Ficool

Chapter 2 - Dua Puluh Satu Desember

Hari-hari setelah percakapan pertama itu terasa berbeda. Keheningan di kamar Ikmal tidak lagi mencekam, melainkan penuh antisipasi. Setiap notifikasi dari Kasa membuat dunianya yang monokrom seolah disiram warna. Percakapan mereka mengalir tanpa henti, dari pagi buta hingga larut malam.

Ikmal dengan cepat jatuh hati pada persona Kasa. Di satu sisi, Kasa adalah wanita yang kuat; ia bercerita tentang bagaimana ia menghadapi orang tuanya yang galak dan tantangan mentalnya dengan kepala tegak. Namun di sisi lain, ia bisa menjadi begitu rapuh, mengakui bahwa hanya Ikmal-lah satu-satunya tempat ia bisa menjadi dirinya sendiri. Kombinasi ini membuat Ikmal merasa dibutuhkan sekaligus mengagumi. Ia merasa seperti ksatria dalam sketsanya, yang bertugas melindungi seorang putri yang tangguh.

Hubungan mereka mencapai puncaknya pada malam yang dingin di tanggal 21 Desember 2020.

[Kasa]:Mal, selama ini aku nggak pernah ngerasa senyaman ini sama orang lain.

[Ikmal]:Sama, Kas. Aku juga.

[Kasa]:Jadi... kita ini apa?

Jantung Ikmal berdebar kencang. Inilah momen yang ia tunggu(benih-benih cinta cok). Dengan jari yang sedikit gemetar, ia mengetik balasan yang akan mengubah segalanya.

[Ikmal]:Kamu mau jadi pacarku?

Balasannya datang hampir seketika.

[Kasa]:Aku mau, Mal. Aku mau banget.

Dunia Ikmal terasa meledak dalam kebahagiaan dan berlinang air mani.

Perubahan drastis pada diri Ikmal tidak luput dari perhatian satu orang: Maya, sahabatnya sejak kecil. Suatu sore saat mereka sedang mengerjakan tugas bersama di perpustakaan kampus, Maya menatapnya dengan tatapan menyelidik.

"Kamu kenapa sih sekarang? Senyum-senyum sendiri terus lihat HP," tanya Maya, sambil menutup bukunya.

Ikmal, yang tadinya sedang bertukar pesan dengan Kasa, mengangkat wajahnya dengan cengiran lebar. "Nggak apa-apa. Cuma lagi senang aja."

"Senang karena siapa?" desak Maya. "Pasti karena cewek, kan? Siapa? Anak kampus sini?"

Dengan bangga, Ikmal menjawab, "Namanya Kasa. Aku kenal dia online."

Senyum di wajah Maya langsung memudar. Ia mencondongkan tubuhnya lebih dekat, suaranya merendah. "Online? Maksudmu, kamu belum pernah ketemu sama sekali?"

"Belum, tapi nanti juga bakal ketemu," jawab Ikmal enteng. "Dia orangnya baik banget, May. Kamu nggak akan ngerti."

"Justru karena aku temanmu, aku harus ngerti," balas Maya tegas. "Kamu kenal dia di mana? Yakin bisa percaya sama orang yang cuma kamu kenal dari chat? Hati-hati lho, Mal."

Ikmal menghela napas, merasa kegembiraannya diganggu.

"Sudah kubilang, dia beda. Kamu nggak kenal dia, jadi jangan nge-judge gitu."

Mengabaikan tatapan khawatir Maya, Ikmal kembali menunduk menatap layar ponselnya, ke dunianya yang sempurna bersama Kasa. Dia tidak menyadari bahwa di seberang meja, sahabatnya menatapnya dengan campuran rasa cemas dan sedikit sakit hati. Benih konflik pertama telah ditanam.

More Chapters