Ficool

Chapter 13 - Bab 13 - Turnamen Seribu Pedang

Langit Tengah yang dahulu megah kini dipenuhi riak riuh ribuan pedang yang berkilau di bawah sinar matahari senja. Di Stadion Seribu Pedang, tribun berkaca-kaca penuh pendukung tiap klan—suasana memanas seperti cairan besi mendidih.

Gohan Lee berdiri di tengah gelanggang, napasnya terengah, tangan masih gemetar menahan pedang kayu latihan yang kini akan berganti pedang sejati. Di sekelilingnya, Han Bei, sang badut turnamen, berjingkrak dan menebar tawa palsu—tapi hari ini, tawa itu hendak terluruh tumpuan.

"Ah, kekacauan!" Han Bei berseru, topeng kayu di wajahnya menyembunyikan keriput bibirnya. Ia berputar lincah, memamerkan pirouette lucu hingga pedang latihan menari di jarinya. Semua murid elite menarik napas, menunggu tanda wasit.

"Pergelanganmu... jangan kaku!" Qin Rouye berdiri di pinggir gelanggang, mata menhetak tajam. Sebuah bisikan sinis mengusik Gohan: "Aku membencinya, tapi aku butuh dia bertahan..."

Gohan menelan ludah. Ia tahu, Han Bei dipaksa ikut turnamen jalan belakang: imbalan jaringan intel yang ia miliki. Namun hari ini, di balik senyum badut, ia bisa jadi mata-mata Wuji.

Tiba-tiba: sirine panjang memekik. Sesosok pengumum datang ke tengah dan mengangkat tangan.

"Dimulai! Turnamen Seribu Pedang babak final! Gohan Lee vs Han Bei!"

Keriuhan bro keras. Gohan menatap Han Bei—ia menurunkan topeng, topeng itu tergelincir dan terjatuh!

Wajah Han Bei terpampang: mata kecil cekung, bekas luka halus di kening. Dan—astaga—di dahi Han Bei terpatri lambang Wolf Clan milik Feyu dan Wuji. Simbol terlarang: mata Wuji.

Seisi arena terhenyak. Bisik berantai memenuhi udara: "Dia mata-mata?", "Wuji... di balik badut ini?", "Pengkhianatan terbesar!"

Gohan mencengkeram pedang, rasa panas menyeruak. Bagaimana bisa Han Bei? Musuh lama Wuji bermain peran dua wajah.

Han Bei tersenyum getir, menutupi topeng dengan tangan gemetar: "Ups... kelihatan semua ya? Maafkan hoaxku, Zhen Bu... sekarang aku 'Guyu, mata abu'... tapi aku di sini untuk turnamen." Interjeksi kocak itu terlihat hampa.

Hadiah segunung—pengakuan dan posting media—membuat semua terpaku. Namun wasit menengahi:

"Pedang!"

Serangkaian pedang emas berkilau turun dari langit—seribu pedang latihan kini bersalin wujud: bilah kecil bermata merah dan gagang naga hijau.

Gohan menatap pedang itu, dan ingatan gedebuk tangannya menahan gemetar: "Wah, gilaa..!"

Han Bei berseru, membungkuk: "Terima kasih, semoga tak ada yang terluka... hiks!"

Gohan mengangkat pedang, energi dewa mengalir. Han Bei ikut mengangkat, aura perak ringan menari.

Duel dimulai. Ayunan pertama datang dari Han Bei—kombinasi lincah, ejekan, dan sesekali lelucon yang membuat pedang Gohan harus menebas sambil menahan tawa dan pantatnya sendiri.

Gohan menyerang balik: jeda cair dan tembakan cepat. Ia menahan hati untuk tidak menggenapi pukulan mematikan; Han Bei partnernya hari ini, bukan lawan mematikan.

Namun, tiba-tiba: pedang Han Bei mengepul sinar gelap—sebuah jebakan! Bilah naga hijau yang merapikan aura barat menembus pedang Gohan dan menimbulkan gesekan menyayat jiwa.

Gohan menjerit, mundur selangkah, dan di dadanya terasa luka jiwa—bukan luka kulit. Han Bei menahan pedangnya, ekspresi kosong.

"Maaf, Gohan... dulu aku diperintahkan..." suaranya parau, topeng menutupi air mata.

Semua penonton gemetar. Qin Rouye terkejut, patriotisme klan Naga Surga tersentak.

Sekonyong-konyong, penjaga sekte melesat mengerumuni arena. Senjata terhunus, mereka tertib membentuk lingkaran. Patuh pada perintah: "Tidak ada pergerakan!"

Gohan menahan napas. Ia melangkah maju, menodong Han Bei dengan pedangnya. Setitik darah perak menetes di ujung bilah—tanda kontrak rahasia Wuji.

"Apa maksudmu, Han Bei?" Gohan bergetar.

Han Bei tersenyum pahit: "Lempeng rahasiamu besar, Gohan Lee. Wuji ingin tahu kekuatan itu... Maaf, aku hanya alat." Ia menunduk, menatap batu arena.

Penjaga sekte mengepung mereka rapat, siap menginterogasi. Qin Rouye merangsek maju, wajahnya menahan gejolak:

"Siapa yang memerintahkanmu?" suaranya menggelegar.

Han Bei menatap Rouye, lalu Gohan—ia mengambil napas panjang.

"Zhao Wuji," bisiknya.

Clash. Semua terkejut. Zhao Wuji—pemburu dewa—takkan tinggal diam di kegelapan. Kini ia mengulangi perannya sebagai bayangan tersembunyi.

Gohan menelan ludah, nafasnya tercekat. Pedang emas terangkat, padamkan getaran luka.

Di tengah keheningan, sebuah bisikan sunyi terdengar, bukan dari siapa pun—tapi dari pedang Gohan sendiri:

"Tuntaskan... atau kau terhukum..."

Dan panggung dunia kultivasi terguncang.

"Ketika topeng badut terkelupas, pengkhianatan Wuji terbuka di tengah Turnamen Seribu Pedang—apa yang akan dilakukan sang Pewaris Langit Ketujuh? Saksikan aksi penuh intrik dan bayangan masa lalu!"

Gohan merasakan desakan emosi: amarah pada Wuji, kecewa pada Han Bei, dan kepedihan pada topeng yang dulu membuat lawan tertawa. Ia menunduk, menatap Han Bei yang kini menunduk pilu.

"Kau... Han Bei... pertahankan nyawamu. Aku bukan musuhmu," ucap Gohan lirih.

Han Bei menatap, air mata menetes, namun ia menarik pandang ke penjaga sekte:

"Anak buah Wuji... tangkap aku jika kau mau. Aku tidak akan lari."^1

Dinding penjaga tak berani mendekat: Han Bei pernah menjadi murid teladan. Kini, pengkhianatan itu bak cambuk mencekik mereka.

Qin Rouye menatap Han Bei, lalu berkata pelan pada Gohan:

"Kita harus bawa ini ke Patriark Qin. Dia akan menilai—bukan sebagai klan, tapi sebagai keadilan."^2

Gohan mengangguk. Ia menodong Han Bei supaya berdiri, lalu mereka berjalan perlahan keluar arena, diiringi tatapan penuh intrik.

Station media melayang merekam: wajah Gohan, Rouye, dan Han Bei menjadi portal gosip publik.

Namun jauh di balik tirai, Zhao Wuji menatap layar siaran dengan senyum dingin:

"Kau mulai mengerti. Tapi belum cukup, Pewaris... Inilah awal dendam sejati."

Semua pintu terbuka—permainan murkai dan rahasia memanggil babak selanjutnya.

"Pengkhianatan Wuji merekah di final Turnamen Seribu Pedang—ada rahasia yang terkuak, janji dendam yang tericik. Gohan Lee kini membawa beban baru: kebenaran pahit dan aliansi tak terduga. Siapkah dia menantang nasib dan menuntaskan pengkhianatan?"

More Chapters