hitam berdentang keras,

pertanda bahwa perjalanan Penebusan Sukmo baru saja dimulai.

 

🪶 Bersambung...

More Chapters