Ficool

Chapter 70 - Chapter 70 – Six Hours of Hope

Chapter 70 – Six Hours of Hope (Enam Jam Harapan)

Vuyei tersenyum samar, meski tangannya mulai gemetar. “Jangan lama-lama, ya, Kak... aku... aku ingin melihat langit sore di Desa Yunboa lagi. Duduk bersama sambil minum teh…”

Zienxi memaksakan senyum, menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuknya. “Kau akan melihatnya. Tunggu aku di sini. Jangan tertidur.”

Zienxi berbalik, lalu berlari menembus kabut. Angin menggoyangkan pepohonan lembah, sementara tubuh Vuyei perlahan meringkuk, napasnya mulai pendek. Di sekitarnya, dunia tampak bergetar entah dari racun, atau halusinasi yang mulai memburuk.

Dan waktu terus berdetak.

Kabut di Hutan Dalam Arura belum juga menghilang, menyelimuti segala sesuatu dalam warna kelabu samar. Zienxi berlari menembus lebatnya pepohonan, matanya tajam menyisir tanah dan akar untuk menemukan tanaman penawar racun. Setiap napasnya terasa berat. Dalam hati, pikirannya hanya satu.

“Vuyei... bertahanlah.”

Langkahnya terhenti sejenak ketika dia melihat sesuatu di bawah pohon tua berlumuran darah. Tanaman kecil tumbuh sendiri, dengan daun merah kehitaman dan urat halus seperti nadi hidup. Ketika Zienxi meremas satu helai, cairan kental beraroma logam mengalir keluar. Wajahnya tegang.

“Ini... Blackblood Veinleaf, mungkin bisa memperlambat efek racun.” Ia menyimpannya cepat ke dalam kantong spiritual.

Zienxi lalu melesat menuju wilayah yang lebih jauh, Danau Tetesan Duri. Kabut berubah menjadi embun tipis, dan aroma tanah tercampur dengan bau mineral tajam dari air danau. Di sana, ia melihatnya, ular raksasa bermata merah delima, dengan tubuh bersisik besi dan duri kristal tajam yang memantulkan cahaya suram. Ia melingkari tanaman di tengah bebatuan: Serrathom Bloom.

"Apakah itu yang bisa menetralkan racun Basilisk?" gumam Zienxi, lalu menguatkan genggaman pada pedangnya. Tapi tubuhnya masih terasa lelah pertarungan sebelumnya meninggalkan sisa luka di otot dan meridiannya.

Tanpa ragu, dia menyerbu.

“Lanesa Wind Slice!” teriaknya, menebaskan bilah energi ke arah kepala ular.

Ular itu mendesis dan menggulung tubuhnya, membalas dengan semburan air tajam bercampur kristal kecil. Zienxi melompat ke samping, menahan luka kecil di lengannya. “Aku tak punya waktu untuk permainan ini!”

Dengan marah, dia menghujani binatang itu dengan mantra bertubi-tubi. Spiritual Breaker Slash, Pedang 11 Ilusi, dan satu tebasan Heaven Piercing Ray. Ular itu meraung kesakitan, namun masih hidup. Zienxi tahu ia tak bisa habiskan waktu lebih banyak di sini.

Sambil tetap waspada, dia melesat ke arah pinggir danau. Di sana, di antara batu-batu runcing, tumbuh tanaman berduri ungu dengan kelopak tebal.

“Serrathom Bloom. Entah kau berguna atau tidak, tapi aku tidak punya pilihan.” Ia mencabutnya hati-hati dan menyimpannya.

Zienxi melanjutkan ke wilayah terdalam dari lembah, lalu memasuki Gua Mata Darah, gua berlumur aura merah yang seolah berdetak. Aroma darah tua memenuhi udara. Tak lama, suara langkah keras dan gesekan batu membuatnya berhenti.

Seekor kalajengking raksasa dengan sembilan mata merah menyala muncul, ekor ganda bergetar dan menyembur racun tipis dari ujungnya. Di belakangnya tumbuh Verdant Soulmoss, lumut langka yang bersinar hijau zamrud di dinding gua.

"Tak ada waktu untuk berpikir."

Zienxi langsung melesat, pedangnya bersinar terang. “Daun 7 Bilah!”

Tujuh tebasan tajam menghantam tubuh kalajengking, membuatnya berteriak marah. Ekor ganda menyambar seperti cambuk, namun Zienxi berputar dan menghindar, lalu menebas ekor itu dalam satu gerakan presisi. Kalajengking itu meraung dan mencoba mundur, tapi Zienxi tak memberinya kesempatan.

“Heaven Piercing Ray!”

Sinar cahaya menghancurkan bagian dadanya dan binatang itu roboh, mati di tempat. Zienxi, tanpa banyak bicara, segera mencabut Verdant Soulmoss dan memasukkannya ke kantong spiritual.

Langkahnya terus membawanya menuju titik terdalam: Tebing Cakar Tiga. Di sana, tanah bergetar dan aura spiritual seperti membelah langit. Seekor macan bertaring sabit berdiri gagah, tubuhnya mengeluarkan cahaya merah menyala. Di celah batu di belakangnya, tanaman Blooddrop Nectar Vines menggantung dengan indah.

Zienxi berdiri tegak, bersiap menghadapi pertarungan berikutnya. Tapi... macan itu tidak bergerak menyerang. Binatang itu menatap Zienxi dalam-dalam, seolah membaca isi hatinya.

Zienxi mengerutkan kening. “Kau... tidak menyerang?”

Macan itu mengangkat kepalanya sedikit, lalu perlahan memiringkan tubuh, membiarkan jalur menuju tanaman terbuka.

“…kau… mengerti?” gumam Zienxi terkejut.

Binatang itu diam, hanya menatap dengan sorot tajam namun damai.

Zienxi menggenggam pedangnya, lalu menunduk dalam-dalam. “Terima kasih… aku berhutang padamu.”

Ia melangkah ke tebing, dan dengan hati-hati memetik Blooddrop Nectar Vines, nektarnya menetes pelan di jari, terasa pahit-manis. Ia menyimpannya, lalu menoleh ke arah macan itu lagi yang kini perlahan menghilang di balik kabut.

Langit mulai bergeser ke arah tengah hari. Sudah tiga jam lebih berlalu. Zienxi mengepalkan tangan.

“Sudah semua tanaman ku dapatkan…” gumamnya, lalu menatap jauh ke arah utara. “Vuyei… tunggu aku. Aku akan menyelamatkanmu.”

Dan tanpa ragu, ia melesat kembali menuju Hutan Dalam Arura.

Hutan Dalam Arura mulai diselimuti hawa dingin lembah malam yang perlahan turun. Kabut tipis merambat di antara pohon-pohon tinggi dan akar-akar menggeliat seperti ular yang mengintai. Di bawah sebatang pohon tua, Vuyei terduduk bersandar dengan wajah pucat, napasnya tidak beraturan. Tubuhnya bergetar, dan peluh membasahi pelipisnya. Meridian di dalam tubuhnya terasa seperti ditarik dan dibakar dari dalam.

“Ughh…” Ia meringis kesakitan, darah yang keluar dari sudut bibirnya tampak berwarna ungu gelap.

Setiap detik terasa seperti jam. Ia mencoba bertahan, duduk bersila, namun tubuhnya mulai kehilangan kendali. Saat itulah, dari kejauhan, suara langkah pelan tapi mantap mendekat. Seorang pria tua muncul dari balik kabut, mengenakan jubah panjang berwarna ungu pucat bercampur putih. Rambutnya perak panjang, dan wajahnya menunjukkan kedalaman pengalaman bertahun-tahun.

Pria itu mendekat perlahan, lalu berhenti beberapa langkah dari Vuyei. Ia menatap anak itu dengan sorot mata tajam namun tenang.

“Hmm…” gumamnya pelan. “Kau... terkena racun yang menyerang meridian dan aliran energi spiritual. Sudah berapa lama racun itu berada di tubuhmu?”

Vuyei mengangkat kepalanya sedikit, suaranya lemah. “...Tiga jam…”

“Tiga jam?” Pria tua itu mengernyit. “Berarti… tersisa kurang dari tiga jam lagi. Setelah itu racun ini akan melumpuhkan jantung dan inti spiritualmu.” Ia berlutut dan menyentuh pergelangan tangan Vuyei untuk memeriksa denyut meridiannya. “Aku akan mencoba membantumu. Tapi katakan... apakah kau datang ke tempat ini sendirian?”

Vuyei menggeleng lemah. “Tidak… aku bersama kakakku. Dia sedang mencari tanaman ke dalam lembah…”

Mata pria tua itu menyipit, nada suaranya langsung berubah. “Ke dalam lembah? Kau maksud... Lembah Darah Arura bagian terdalam?”

“Iya…”

“Gila!” Pria tua itu menggeleng pelan. “Tempat itu tidak cocok untuk pemuda seusia kalian. Bahkan kultivator dewasa pun jarang berani ke sana.”

Ia kemudian mengeluarkan tungku alkimia kecil dari cincin spiritualnya. Lalu beberapa tanaman diletakkan di sekelilingnya. “Dengan tungku ini, aku bisa membuat pil tingkat tinggi... tapi aku kekurangan beberapa bahan utama,” gumamnya.

Seketika itu juga, suara langkah cepat dan berat terdengar dari balik hutan. Sosok Zienxi muncul dengan tubuh berlumur darah dan napas terengah-engah. Luka di bahunya masih terbuka, tapi ia menepis semua rasa sakit begitu melihat adiknya.

“Vuyei!” serunya, langsung berlari mendekat.

“Kak…” lirih Vuyei, matanya berkaca-kaca.

Zienxi berlutut di samping adiknya, memeriksa kondisinya dengan cepat. “Kau... masih bertahan. Maaf aku terlambat.”

Pria tua itu menoleh padanya. “Kau kakaknya?”

Zienxi mengangguk. “Iya. Siapa... Senior ini?”

“Aku Lu Maohan,” jawab pria tua itu singkat, matanya masih menatap Vuyei.

Zienxi mengatupkan kedua tangan dan membungkuk ringan. “Senior Lu... apakah Anda bisa menyembuhkan racun ini dari tubuh adikku?”

“Aku bisa… tapi aku kekurangan bahan. Tanaman-tanaman penting tidak kupunya,” jawabnya sambil menoleh ke arah tungku yang belum menyala.

Zienxi menghela napas dan segera membuka kantong spiritualnya. “Aku membawa ini...”

Ia mengeluarkan Blackblood Veinleaf, Serrathom Bloom, Verdant Soulmoss, dan yang terakhir Blooddrop Nectar Vines.

Begitu tanaman terakhir itu muncul, mata Lu Maohan membelalak, suaranya nyaris tercekat. “Itu… Blooddrop Nectar Vines?”

Zienxi mengangguk. “Ya.”

“Bagaimana bisa kau mendapatkannya? Tanaman ini dijaga oleh binatang buas bertaring sabit yang bahkan bisa membunuh kultivator tahap puncak Meridian Awakening.”

“Aku akan ceritakan nanti, Senior… Tolong selamatkan adikku dulu.”

Lu Maohan menatapnya sejenak, lalu mengangguk serius. “Baiklah.”

Ia segera menyalakan tungku, meletakkan semua tanaman satu per satu, menyesuaikan suhu spiritual dengan presisi tinggi. Aroma logam, pedas, dan segar mulai tercium dari tungku itu. Proses berlangsung sangat lama. Cahaya dari tungku berganti warna dari merah ke biru, lalu ungu. Butiran energi spiritual mulai berputar di sekelilingnya.

Dua jam berlalu. Vuyei tampak semakin pucat dan nafasnya melemah. Zienxi hanya bisa duduk diam, menggenggam tangan adiknya erat. Suasana sunyi mencekam di bawah pohon tua itu.

Lalu, akhirnya, tungku bergetar pelan dan mengeluarkan cahaya lembut. Sebuah pil berwarna ungu kristal muncul perlahan dari dalam, mengambang seperti mutiara bercahaya.

Lu Maohan segera menangkapnya. “Ini dia... Deep Bloom Pill. Minumlah cepat!”

Vuyei dengan susah payah duduk bersila dan meneguk pil itu. Matanya memejam, dan tubuhnya mulai menyerap energi dari dalam pil tersebut. Beberapa menit kemudian, warna ungu gelap di wajahnya mulai memudar, meridian yang sebelumnya kusut mulai mengalir pelan-pelan.

More Chapters