Ficool

Chapter 7 - Bab 7 – Arena Retak & Naga Hijau

Langit di atas arena tiba-tiba menggelap pekat, seperti ada sesuatu yang menelan warna biru cerah siang itu. Sorak-sorai ribuan penonton di tribun berubah menjadi bisikan cemas, merambat ke seluruh penjuru. Sesekali terdengar desis—seperti suara nafas yang terhenti, menahan ketegangan.

Gohan berdiri di tengah arena, pedang emasnya masih bersinar redup, namun aura di sekelilingnya semakin panas, menusuk kulit. Keringat dingin membasahi dahinya, tapi pandangannya tetap menancap ke arah tribun yang mulai retak-retak.

"Ini... apa?" Gumamnya pelan, merasakan getaran aneh dari dalam tanah. Tanah di bawah kakinya seolah hidup, bergeliat seperti diwarnai darah naga yang tak terlihat.

Mata para murid elit sekte berkilat, ada ketakutan dan iri yang bercampur jadi satu. Mereka tidak percaya, bagaimana mungkin bocah desa itu bisa memancing reaksi seperti ini?

"Hei, hati-hati!" teriak salah satu dari mereka, berusaha mundur saat retakan di tribun mulai merambat cepat, memecah batu menjadi serpihan tajam. Semburat hijau mulai menyala dari sela retakan, mengeluarkan asap dingin yang menggigilkan.

Tiba-tiba, dari dalam asap itu, muncullah sesosok makhluk raksasa. Seekor naga hijau ilusi, berwarna zamrud, dengan sisik berkilauan seperti permata hidup. Ia melilit tribun, mengepulkan asap berwarna hijau muda, ekornya menyapu udara dan meninggalkan jejak bercahaya.

Naga itu bukanlah makhluk nyata, tapi ilusi yang begitu sempurna sampai setiap orang yang melihatnya merasakan kehadirannya. Getaran kekuatan magisnya menjalar ke seluruh arena, membuat banyak orang terguncang.

Gohan menelan ludah, pedangnya bergetar di tangan. Suara gemuruh naga mengisi telinga, seakan membelah langit dan merobek kedamaian dunia.

"Kau... tidak mungkin," bisik Gohan, seolah tak percaya. "Naga hijau itu... dari tubuhku?"

Bayangan naga semakin jelas. Tubuhnya membungkus arena, dari tribun hingga ke atas tribun lain, mengitari semua mata yang terbelalak. Setiap gerakan makhluk itu membuat tanah bergetar, menyebarkan energi berbahaya.

Tiba-tiba, di sela gemuruh itu, kilasan kenangan menyeruak ke pikiran Gohan. Ia berdiri seorang diri di sebuah gua gelap. Bayangan api berkelap-kelip menari di dinding, dan sosok seorang pria tua berbaju putih muncul dari balik asap.

"Jangan takut, Gohan," suara itu bergema, hangat namun penuh makna. "Naga hijau adalah warisan, bukan kutukan."

Namun kenangan berikutnya segera mengubah suasana. Sosok pria tua itu berubah menjadi bayangan hitam, matanya merah membara. Dengan satu tawa dingin, ia berbisik, "Kau bukan siapa-siapa. Hanya alat yang menunggu saatnya pecah."

Gohan terhenti, dadanya sesak. Kenangan itu terasa seperti racun yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia menatap pedang emas di tangannya, kini tampak semakin berat.

"Apa yang kau inginkan dariku?" suara hati kecilnya bergemuruh.

Retakan semakin dalam, meluas dengan cepat. Suara batu pecah dan tanah yang terbelah menggema. Gohan sadar, pertarungan yang akan segera dimulai ini bukan hanya soal kekuatan fisik, tapi juga soal menghadapi bayangan gelap dalam dirinya.

Seketika, dari retakan besar di tengah arena, muncul sebuah cermin es besar, berdiri tegak seperti pintu ke dunia lain. Permukaan cermin itu berkilat seperti kaca sempurna, namun di dalamnya tampak bayangan seorang pria—sosok yang wajahnya mirip Gohan tapi penuh dengan aura iblis dan kegelapan.

Gohan membeku. Suara bisikan dingin terdengar dari cermin itu, menggema di sekeliling arena:

"Belum waktumu... pecahkan segel dulu."

Kata-kata itu menusuk jiwa, merobek sedikit demi sedikit rasa percaya dirinya yang rapuh.

Murid-murid elit dan penonton hening. Semua merasa berat, seperti menyaksikan awal sebuah bencana yang tak bisa mereka hentikan.

Tiba-tiba, ilusi naga hijau itu mengamuk. Tubuhnya berubah menjadi cahaya kehijauan yang berputar liar. Pedang emas Gohan bergetar, seakan memanggil sesuatu yang lebih besar, lebih berbahaya.

Seorang murid elit yang selama ini memandang rendah Gohan maju ke depan, menantang.

"Ayo, buktikan kau pantas!" teriaknya dengan sombong.

Gohan mengangkat pedangnya, tapi bukan untuk menyerang. Ia mencoba meredam kekuatan naga hijau yang semakin liar itu.

Pertarungan itu bukan lagi antara dua orang, tapi antara hati dan kegelapan. Ilusi naga menari-nari di udara, melepaskan energi yang membuat semua orang mundur, menghindari gelombang kekuatan yang membahana.

Namun Gohan merasa ada sesuatu yang menghalangi. Setiap kali ia mencoba mengendalikan naga itu, bayangan di cermin es berkilat semakin jelas, menatapnya dengan dingin, seolah berkata:

"Kau akan hancur jika tidak pecahkan segel ini."

Gohan tahu, ini bukan pertarungan biasa. Pedang langit di tangannya bukan sekadar senjata, tapi kunci ke rahasia yang selama ini tersembunyi. Apa sebenarnya segel itu? Dan bagaimana naga hijau yang menjadi bagian dirinya bisa menjadi musuh terbesar sekaligus pelindungnya?

Setiap hembusan napas di arena berubah menjadi tarikan napas maut, setiap langkah menjadi pertaruhan jiwa. Pewaris Langit Ketujuh atau penguasa kehancuran—pilihan itu kini tergantung pada kekuatannya untuk mengendalikan naga yang membara di dalam darahnya.

Gohan terjatuh di tanah, darah segar keluar dari bibirnya. Tiba-tiba, dari dalam dadanya, muncul sinar hijau lembut yang merambat ke seluruh tubuhnya. Pedang emas berkilat menyala semakin terang, membentuk pola seperti naga yang berkelindan.

Seketika, suasana berubah. Naga hijau ilusi itu tidak lagi mengamuk liar, tapi berubah menjadi penjaga yang tenang, melingkari tubuh Gohan dan mengeluarkan aura hangat.

Namun bayangan di cermin es semakin nyata. Dari balik permukaan beku, sebuah tangan muncul, memecah sedikit es itu dan meraih ke arah Gohan.

"Hentikan!" teriak Gohan dengan suara bergetar, tapi tangannya tak mampu menahan kekuatan itu.

Saat tangan itu hampir menyentuhnya, seluruh arena tiba-tiba berguncang hebat. Retakan besar membelah tanah, dan di dalamnya, suara serak bergema:

"Gohan Lee, Pewaris Langit Ketujuh, kau belum siap... Tapi segel akan pecah. Saatnya kau memilih jalan: Pahlawan atau Penghancur."

Gohan terperangah, matanya terpaku pada cermin es yang kini bergetar hebat, sebelum akhirnya pecah berkeping-keping.

Lalu, kegelapan menelan semua—---

Pedang emas di tangan Gohan bersinar seperti bintang di tengah kegelapan. Namun, rahasia segel yang menghantui dirinya bukanlah misteri yang mudah dipecahkan. Ketika naga hijau bangkit dari dalam darah, dan bayangan gelap menunggu di balik cermin es, pertanyaannya bukan lagi siapa Gohan... melainkan seberapa kuat ia bisa bertahan sebelum dunia runtuh.

Apakah Pewaris Langit Ketujuh siap menghadapi takdirnya yang penuh duri dan pengkhianatan? Atau akankah darah dewa mengubahnya menjadi bayangan penghancur dunia?

More Chapters