Mimpi itu indah, tapi jalan menuju ke sana nggak pernah mulus.
Di PAZKI, hidupku mulai berubah. Tapi perubahan itu nggak selalu enak. Ada kalanya aku merasa bosan. Kangen masa-masa bebas di jalanan, nggak ada aturan, bisa main sepuasnya. Kadang, waktu malam, aku mikir: "Bener nggak sih jalan yang gue ambil ini?"
Godaan datang dari mana-mana.
Ada teman lama yang ngajak ngamen lagi, katanya:
"Ngapain lu di situ, Rang? Mending ikut gue, kita bisa cari duit cepet."
Aku bingung. Sekilas, ajakan itu menggoda. Duit langsung, tanpa harus nunggu lama, tanpa harus duduk di kelas, mikirin komputer yang kadang bikin pusing.
Tapi aku ingat wajah Abah, Mimih, dan teman-teman yang sekarang jadi seperti keluarga baru.
Aku juga ingat rasa bangga waktu pertama kali bisa ngetik surat sendiri, atau bantu bersihin virus di komputer temen. Rasa puas itu... nggak bisa digantiin sama uang dari hasil ngamen.
Satu malam, aku duduk sendiri di aula PAZKI. Gelap, cuma ada lampu kecil di pojokan. Dalam diam itu, aku bikin janji sama diri sendiri:
"Gue nggak mau balik ke jalanan. Gue mau buktiin kalau anak jalanan juga bisa punya masa depan."
Dan dari situ, aku mulai lebih serius. Aku ikut setiap pelatihan Telin, catat semua materi, bahkan bantu ngajarin temen yang kesulitan. Aku tahu, ini bukan akhir dari perjuangan, tapi ini langkah besar. Langkah yang bikin aku berani ngadepin dunia.