Ficool

Wathering With You My Version(Indonesia)

DaoistJVTs1w
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
201
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1 – Anak yang Melarikan Diri

Bab 1 – Anak yang Melarikan Diri

Langit kelabu membentang tanpa batas. Ombak berdebur keras menghantam lambung kapal ferry yang melaju meninggalkan pulau kecil. Di dek terbuka, seorang remaja laki-laki berdiri menggenggam pagar besi dengan erat. Tubuhnya diguyur hujan yang jatuh tanpa henti, tapi ia tak bergeming.

Namanya Hodaka Morishima. Usianya baru tujuh belas tahun. Di matanya, laut yang luas itu bukan sekadar perairan yang memisahkan pulau dan kota besar—melainkan jalan keluar. Jalan menuju kebebasan yang ia dambakan.

"Aku tidak akan kembali lagi," bisiknya pada dirinya sendiri, suaranya tenggelam dalam riuh angin laut.

Perjalanan ini adalah pelariannya. Dari rumah, dari pulau kecil yang terasa sempit, dari kehidupan yang menekannya. Ia bahkan tak memberi tahu siapapun. Hanya sehelai tas ransel, beberapa lembar uang seadanya, dan harapan yang rapuh menemaninya.

Hodaka menatap langit. Hujan yang turun tanpa henti sejak pagi membuat seolah dunia sedang menangisinya. Tapi ia tak peduli. Baginya, Tokyo—kota besar yang sebentar lagi ia pijak—adalah segalanya. Di sana, pikirnya, ia bisa menemukan arti hidup.

Namun semakin lama ia berdiri di dek kapal, semakin ia merasa kecil. Ombak yang begitu besar, angin yang menusuk, dan langit yang tak berhenti menangis membuat hatinya digelayuti rasa ragu.

"Hei, kau akan sakit kalau terus berdiri di situ," suara seorang kru kapal memecah lamunannya.

Hodaka menoleh cepat, sedikit terkejut. Seorang pria paruh baya dengan jas hujan biru berdiri tak jauh darinya. Hodaka hanya tersenyum tipis, lalu mengangguk kecil. Ia lalu bergegas masuk kembali ke kabin, meninggalkan dek yang basah kuyup.

Di dalam kabin, hawa lembap bercampur dengan aroma garam laut. Penumpang lain sibuk dengan urusan masing-masing: ada yang tidur, ada yang membaca, ada pula yang menatap layar ponsel. Hodaka menarik napas panjang.

"Aku benar-benar sendirian sekarang."

Tapi anehnya, ada juga rasa lega yang mengalir di dalam dadanya. Ia berhasil melangkah keluar dari kandang yang selama ini menahannya.

Tokyo masih jauh. Tapi bayangan tentang gedung-gedung tinggi, lampu neon berwarna-warni, dan keramaian yang tak pernah tidur membuat hatinya berdebar. Ia tak tahu apa yang menunggunya di sana. Namun satu hal pasti: ia lebih memilih menghadapi ketidakpastian itu daripada kembali ke masa lalu yang menyesakkan.

Di kursinya yang sempit, Hodaka akhirnya memejamkan mata. Kapal berguncang lembut, hujan mengetuk kaca jendela. Di antara rasa takut dan harapan, ia terlelap, menuju sebuah awal yang akan mengubah hidupnya selamanya.