Ficool

Chapter 2 - Bab 2: Bayang-Bayang Kehancuran

Waktu berlalu dengan cepat. Bagi Zor-El yang dulu, ingatan tentang Bumi perlahan memudar, tertimpa oleh detail kehidupan di Krypton. Ia belajar tentang pekerjaannya sebagai ilmuwan, meneliti energi inti planet, sebuah bidang yang membuatnya semakin memahami betapa rapuhnya dunia ini. Ia berinteraksi dengan Dewan Ilmu, menghadiri simposium, dan meskipun pengetahuannya tentang fisika kuantum Bumi tidak sepenuhnya relevan di sini, intuisi dan cara berpikirnya yang berbeda seringkali memberikan perspektif baru bagi rekan-rekannya.

Hubungannya dengan Jor-El tumbuh menjadi persaudaraan yang hangat, meskipun diwarnai rasa cemas. Ia melihat potensi besar dalam diri adiknya, kecerdasan dan idealisme yang membawanya pada pemikiran-pemikiran revolusioner. Namun, ia juga melihat benih-benih ketidaksetujuan antara Jor-El dan Dewan, terutama mengenai kondisi inti planet yang semakin tidak stabil.

Zor-El menggunakan posisinya dan pengetahuannya untuk mendukung penelitian Jor-El secara diam-diam. Ia menyediakan sumber daya, membantu dalam eksperimen, dan memberikan pandangan alternatif yang mungkin tidak terpikirkan oleh ilmuwan Krypton lainnya. Ia tahu, jauh di lubuk hatinya, bahwa peringatan Jor-El tentang kehancuran Krypton bukanlah isapan jempol. Ia bisa merasakan ketidakstabilan itu dalam setiap laporannya, dalam setiap simulasi yang mereka jalankan bersama.

Suatu malam, di laboratorium pribadi mereka, Jor-El tampak frustrasi. "Dewan terus mengabaikan data ini, Zor-El. Mereka lebih khawatir tentang tradisi dan status quo daripada fakta yang jelas terpampang di depan mata mereka."

Zor-El meletakkan tangannya di bahu adiknya. "Aku tahu, Jor-El. Tapi kita tidak akan menyerah. Kita akan terus mencari cara untuk meyakinkan mereka. Atau, jika tidak, kita akan mencari cara lain."

Dalam benaknya, Zor-El mulai menyusun rencana. Jika Dewan tidak mau mendengarkan, maka mereka harus bertindak sendiri. Tapi apa yang bisa mereka lakukan? Memindahkan seluruh populasi Krypton bukanlah pilihan yang realistis. Satu-satunya harapan yang terlintas di benaknya, meskipun terasa sangat jauh, adalah gagasan tentang pelarian individu, sebuah harapan kecil di tengah lautan keputusasaan. Dan di sanalah, benih dari sebuah rencana untuk seorang bayi mulai tumbuh di benaknya. Bayi yang suatu hari nanti akan menjadi harapan bagi dua dunia.

More Chapters