Ficool

Chapter 20 - BAB 20: CAHAYA DI BALIK TOPENG

SMA Kurogane – Satu minggu setelah pengumuman semester kenaikan

Suasana sekolah berubah drastis.

Papan pengumuman dipenuhi informasi tentang Penilaian Kelas Khusus.

Setiap siswa sibuk mempersiapkan diri.

Namun, di tengah keramaian itu…

Reivan duduk santai di atap gedung, bersama Lyra.

> "Kamu yakin nggak mau latihan dulu?" tanya Lyra sambil memakan roti isi.

> "Yakin. Aku sudah latihan sejak aku lahir," jawab Reivan kalem.

> "Gaya banget sih..." gumam Lyra sambil tersenyum.

"Tapi aku suka."

Di bawah, terlihat Chika dan Aveline sedang mengintip mereka dari tangga darurat.

> "Mereka... lagi berdua lagi…" bisik Chika kesal.

> "Aku pikir dia nggak dekat sama siapa-siapa selain Kori… tapi ternyata Lyra juga?" ujar Aveline pelan.

Namun, rasa penasaran Aveline lebih dalam dari sekadar soal kedekatan Reivan.

---

Malam hari – Markas Alexandros

Aveline duduk sendiri di ruang pengarsipan ayahnya, mengurusi dokumen mata-mata sebagai bagian dari pelatihan khusus dari Alexandros.

Tiba-tiba, dia menjatuhkan satu berkas.

> Rekaman video?

Ia menatap layar kecil yang menyala otomatis…

Rekaman hitam putih memperlihatkan seseorang menyusup ke markas Black Mantis.

Langkahnya hening. Gerakannya mematikan.

Darah tersebar di mana-mana. Kamera hanya menyorot sebagian tubuhnya—jubah hitam dan topeng separuh wajah.

Namun, saat kamera menangkap momen topeng itu sedikit terangkat oleh angin...

Tampak sepasang mata biru tajam.

Begitu familiar...

Aveline menahan napas.

> "Itu... mustahil…" bisiknya.

Ia memundurkan video… memperbesar…

Tatapan dingin, garis rahang… bentuk tubuh…

> "Reivan…?"

---

Keesokan harinya – Sekolah

Aveline duduk di kelas dengan ekspresi kosong.

Reivan datang seperti biasa, santai, menyapa Kori, lalu duduk.

> "Pagi," sapa Reivan pada Aveline seperti biasa.

> "…Pagi," jawab Aveline pelan.

Tatapan Aveline terfokus pada mata Reivan.

Mata biru yang sama.

Tatapan yang sama.

Langkah yang sama.

Chika duduk di samping Aveline.

> "Hei, kamu kenapa diem aja? Biasanya kamu paling cerewet soal Reivan."

> "Aku cuma... mikir," gumam Aveline.

Chika melirik Aveline curiga.

Sementara itu, dari belakang kelas, Lyra memandangi Reivan dalam-dalam.

Tanpa sadar, ia juga mulai merasakan… bahwa pria itu menyembunyikan sesuatu.

---

Sore hari – Atap sekolah

Reivan duduk bersama Kori, keduanya makan es krim.

> "Aveline mulai curiga, ya?" tanya Kori.

> "Dia pintar. Dia anak Alexandros, jadi cepat atau lambat… pasti tahu," jawab Reivan tenang.

> "Kamu bakal gimana?" Kori menatap serius.

> "Aku belum tahu. Tapi... kalau dia tahu, dan memilih menjauh, itu juga bagian dari konsekuensi."

Reivan mengangkat wajahnya ke langit.

> Tapi kalau dia tetap tinggal… mungkin aku...

Ia tak menyelesaikan kalimatnya.

Bab 19 - Ujian, Diam-diam, dan Pandangan yang Berbeda

Pagi itu, suasana di SMA Kurogane terasa berbeda. Hening, tegang, dan penuh ketegangan. Bukan karena ancaman dari organisasi bawah tanah, bukan juga karena sosok Night Hunter yang telah membungkam dua organisasi terbesar dalam semalam. Melainkan karena satu hal yang selalu membuat para siswa SMA gemetar:

Ujian semester kenaikan kelas.

Di dalam kelas 1-B, suara kertas yang dibalik, dentingan pensil, dan tarikan napas panjang terdengar silih berganti. Reivan duduk di bangkunya seperti biasa, tenang, santai, dan nyaris tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Hanya tatapan tajamnya yang memandangi lembar soal di depannya, mencatat semua dengan presisi.

Di sekitarnya, beberapa siswa mulai berkeringat dingin, termasuk Chika yang terlihat menggigit bibir pelan. Di bangku lain, Lyra sesekali melirik Reivan, lalu kembali menunduk dengan pipi agak merah. Aveline duduk paling ujung, tampak kalem namun sesekali tatapannya tertuju ke arah Reivan dengan pandangan rumit.

Kori yang duduk di belakang Reivan hanya tersenyum kecil. Dia tahu siapa sebenarnya Reivan. Menyaksikan sahabatnya itu mengisi ujian seperti sedang menyusun strategi tempur rasanya lucu sekaligus membanggakan.

---

Satu jam kemudian, bel berbunyi.

"Pensil letakkan! Kumpulkan kertas kalian!" ujar guru pengawas tegas.

Suara kursi diseret, langkah kaki berat, dan napas lega memenuhi ruangan. Reivan mengumpulkan lembar jawabannya tanpa ekspresi. Chika mendekat dengan wajah lelah tapi masih menyempatkan tersenyum padanya.

"Akhirnya selesai... Nanti siang kita ke kantin bareng, ya? Ajak Lyra dan Aveline juga," katanya ceria.

Reivan mengangguk. "Terserah kalian saja."

Lyra yang mendengar itu langsung menghampiri. "Jangan ngajak ramai-ramai dulu, ya... Aku mau ngobrol duluan sama dia."

Chika mendelik pelan. "Kamu nyolong start, ya."

"Kalian ribut lagi," sahut Aveline sambil tertawa ringan. Tapi tatapannya masih sesekali jatuh pada Reivan. Dalam pikirannya, rekaman yang ia lihat secara tak sengaja malam sebelumnya kembali berputar—rekaman Reivan saat menghancurkan markas Specter Eidolon.

---

Apakah dia benar-benar Night Hunter...? pikir Aveline dalam diam. Tapi Reivan tampak terlalu normal di sekolah ini. Terlalu... biasa. Namun, sisi itu—yang ia lihat malam itu—benar-benar nyata.

---

Siang hari, mereka pun makan siang bersama di atas atap sekolah. Lyra duduk berdekatan dengan Reivan, mencoba menyuapkan potongan buah. Chika ikut-ikutan, tapi malah menumpahkan air botol. Aveline hanya memperhatikan dari belakang dengan senyum kecil namun dalam hatinya masih penuh pertanyaan.

Kori yang lewat di dekat pintu atap hanya menggeleng kecil. "Tiga gadis mengejar iblis bertopeng. Dunia ini memang penuh ironi."

Dan di kejauhan, Alexandros kembali menatap monitor kecil di ruang rahasianya. Dalam hati, ia hanya bergumam:

"Jadi ini yang kau pilih, Reivan? Kehidupan yang tenang... setelah semua darah yang tertumpah. Tapi sampai kapan bisa kau pertahankan kedamaian ini?"

---

Ujian masih berlanjut selama beberapa hari, dan Reivan tetap tenang dalam semua mata pelajaran. Namun, badai baru tampaknya mulai menggulung perlahan... meski tak seorang pun dari mereka menyadarinya.

More Chapters