Ruji Dei telah berada di depan sektenya, Sekte Akar Hitam. Ia terbang masuk, namun langkahnya melambat ketika melihat sekitarnya tampak sepi. Angin yang berhembus membawa hawa dingin, menambah kesan kosong pada gerbang megah sekte itu.
"Sangat sunyi… mereka telah pergi?" gumam Ruji Dei pelan, matanya menyapu setiap sudut halaman depan.
Memang benar, bagian luar sekte terasa kosong, namun di dalam masih ada beberapa murid serta dua tetua yang tinggal untuk menjaga sekte. Suara langkahnya bergema di antara tiang-tiang batu besar, hingga matanya menangkap beberapa murid yang sedang berlatih dengan wajah cemas.
Perasaan Ruji Dei sedikit lega, tapi tiba-tiba ia tersentak ketika sebuah suara memanggilnya dari samping.
"Ruji Dei? Kau tidak ikut berperang?!" suara itu tegas namun mengandung nada heran.
Ia menoleh cepat dan mendapati sosok Tetua Xiao Wi yang berdiri anggun, namun tatapannya tajam.
"Tetua Xiao Wi… aku baru saja tiba di sekte," ucap Ruji Dei sedikit gugup.
Tetua Xiao Wi menatapnya lekat-lekat, lalu berkata dengan nada serius, "Kau harus pergi, Ruji Dei! Yen Jibo mencarimu beberapa hari ini!"
"Guru mencariku?" Ruji Dei mengerutkan dahi, pikirannya berputar cepat.
"Beberapa hari sebelumnya… aku terluka karena dikejar oleh murid dari sekte lain. Mereka ingin membunuhku!" jelas Ruji Dei dengan nada rendah namun bergetar.
"Apa?! Murid dari sekte mana? Apakah kau terluka parah?!" seru Tetua Xiao Wi, kaget mendengar pernyataan itu.
"Dari pakaian mereka… sepertinya dari Sekte Rumput Lima Serat. Junior tidak terluka terlalu parah, karena ada senior lain yang menolongku. Senior itu lalu menghabisi mereka semua… dalam sekejap!" Ruji Dei menunduk, teringat jelas pada sosok Lawzi Zienxi yang gagah dan penuh ketenangan saat bertarung.
"Setelah itu… senior tersebut juga membantuku memulihkan diri dengan cepat," lanjut Ruji Dei. Tatapan Tetua Xiao Wi berubah, kerutan halus muncul di keningnya.
"Syukurlah kau baik-baik saja… Tapi siapa orang itu? Dari mana dia berasal?" tanya Tetua Xiao Wi dengan nada penuh selidik.
"Senior itu berasal dari Negara Guhawe, Tetua. Namun dia tidak memiliki sekte… dia hanya kultivator bebas," jelas Ruji Dei.
"Negara Guhawe… kultivator bebas…" gumam Tetua Xiao Wi pelan, seolah sedang menghubungkan kepingan teka-teki di kepalanya.
"Baiklah, kau ingin pergi atau tidak sekarang?!" tanya Tetua Xiao Wi akhirnya.
"Junior akan pergi! Aku akan membantu guru!" suara Ruji Dei penuh tekad, matanya menatap lurus ke depan.
"Baiklah… hati-hati di perjalanan!"
Ruji Dei mengangguk mantap, lalu melesat terbang menuju Danau Langit Bening. Meskipun tingkat kultivasinya rendah, hatinya sudah bulat untuk membantu gurunya di medan perang.
"Guru… murid akan datang membantu!" gumamnya, pedang terbang di bawah kakinya melaju cepat di udara.
Di medan perang, Sekte Aliran Kabut Bumi telah tiba. Jarak mereka dengan sumur itu sekitar 2000 kaki.
"Kita sudah tiba… sumur itu ada di depan sana!" ucap salah satu tetua sambil menunjuk.
"Bersiaplah untuk berperang! Kerahkan segala kekuatan kalian!!" teriak tetua yang lain, suaranya bergema di udara.
"Perang! Perang! Perang!" jawab para murid serempak, semangat membara di mata mereka.
Tak lama kemudian, sekte lain pun tiba. Mereka adalah Sekte Kabut Awan, jumlahnya besar, dan aura yang mereka keluarkan begitu menakutkan hingga membuat udara terasa berat.
"Ketua, Sekte Aliran Kabut Bumi ternyata sudah tiba lebih dulu!" lapor salah satu tetua.
"Suruh semua orang bersiap!" ujar Ketua Sekte Kabut Awan tegas.
"Baik!"
Para murid segera mengambil posisi, begitu pula para tetua. Tingkat kultivasi para tetua mereka tidak rendah, semuanya berada di tahap Spirit Root Cultivation puncak, hanya selangkah lagi menuju Core Essence Formation.
Lawzi Zienxi juga sudah tiba, namun masih berada cukup jauh. Dari tempatnya, ia melihat dua sekte besar itu saling menatap tajam.
"Apakah hanya mereka? Sepertinya ini memang dua sekte besar…" gumam Zienxi, matanya menyipit.
Namun, saat ia memandangi mereka, tiba-tiba dari arah lain muncul gelombang besar di udara, riak-riak spiritual bergetar. Sekte lain pun datang, jumlah mereka juga ratusan, dan aura yang mereka keluarkan tak kalah menekan.
Ketua Sekte 3 Air Surgawi berdiri di udara, menyapu pandangan ke arah dua sekte lainnya. "Ternyata rekan kultivator sekalian sudah tiba lebih dulu!" serunya sambil tertawa ringan.
"Rekan kultivator Zhuo Fan… apakah kau yakin bisa mendapatkan harta itu?!" ucap Ketua Sekte Kabut Awan dengan nada meremehkan.
"Kita lihat saja nanti, rekan kultivator Han Do!" balas Ketua Sekte Air Surgawi dengan tatapan menantang.
"Hahahaha! Kalian berdua tidak pantas mendapatkan sumur ini! Sumur ini harus menjadi milik kami!!" seru Ketua Sekte Aliran Kabut Bumi, suaranya bergemuruh.
Namun tawa itu terhenti ketika sebuah fluktuasi spiritual muncul dari arah lain. Seketika, sekte lain tampak mereka mengenakan pakaian hitam elegan yang memancarkan kesan misterius.
Inilah Sekte Akar Hitam. Meski ketua sekte mereka tidak ikut hadir, para murid dan tetuanya tetap terlihat bersemangat.
"Rekan kultivator sekalian… cepat sekali sampainya," ucap salah satu tetua mereka.
"Nu Jia, kalianlah yang terlalu lambat! Dan di mana ketua sekte kalian? Apakah dia takut?!" ejek Ketua Sekte Kabut Awan sambil tertawa mengejek.
"Ketua sekte akan menyusul nanti… tidak perlu terburu-buru," jawab tetua Sekte Akar Hitam dengan tenang, namun tatapannya setajam pisau.
Keempat sekte itu kini berdiri saling berhadapan, aura mereka saling bertabrakan di udara. Para ketua sekte dari tiga sekte besar memancarkan tingkat kultivasi tinggi Core Essence Formation, kekuatan yang sanggup mengguncang medan pertempuran kapan saja.
Setelah beberapa waktu berlalu, tiba-tiba muncul aura spiritual yang kuat dari arah lain. Riak-riak besar membelah udara, gelombang energi menyebar, dan seketika beberapa sosok melangkah keluar dari pusaran cahaya. Mereka adalah pasukan Sekte Rumput Lima Serat, dengan pakaian berwarna hijau gelap yang melambai-lambai tertiup angin.
"Apa yang kalian tunggu?!" seru ketua Sekte Rumput Lima Serat, tatapannya tajam seperti pedang yang siap menebas.
"Kami menunggu kalian, rekan kultivator!" jawab salah satu tetua Sekte Kabut Awan sambil menyeringai lebar, seolah sudah memperkirakan kedatangan mereka.
Namun di tengah hiruk-pikuk kedatangan para sekte, salah satu ketua sekte mendadak menyipitkan mata. Ia menyapu pandangan ke seluruh area medan perang, namun tidak menemukan tanda-tanda keberadaan sekte tertentu.
"Apakah Sekte Wedian tidak berpartisipasi dalam perang ini?" gumam ketua Sekte Aliran Kabut Bumi dalam hati, merasa curiga sekaligus heran.
Tanpa menunggu lebih lama, suara ketua Sekte Aliran Kabut Bumi pun bergema lantang, menggetarkan udara di sekelilingnya. "Serang!!"
Seolah tersulut api, para murid dan tetua Sekte Aliran Kabut Bumi langsung bergerak maju bagaikan gelombang pasang, menghantam ke arah sekte lain dengan kecepatan dan kekuatan mematikan.
"Baik! Mari kita berperang, anak kecil!!" teriak ketua Sekte 3 Air Surgawi, wajahnya dipenuhi gairah membunuh.
"Bunuh mereka semua!!" lanjutnya, mengangkat pedang spiritual yang memancarkan cahaya biru menyilaukan, menjadi tanda bagi seluruh pengikutnya untuk menyerbu.
"Bunuh!!" teriak para murid mereka dengan serentak, membuat tanah di bawah bergetar karena hentakan kaki yang serempak.
Ketua Sekte Kabut Awan pun tidak mau kalah. Ia mengangkat tangan, lalu berteriak dengan suara tegas penuh wibawa. "Maju!! Bunuh mereka semua dan rebut sumur itu!!!"
"Serang!!" balas para murid Sekte Kabut Awan sambil menghunus senjata dan melesat ke arah pasukan musuh, mengisi udara dengan kilatan cahaya dari serangan spiritual.
Sekte Rumput Lima Serat pun tak mau ketinggalan. Mereka langsung menerobos ke medan perang, tangan-tangan mereka memancarkan formasi mantra yang kompleks.
"Hancurkan mereka!!!"
Sekte Akar Hitam yang terkenal dengan keberanian mereka pun berteriak penuh semangat. Meskipun ketua mereka belum tiba, para murid sama sekali tidak menunjukkan rasa takut.
"Untuk sumur itu!!!"
Suara mantra, dentuman senjata, dan raungan para kultivator bercampur menjadi simfoni kekacauan. Harta spiritual bertebaran di udara, meledak dengan cahaya yang menyilaukan, menandai setiap benturan hebat antar kekuatan. Niat membunuh memenuhi medan perang, membuat udara terasa berat dan menyesakkan dada.
Para ketua sekte masih belum turun tangan. Mereka berdiri tegak di udara, memantau jalannya pertempuran seperti raja yang menunggu saat yang tepat untuk menghancurkan lawannya. Mereka hanya akan bergerak jika sekte mereka berada di posisi terjepit.
Dari kejauhan, Lawzi Zienxi mengamati semua itu. Kedua matanya menyipit, dan keningnya mengerut. Udara di sekitarnya bergetar lembut karena tekanan dari medan perang yang luar biasa besar.
"Perang ini… lebih mengerikan dari yang kubayangkan. Hanya demi sumur itu… mereka benar-benar tidak memikirkan nyawa!" gumamnya pelan. Namun sesaat kemudian, ekspresinya kembali tenang, seperti lautan yang menelan ombak. Ia tetap mengamati, menganalisis setiap gerakan di medan perang.
Di tengah hiruk-pikuk, suara kasar bergema. "Kau! Akan kubunuh kau, anak kecil!!" seru salah satu murid dari Sekte Aliran Kabut Bumi, mengayunkan senjata panjangnya ke arah musuh.
"Bunuh mereka dan ambil semua hartanya!!!" sambung murid lainnya dengan nada garang.
"Aku tidak takut padamu, bodoh!!" balas keras seorang murid dari Sekte 3 Air Surgawi, menangkis serangan itu dengan tebasan pedang bercahaya.
"Ye Dai! Ayo bunuh mereka!!" teriak temannya yang berada di sebelah, sambil melepaskan tebasan energi yang memotong udara.
"Hahahaha! Kerja bagus, Yan Ze!!!" sahutnya penuh semangat ketika darah musuh terpercik di udara.
Tidak mau kalah, seorang kultivator dari Sekte Rumput Lima Serat mengaum dengan mata merah menyala. "Akan kubunuh kalian semua!!"
Suara perang terus bergema, dan medan itu kini telah berubah menjadi lautan darah dan cahaya spiritual.