Ficool

Chapter 4 - Chapter 4 – The Echoing Gong of Fate

Chapter 4 – The Echoing Gong of Fate

Suara gong bergema kuat dan dalam, menggetarkan angin pagi di seluruh pegunungan tempat berdirinya Seven-Faced Leaf Sect. Bunyi itu bukan hanya penanda dimulainya sebuah tradisi kuno, tetapi juga menjadi penabuh genderang untuk masa depan ratusan pemuda yang bercita-cita menjadi kultivator sejati. Setiap orang yang mendengarnya, baik dari desa-desa sekitar maupun dari kota jauh, menoleh terpesona dan penuh harap.

Di rumah keluarga Lawzi, dentuman itu terdengar jelas. Lawzi Jeu sedang menyusun jerat untuk berburu bersama anak dan keponakannya, saat ia mendongak dan mengangguk pelan.

“Gong itu...” gumamnya. “Hari seleksi akhirnya tiba.”

Zienxi menoleh dari tempat duduknya di beranda, matanya menerawang ke arah kejauhan tempat asal suara tersebut. Wafei yang berada di dekatnya, menyipitkan mata.

“Apakah banyak orang akan ikut seleksi itu?” tanyanya.

“Pasti,” jawab Jeu, sambil melirik mereka berdua. “Tapi hanya sedikit yang akan bertahan. Menjadi kultivator bukan sekadar keinginan. Akar roh... Itulah segalanya.”

Sementara itu, di dapur, Quim Zunxi dan Defei Heifei tengah memotong sayuran dan tertawa kecil bersama Defei Sixie dan Vuyei. Jian Sixie membantu mengambil air dari sumur, lalu bergabung sambil bersenandung kecil.

“Aku masih belum percaya kalau seleksi itu butuh waktu enam bulan,” komentar Sixie sambil menuangkan air ke dalam kendi. “Bayangkan saja hidup di tempat asing, tanpa tahu apakah kau akan pulang sebagai kultivator atau gagal.”

Di tempat lain, tepat di dasar gunung tempat berdirinya Seven-Faced Leaf Sect, ratusan calon kultivator mulai memadati gerbang besar batu hitam dengan ukiran tujuh daun di atasnya. Setiap daun mengarah ke arah berbeda, menggambarkan tujuh jalan kultivasi yang bisa ditempuh. Bendera besar Sekte berkibar perlahan dalam angin pagi.

Verifikasi dilakukan di sebuah balai luas, tempat para elder sekte duduk berderet. Satu per satu calon peserta mengulurkan tangan ke atas Spiritual Crystal, batu kristal biru yang mampu mendeteksi keberadaan dan kekuatan akar roh seseorang.

Dari total 670 pendaftar, 20 orang tidak memiliki akar roh sama sekali. Mereka langsung diminta pulang dengan lembut namun tegas. 50 orang memiliki akar roh, namun sangat lemah. Mereka diberi kesempatan untuk belajar menjadi kultivator meskipun sulit. Sisanya, 600 orang, dinyatakan memiliki potensi dan kekuatan roh yang cukup untuk mengikuti tahap seleksi selanjutnya.

Para elder mengumumkan bahwa tahap pertama akan dimulai 3 hari setelahnya. Para peserta akan dikirim ke Wilayah Zhi, sebuah kawasan liar dan berbahaya tempat berbagai jenis Spiritual Flowers tumbuh. Tantangan mereka adalah menemukan dan membawa kembali Spiritual Fruit yang tumbuh di bunga-bunga tersebut.

Jenis-jenis Buah Spiritual yang dinyatakan dalam pengumuman adalah:

Earth Spiritual Fruit (Buah Spiritual Bumi)

Sky Spiritual Fruit (Buah Spiritual Langit)

Lightning Spiritual Fruit (Buah Spiritual Petir)

Heavenly Spiritual Fruit (Buah Spiritual Surgawi)

Hanya Heavenly Fruit yang benar-benar langka dan hampir mustahil ditemukan. Lightning Fruit pun sangat sulit diperoleh, tetapi bukan tak mungkin. Sky dan Earth Fruit dianggap tingkat menengah, namun tetap sulit ditemukan dan tidak bisa diremehkan. Dari 650 peserta yang lolos, hanya setengahnya yang akan berhasil melewati tahap pertama setelah enam bulan penuh bertahan hidup dan menemukan buah spiritual mereka.

Pagi berikutnya, di Desa Yunboa, Zienxi, Wafei, Lawzi Jeu, Lawzi Gue, dan Jian Lode sudah siap berburu. Mereka membawa senjata ringan, jerat, dan persediaan makanan. Tujuan mereka adalah menimbun stok makanan untuk beberapa bulan, agar tidak perlu keluar rumah selama musim hujan yang akan datang.

Sementara itu, Lawzi Kunren dan Tsai Mianzu duduk di bawah pohon plum tak jauh dari dapur, menikmati teh hangat sambil memandang ke arah pegunungan di kejauhan.

“Vuyei sudah mulai banyak bertanya soal sekte itu,” ujar Kunren pelan.

Mianzu mengangguk, matanya mengamati kabut yang perlahan menyingkir. “Dia memang penasaran… Tapi aku bisa lihat dari caranya menatap Zienxi, dia sedang menunggu sesuatu.”

“Dia selalu mengikuti anak itu, seperti bayangan,” kata Kunren sambil tersenyum tipis. “Tapi jika hari itu datang, jika dia ingin pergi… aku ingin dia tahu bahwa dia diizinkan untuk bermimpi.”

Tsai Mianzu meletakkan cangkir tehnya dan menoleh pada suaminya. “Dia adalah darah kita, Kunren. Tapi dia juga punya jalan sendiri. Entah itu di Sekte Daun 7 Sisi… atau di tempat lain.”

Kunren menghela napas dalam. “Jika ada bahaya, aku sendiri yang akan mencarinya. Aku tak akan membiarkan dia sendirian.”

Di sisi lain, para perempuan tengah menyiapkan makan siang sambil tertawa bersama. Mereka menghidangkan lauk hasil tangkapan kemarin, sambil berbagi cerita tentang masa kecil dan harapan untuk anak-anak mereka.

Defei Sixie, yang duduk sambil menjemur rambut panjangnya, berkata pelan, “Aku tak tahu apakah Sixie akan mencoba ikut seleksi itu. Dia sedikit tertarik… tapi sepertinya menunggu langkah Zienxi.”

“Vuyei juga begitu,” timpal Quim Zunxi. “Dia ingin mencoba, tapi jika Zienxi tidak ikut, dia akan tetap tinggal.”

Lawzi Jeu dan yang lainnya kembali saat matahari mulai turun, membawa seekor kijang kecil di punggungnya. Sambil duduk dan membersihkan hasil buruan, ia memandangi Zienxi yang tengah diam di bawah pohon besar.

“Zienxi,” katanya tenang. “Mungkin kau tak tertarik sekarang… tapi jika suatu saat kau berubah pikiran, cobalah ikut seleksi itu. Dunia di luar sini terlalu besar untuk hanya dilihat dari desa.”

Zienxi menoleh, lalu mengangguk pelan. “Kalau Vuyei ingin ikut… aku akan pikirkan lagi,” katanya tanpa semangat.

Wafei yang duduk di dekat perapian tersenyum lebar. “Aku tidak akan ke Sekte Daun 7 Sisi. Di desaku ada Sekte Red Moon Sect aku ingin mencoba di sana. Mereka bilang fokus pada teknik tubuh.”

“Kedengarannya menarik,” ujar Jian Sixie sambil menahan tawa. “Aku mungkin akan ikut. Tapi masih lama, kan?”

Pada malamnya, setelah makan malam, mereka duduk di depan api unggun kecil. Suara jangkrik mengisi udara, dan aroma kayu terbakar memenuhi hidung. Tawa anak-anak menggema, lalu perlahan hening seiring satu per satu dari mereka mulai tertidur.

Zienxi, yang tertidur terakhir, bermimpi aneh. Ia melihat dirinya berdiri di tengah bunga-bunga ungu yang bercahaya samar. Di tangannya, ada cincin Cincin Akar Roh berkilau redup dan terasa hangat.

Ia terbangun dengan napas pelan, lalu bergumam, “Cincin itu lagi…”

Di sisi lain rumah, di kamar Defei Sixie, Cincin Akar Roh yang diletakkan dalam kotak kayu, bergetar ringan dan memancarkan cahaya ungu lembut, lalu kembali tenang, seperti tak terjadi apa-apa.

Zienxi menatap langit-langit rumah, matanya mengantuk. “Aneh…” bisiknya. Lalu ia pun kembali tertidur, tanpa tahu bahwa takdirnya perlahan mulai berubah.

More Chapters