Hari itu, langit tampak cerah. Tapi bagi Tara, segalanya akan berubah menjadi kelam dalam hitungan jam.
Jam pelajaran terakhir baru saja usai. Tara dan Rayhan memutuskan untuk menyelesaikan laporan logistik OSIS di ruang kosong lantai dua. Tidak ada yang aneh—mereka sudah biasa bekerja sama di luar jam pelajaran.
"Kamu lihat file pengiriman kemarin?"tanya Rayhan sambil membuka laptopnya.
"Sudah. Tapi kita perlu tanda tangan Bu Ratri untuk laporan akhir."
"Oke. Besok aku yang urus."
Tara mengangguk. Momen itu terasa biasa… tapi juga nyaman. Terlalu nyaman.
Rayhan tiba-tiba bersandar ke kursi, memandangi Tara.
"Kamu tahu nggak, kamu tuh beda."
Tara menoleh, bingung.
"Beda gimana?"
"Kebanyakan orang di sekitarku pengen jadi sorotan. Tapi kamu malah pengen ngilang."
Tara menunduk.
"Mungkin karena aku capek dilihat tapi nggak benar-benar dikenali."
Rayhan tersenyum pelan.
"Tapi aku lihat kamu."
Dan pada saat itulah—seseorang memotret mereka dari kejauhan. Cepat. Diam-diam. Tanpa suara.
Keesokan harinya, grup chat sekolah heboh.
📸 "Fix mereka pacaran!"📸 "Cewek kalem bisa juga nyantol si ketua OSIS."📸 "Pantas Rayhan jarang deketin siapa-siapa. Ternyata diem-dieman toh."
Foto itu memperlihatkan Tara dan Rayhan duduk bersebelahan. Tatapan mereka terlalu dekat. Senyum Rayhan terlalu hangat.
Tara membeku melihat layar ponselnya. Ia bahkan belum menyisir rambut saat pesan demi pesan masuk tanpa henti.
"Ta, kamu sama Rayhan pacaran?"tanya Rika lewat chat.
"Ta, itu bener kamu?""Gila sih... berani juga kamu main belakang."
Tara mematikan ponselnya.
Di sekolah, semuanya terasa menyesakkan. Tatapan mata. Bisikan-bisikan. Beberapa cewek bahkan menatapnya sinis saat ia lewat di kantin.
Dan yang paling menyakitkan… Rayhan tidak terlihat di mana pun hari itu. Tidak ada kabar. Tidak ada pesan.
Dia... menghilang.
Malamnya, Tara duduk sendiri di kamar. Hatinya sesak. Bukan hanya karena foto itu tersebar, tapi karena Rayhan... tidak bicara apa-apa.
Ia membuka lembaran laporan logistik yang belum selesai, lalu meremasnya. Tangisnya jatuh diam-diam.
Kenapa aku yang harus disalahkan? Kenapa dia diam saja?
Saat itu, ponselnya bergetar. Satu pesan masuk. Dari Rayhan.
Rayhan:
"Maaf. Aku sengaja menjauh hari ini. Aku nggak pengen kamu tambah diserang karena aku."
Tara:
"Tapi kenapa harus aku yang menanggung semuanya sendirian?"
Rayhan:
"Karena aku takut kamu pergi kalau kamu tahu semuanya."
Tara:
"Tahu apa?"
Rayhan:
"Besok... aku akan cerita semuanya."
Dan Tara pun tahu: badai yang sesungguhnya... baru akan dimulai.