Ficool

Chapter 2 - Chapter 2 – Steps Between Two Worlds

Angin pagi berembus lembut di dataran tinggi. Kabut menari di antara pepohonan kuno yang menjulang, dan sinar matahari menembus ranting, membentuk pola cahaya yang menenangkan.

Namun bagi Wu Jian, ketenangan hanyalah selimut tipis di atas lautan badai.

Tiga bulan telah berlalu sejak ia menembus Ranah Fisik.

Tubuhnya kini kuat — setiap gerakannya memiliki kekuatan yang cukup untuk menghancurkan batu besar, namun ia tahu itu baru awal dari perjalanan panjang menuju kekuatan sejati.

Setiap pagi, ia berlatih pukulan seribu kali, langkah seribu kali, dan meditasi tanpa bergerak hingga malam. Tapi bukan hanya tubuhnya yang diasah — jiwanya pun mulai terbentuk oleh kehendak.

Di sisi tebing tempat ia berlatih, sang guru — Bayangan Dewa Waktu — berdiri memandanginya, mata tenang seolah dapat melihat garis waktu yang mengalir di seluruh dunia.

“Wu Jian,” ujarnya perlahan, “kau sudah melampaui batas manusia biasa. Tapi kekuatan sejati bukan sekadar otot dan stamina. Kau harus memahami energi hidup — Vital Essence. Itulah jembatan menuju ranah kedua.”

Wu Jian menunduk hormat. “Bagaimana aku menemukannya, Guru?”

“Kau tidak menemukannya,” jawab sang guru. “Kau mendengarkannya.

Vital Essence adalah napas dunia. Ia ada dalam angin, air, bahkan detak jantungmu. Saat kau mampu mendengarnya, kau akan menembus Ranah Vital.”

Hari-hari berikutnya, Wu Jian belajar mendengarkan dunia.

Ia duduk di bawah air terjun, membiarkan tekanan air menghantam tubuhnya tanpa perlawanan.

Ia menutup mata di tengah hutan, mencoba mendengar denyut kehidupan — dari suara serangga hingga bisikan angin.

Awalnya, yang ia dengar hanyalah kebisingan. Tapi seiring waktu, sesuatu berubah.

Ia mulai merasakan ritme halus yang mengalir di sekelilingnya: napas bumi, detak semesta.

Dan untuk pertama kalinya, ia menyadari — dunia ini hidup, dan ia adalah bagian darinya.

Suatu malam, saat bulan purnama menggantung di langit, Wu Jian berdiri di tengah padang rumput. Ia mengatur napas, memusatkan pikirannya.

Tiba-tiba, tubuhnya bersinar lembut — energi hangat mengalir dari bumi menuju dadanya.

“Aku… merasakannya…”

“Inilah…” Wu Jian memejamkan mata, membiarkan energi itu membentuk aliran di seluruh tubuhnya.

“Vital Essence…”

Cahaya itu berubah menjadi aura biru kehijauan yang berputar mengelilinginya.

Angin berhenti. Rumput menunduk.

Ia telah menembus Ranah Vital.

Dari kejauhan, sang guru tersenyum.

“Kau telah membuka jembatan antara tubuh dan kehidupan. Sekarang kau dapat memperkuat dirimu dengan energi dunia itu sendiri. Tapi ingat, Vital Essence tidak hanya memberi… ia juga menuntut keseimbangan. Kehidupan dan kematian berjalan berdampingan.”

Wu Jian menatap telapak tangannya — cahaya biru itu berdenyut lembut.

“Jika ini adalah langkah keduaku… maka berapa banyak lagi langkah yang harus kulalui untuk menjadi kuat seperti para dewa?”

Sang guru terdiam sejenak.

“Ada tujuh puluh dua ranah yang menanti. Tapi tak semua dapat dicapai oleh waktu, bahkan oleh aku. Namun… ada sesuatu dalam dirimu, Wu Jian, sesuatu yang melampaui siklus waktu itu sendiri.”

Wu Jian menatap gurunya dengan heran.

“Apa maksudmu?”

“Kau… bukan hanya manusia. Jiwamu terikat pada sesuatu yang bahkan aku tak bisa lihat sepenuhnya — mungkin serpihan dari sesuatu yang telah menantang Void Layer di masa lalu.”

Wu Jian terdiam. Angin berembus pelan, dan dalam hatinya, api tekad kembali menyala.

Beberapa hari kemudian, sebuah tanda muncul di cakrawala — retakan tipis di udara, memancarkan cahaya kehitaman.

Guru Wu Jian menatapnya dengan tatapan serius.

“Itu… celah dimensi. Makhluk dari luar sedang mencoba masuk. Dunia ini mulai terguncang.”

Wu Jian mengepalkan tinjunya. “Aku akan melawannya.”

“Belum!” seru gurunya. “Makhluk itu bukan sesuatu yang bisa kau hadapi dengan kekuatan sekarang. Tapi…”

Ia menatap Wu Jian tajam.

“Inilah waktunya untuk ujian pertamamu. Hancurkan makhluk itu — atau hancur bersamanya. Jika kau berhasil, kau akan melangkah menuju Ranah Jiwa Awal, tahap ketiga.”

Wu Jian mengangguk.

“Baik, Guru. Aku tidak akan mundur.”

Malam itu, langit terbuka.

Dari retakan itu, muncul sosok besar berwarna hitam dengan mata merah menyala — Void Spawn, makhluk yang lahir dari kegelapan antara realitas.

Raungan makhluk itu mengguncang bumi.

Wu Jian berdiri tegak, napasnya perlahan, tubuhnya bersinar biru dari energi Vital Essence yang mengalir deras.

“Aku tidak tahu siapa kau…” katanya pelan,

“…tapi aku tahu satu hal — aku tidak akan lagi kehilangan apa pun!”

Makhluk itu menyerang, dan bentrokan mereka mengguncang lembah.

Tanah terbelah, udara terbakar, dan cahaya biru serta hitam bertabrakan di bawah bulan.

Pertarungan itu belum berakhir — dan nasib Wu Jian, serta langkahnya menuju ranah ketiga, akan ditentukan malam ini.

More Chapters