Malam itu terasa begitu panjang.Aruna duduk di sudut kamarnya, menatap kosong pada cermin yang memantulkan wajah pucatnya. Kata-kata Kenzo siang tadi terus terngiang di telinganya: "Jika cinta ini racun, maka biarlah aku yang menanggung sakitnya."
Air mata Aruna kembali jatuh.Ia tahu, rasa yang tumbuh di antara mereka bukanlah cinta yang mudah diterima dunia. Ada tembok tinggi yang bernama status, ada duri tajam yang bernama keluarga, dan ada racun mematikan bernama masa lalu.
Kenzo, lelaki yang selalu hadir di setiap rapuhnya, ternyata menyimpan luka yang lebih dalam dari yang ia bayangkan. Luka itu bukan hanya karena cinta yang terlarang, melainkan karena pengkhianatan yang ia pendam bertahun-tahun.
"Kenzo…" bisik Aruna, suaranya nyaris tak terdengar.Hatinya terjepit, antara ingin bertahan atau melepaskan.
Di sisi lain, Kenzo berdiri di depan kantor ICONPLAY, merokok sendirian. Asap rokok yang mengepul seperti melukiskan semua resah yang menyesakkan dada.Ia menatap layar ponselnya—ada sepuluh panggilan tak terjawab dari Aruna, tapi ia tak sanggup mengangkat.
"Aku harus menjauhinya," batinnya. "Jika terus bersamanya, dia akan hancur. Tapi jika aku pergi, akukah yang sanggup bertahan?"
Tiba-tiba, sebuah pesan masuk. Dari nomor yang sudah lama tidak muncul.Pesan itu hanya berisi satu kalimat:
"Racun cinta tak hanya membunuhmu, tapi juga akan menelan orang-orang di sekitarmu."
Kenzo tertegun. Ia mengenali nomor itu—milik orang yang seharusnya sudah tak lagi mengganggu hidupnya.
Malam itu, baik Kenzo maupun Aruna sama-sama terjebak dalam labirin perasaan. Dan tanpa mereka sadari, bayangan dari masa lalu siap kembali, membawa racun yang lebih mematikan.