Chapter 13: Hari-Hari Tanpa Ren
Sudah dua minggu sejak Ren pergi ke Jakarta.
Jembatan itu kini sepi, hanya ditemani suara gemericik air sungai dan desiran angin sore. Tapi Ayra tetap datang—bukan karena menunggu, tapi karena ia ingin menjaga kebiasaan yang dulu menguatkan hatinya.
Tanpa Ren, hari-hari Ayra kembali pada ritme yang sederhana. Ia mengajar anak-anak menggambar di balai desa, membantu Bu Warti di kedai, dan sesekali menulis puisi kecil yang tak pernah ia publikasikan.
Namun malam hari adalah waktu terberat. Saat sunyi datang, dan bayangan suara Ren menyelinap di kepalanya.
Suatu malam, Ayra menerima pesan singkat di ponselnya:
Ren:"Pameran dibuka tiga hari lagi. Karya kita—jembatan, senja, dan kamu—sudah dipasang. Aku ingin kau datang… kalau kamu siap."
Ayra menatap layar lama. Sebagian dirinya ingin segera menyusul, tapi bagian lain berkata untuk tetap tinggal dan membiarkan Ren menaklukkan dunianya sendiri dulu.
Di galeri Arunika, Ren berdiri di depan karyanya. Sketsa-sketsa hitam putih tentang jembatan, senja, dan sosok perempuan yang selalu berdiri menatap langit. Di antara pengunjung, seorang wanita muda menghampirinya.
"Karya kamu menyimpan luka yang lembut," kata wanita itu. "Apa kamu selalu menggambar seseorang yang kamu rindukan?"
Ren tersenyum tipis. "Aku tidak menggambarnya karena rindu. Aku menggambarnya... agar aku tetap kuat menepati janji untuk kembali."
Wanita itu terdiam. Tapi Ren sudah tak memperhatikannya lagi. Ia menatap sketsa terakhir yang dipajang—judulnya:
"Ayra, Di Tengah Jembatan."
Sementara itu, di desa, Ayra duduk di tepi jembatan sambil membawa surat balasan yang belum ia kirimkan. Ia menulis ulang setiap kalimat berkali-kali, tapi akhirnya hanya menulis satu:
"Aku akan datang. Tapi bukan hanya untuk melihat pameranmu. Aku datang... untuk memastikan hatimu masih sama seperti saat terakhir kau memelukku di jembatan ini."
Ia memasukkan surat itu ke dalam amplop, dan untuk pertama kalinya... ia siap melangkah ke arah yang baru—bukan karena menunggu, tapi karena hatinya sudah yakin.