Ficool

Cinta yang Tak Pernah Salah Alamat

ICONPLAYRTPcor
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
69
Views
Synopsis
Di tengah dinginnya kabut dan gerimis di puncak pegunungan, Arga bertemu dengan Nayla secara tak sengaja di sebuah warung Indomie sederhana bernama Iconplay. Pertemuan itu tampak biasa, hanya dua orang asing yang sama-sama berteduh dari hujan. Namun, siapa sangka hujan kecil itu menjadi awal dari kisah panjang yang mengubah hidup mereka.
VIEW MORE

Chapter 1 - Cinta yang Tak Pernah Salah Alamat

Bab 1 – Gerimis di Puncak

Gerimis tipis turun membasahi puncak gunung. Kabut tebal menyelimuti jalan setapak, membuat suasana terasa dingin dan hening. Di kejauhan, terlihat sebuah warung kecil dengan papan sederhana bertuliskan "Warung Iconplay – Indomie Hangat".

Arga, seorang pria berusia 27 tahun, menepikan motornya. Jaket kulit yang ia kenakan sudah basah. Ia menuruni helm, mengusap wajah, lalu berjalan cepat menuju warung.

Di dalam warung, aroma kaldu Indomie dan kopi hitam menyambutnya. Meja kayu sederhana, bangku panjang, serta uap panas dari panci membuat ruangan itu terasa hangat.

Namun bukan itu yang membuat Arga terpaku.Seorang gadis dengan rambut basah, sweater abu-abu, dan mata sendu sedang duduk di pojok, menatap keluar jendela yang dipenuhi titik-titik hujan.

Tatapan mereka beradu sejenak.Arga tersenyum kecil, lalu berkata lirih, "Hujannya deras juga, ya?"

Gadis itu menoleh, bibirnya melengkung tipis."Kalau nggak ada hujan, mungkin kita nggak akan bertemu di sini," jawabnya pelan.

Arga terdiam.Entah kenapa, ucapannya terasa lebih dari sekadar basa-basi.

Bab 2 – Nama yang Tersimpan di Gerimis

Arga memesan semangkuk Indomie rebus lengkap dengan telur dan segelas kopi hitam. Sambil menunggu, ia melirik gadis itu yang masih duduk di pojok. Ada sesuatu pada tatapan matanya—sendu, namun juga menyimpan keberanian.

"Aku Arga," ucapnya akhirnya, mencoba membuka percakapan.Gadis itu menoleh, tampak ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Nayla."

Nama itu menempel kuat di benak Arga, seakan ia sudah mengenalnya lama. Nayla. Ada kelembutan sekaligus misteri dalam cara gadis itu mengucapkannya.

"Sering ke sini?" tanya Arga.Nayla menggeleng pelan. "Jarang. Biasanya aku lebih suka di rumah. Tapi… hari ini aku butuh udara segar. Puncak selalu punya caranya membuat orang merasa lebih tenang, kan?"

Arga tersenyum tipis. Ia paham betul maksudnya. Ia sendiri datang ke puncak bukan hanya untuk menenangkan pikiran, tapi juga untuk lari dari rutinitas pekerjaannya di Jakarta yang semakin menyesakkan.

Mangkuk Indomie panas akhirnya tersaji. Uapnya mengepul, memenuhi udara dengan aroma gurih yang khas. Arga menyeruput kuah hangat, lalu diam-diam memperhatikan Nayla yang hanya memesan teh manis hangat.

"Kenapa nggak makan juga?" tanyanya heran.Nayla menghela napas. "Aku… sebenarnya lapar. Tapi akhir bulan, dompetku juga ikut puasa."

Jawaban itu membuat Arga sedikit tersentak. Ada kesederhanaan, juga kejujuran yang jarang ditemuinya pada orang lain. Tanpa banyak bicara, ia mendorong mangkuk Indomie ke arah Nayla.

"Makanlah. Aku bisa pesan lagi," katanya tulus.

Nayla menatapnya lama. Mata itu, yang tadi terlihat sendu, kini berkaca-kaca. "Kamu nggak takut aku orang asing?"

Arga tertawa kecil. "Justru karena kamu orang asing, aku pengen kenal lebih jauh. Lagi pula, bukankah hujan ini yang sudah mempertemukan kita?"

Untuk pertama kalinya, Nayla tersenyum lebar. Senyum yang hangat, seolah mampu mengusir dinginnya puncak sore itu.

Bab 3 – Senyum yang Menyembunyikan Luka

Hujan belum juga reda. Suara rintiknya menjadi latar yang menemani percakapan Arga dan Nayla. Warung kecil itu seakan jadi dunia milik mereka berdua—hangat, sederhana, dan penuh rasa ingin tahu.

Arga sudah memesan semangkuk Indomie lagi untuk dirinya, sementara Nayla dengan pelan menikmati setiap suapan dari mangkuk pertama. Sesekali, Arga mencuri pandang, memperhatikan bagaimana senyum Nayla muncul di sela dinginnya sore.

"Kalau bukan karena hujan ini, aku mungkin nggak akan ketemu orang sebaik kamu," kata Nayla pelan.Arga mengangkat alis. "Kamu ngomong gitu, kayaknya ada cerita di baliknya."

Nayla terdiam sejenak. Matanya menerawang ke luar jendela, ke arah kabut yang makin tebal. Jemarinya mengetuk-ngetuk gelas teh hangat, tanda ia sedang menahan sesuatu.

"Aku pernah percaya sama seseorang… terlalu percaya," bisiknya. "Dia yang ngajarin aku arti cinta pertama. Tapi ternyata, aku cuma dijadikan pelarian. Saat dia dapat yang lebih baik, aku ditinggal, tanpa penjelasan."

Arga terdiam, hatinya ikut mengencang mendengar itu."Sejak itu," lanjut Nayla dengan senyum getir, "aku belajar untuk nggak mudah buka hati. Lebih baik sendiri, daripada lagi-lagi salah alamat."

Arga menatapnya dalam-dalam. Ada luka yang belum sembuh di balik senyum Nayla. Luka yang membuatnya terlihat kuat, tapi sebenarnya rapuh.

"Aku nggak tahu harus bilang apa," ucap Arga hati-hati, "tapi kalau memang cinta bisa salah alamat, mungkin hujan ini cara Tuhan untuk kasih kita alamat yang benar."

Nayla menoleh. Tatapannya beradu dengan mata Arga. Ada keheningan yang justru membuat dada mereka berdua terasa penuh.

Untuk pertama kalinya sejak pertemuan itu, Nayla merasa hatinya sedikit lebih ringan. Sementara Arga, tanpa sadar, mulai merasa bahwa gadis di hadapannya bukan sekadar orang asing yang ditemuinya karena hujan.

Warung kecil bernama Iconplay itu menjadi saksi.Bahwa di balik gerimis, dua hati yang terluka mulai menemukan arah baru.

Bab 4 – Bayangan dari Masa Lalu

Beberapa hari setelah pertemuan pertama itu, Arga tak bisa berhenti memikirkan Nayla. Warung Iconplay kini menjadi tempat favoritnya setiap kali ingin mencari udara segar. Diam-diam, ia berharap Nayla juga kembali ke sana.

Dan benar saja, suatu sore, Nayla muncul lagi. Rambutnya tergerai, wajahnya lebih cerah, tapi sorot matanya masih menyimpan sedikit keraguan.

Mereka duduk bersama, bercakap panjang. Tentang pekerjaan Arga di Jakarta, tentang hobi Nayla yang suka menulis puisi, hingga tentang mimpi-mimpi kecil yang belum sempat terwujud.

Namun di tengah obrolan hangat itu, sebuah suara tiba-tiba memecah suasana."Nayla?"

Seorang pria berjaket hitam berdiri di depan warung, wajahnya jelas mengejutkan Nayla. Matanya melebar, bibirnya bergetar."Kamu… di sini?"

Arga hanya bisa memperhatikan. Ia segera sadar, inilah orang yang Nayla ceritakan—masa lalu yang sempat melukai hatinya.

Pria itu tersenyum miris. "Aku cuma mau bilang… maaf. Dan kalau kamu masih ada rasa, aku siap menebus kesalahan."

Nayla terdiam, sementara Arga merasakan hatinya mengencang. Untuk pertama kalinya, ia merasa takut kehilangan sesuatu yang bahkan belum sepenuhnya ia miliki.

Bab 5 – Cinta yang Tak Pernah Salah Alamat

Hujan kembali turun, membasahi puncak. Di dalam warung kecil itu, Nayla berdiri di antara dua pilihan—membuka lembaran lama atau melangkah ke arah yang baru.

Pria berjaket hitam menatap penuh harap. "Aku serius, Nay. Aku ingin kita kembali."

Namun Nayla menggeleng perlahan."Aku pernah percaya padamu, dan aku terluka. Tapi… sekarang aku sadar, ada seseorang yang hadir bukan untuk mengulang luka, tapi untuk membawaku pulang ke diriku sendiri."

Ia menoleh pada Arga. Senyumnya kali ini bukan lagi getir, melainkan penuh keteguhan."Hujan mempertemukan aku dengan orang yang tepat. Cinta yang… ternyata nggak pernah salah alamat."

Pria itu terdiam, lalu pergi meninggalkan warung tanpa kata.

Arga menatap Nayla, sedikit terkejut sekaligus lega. "Kamu yakin?"Nayla mengangguk. "Aku nggak mau lagi hidup dalam masa lalu. Aku ingin menatap ke depan… bersamamu."

Arga tersenyum, lalu mengulurkan tangan."Aku janji, Nay. Mulai hari ini, kamu nggak akan lagi merasa sendiri."

Nayla meraih tangannya. Dan di tengah gerimis yang membasahi puncak, warung kecil bernama Iconplay menjadi saksi lahirnya kisah baru—kisah dua hati yang akhirnya menemukan rumah, setelah sekian lama tersesat.

✨ Tamat – Cinta yang Tak Pernah Salah Alamat