[SIANG HARI – DISTRIK MIDORIYA, TOKYO]
Aveline menatap jam tangannya dengan hati berdebar. Rambutnya dikuncir samping, gaun kasual berwarna pastel yang ia pakai sudah dipilih sejak semalam. Senyumnya mengembang begitu melihat sosok Reivan berjalan dari arah berlawanan.
Dan seperti biasa…
Reivan tetap santai dengan kaus hitam polos, jaket abu yang terbuka setengah, dan celana gelap.
Tapi entah kenapa, tampilannya hari ini terlihat... lebih mematikan dari biasanya.
Bahkan beberapa pengunjung kafe sempat menoleh, mengira dia aktor atau model terkenal.
"Maaf, lama nunggu?" tanya Reivan datar.
Aveline buru-buru menggeleng. "Nggak kok! Aku juga baru datang."
(Padahal dia udah nunggu 20 menit)
Mereka berjalan menyusuri pusat kota yang ramai. Mampir ke toko buku, toko baju, dan bahkan minum bubble tea bersama.
Aveline terlihat sangat menikmati waktu mereka. Tapi Reivan? Ia bersikap normal—tak terlalu cuek, tapi jelas tak memperlakukan ini sebagai "kencan".
Namun tetap saja, Reivan tak menyadari bahwa diamnya, tatapannya, dan caranya mendengarkan dengan tenang justru membuat Aveline makin tenggelam dalam rasa sukanya.
**
[SAAT YANG SAMA – TROTOAR SISI BERLAWANAN]
Seorang wanita berambut pirang keperakan melangkah ringan, memakai kacamata hitam dan mengenakan pakaian santai. Ia adalah Selene, mata-mata spesialis senyap dari Prancis. Namun kali ini, ia tidak sedang menjalankan misi.
Ia hanya lewat.
Dan tanpa sengaja, ia melihat Reivan dan Aveline dari kejauhan.
Matanya menyipit. "Hmm?"
Ada sesuatu dalam cara Reivan berjalan. Gerakannya… terlalu tenang. Terlalu efisien. Bahkan saat membuka pintu kafe kecil, tangannya bergerak seperti orang yang sudah terlatih menghadapi ledakan.
**
[SOBO KAFE — 17.00]
Setelah Reivan dan Aveline selesai 'kencan', mereka berpisah di stasiun. Reivan hanya mengangguk saat Aveline bilang, "Terima kasih untuk hari ini."
Dan saat ia berbalik, Selene muncul dari bayangan—melangkah ke arah bangunan tua yang tampak seperti kafe jadul.
Namun bagi mereka yang tahu, itu bukan sekadar kafe.
Itulah markas sementara mereka berlima — The Coalition of Shadows.
**
[RUANG MARKAS – KAFE LANTAI BAWAH]
Iris dan Kai tengah berdiskusi dengan Rex soal rencana pelacakan buronan dunia bawah. Nikolai sedang mengolah data.
"Lihat siapa yang datang," ujar Kai dengan nada malas saat Selene masuk.
"Punya info baru?" tanya Nikolai tanpa menoleh.
Selene berjalan pelan, lalu menaruh satu foto cetak dari kamera pengintai toko baju di siang hari. Dalam foto itu, tampak Reivan—dengan penampilan santainya—memegang jaket abu-abu dan memeriksa kaca dengan satu tangan.
"Foto ini aku dapat dari toko di distrik Midoriya. Kamera mereka dilengkapi sensor mikro-reaksi," kata Selene dingin.
Nikolai menyipit. "Dan?"
Selene menunjuk ke bayangan refleksi di kaca display toko.
> "Itu bukan bayangan biasa. Itu rekaman panas tubuh."
"Dan anak ini, tanpa sadar, memancarkan pola suhu seperti yang kita lihat di bekas medan pembantaian markas Specter Eidolon."
Ruangan mendadak hening.
"Dia…?" Iris menahan napas.
"Belum pasti," Selene menambahkan. "Tapi aku yakin… anak ini bukan orang biasa."
Nikolai menyandarkan punggungnya ke kursi. Wajahnya serius, penuh antisipasi.
"Sepertinya… kita sudah semakin dekat dengan Night Hunter."
[MARKAS RAHASIA — AREA PEGUNUNGAN, JEPANG UTARA]
Jauh dari hiruk pikuk kota dan tatapan awam, berdiri sebuah villa tua bergaya barat di tengah kabut hutan pinus.
Namun tempat ini… bukan sekadar villa.
Inilah markas tersembunyi milik Alexandros, mantan penguasa bayangan dunia intelijen internasional. Seorang pria berambut perak yang kini mengenakan setelan formal, berdiri menghadap layar besar hologram.
Di belakangnya berdiri dua sosok yang tak kalah mematikan.
"Zagreus" — sang Tangan Kanan, ahli senjata jarak dekat dan infiltrasi. Berambut hitam pendek, sorot mata tajam bagaikan binatang buas.
"Nyra" — sang Tangan Kiri, master spionase dan racun. Bermata ungu gelap, dengan rambut panjang perak kebiruan, dan selalu membawa kalung liontin kecil miliknya.
Keduanya dikenal sebagai dua mata-mata tak terkalahkan di era keemasan organisasi Alexandros.
Saat ini, mereka bertiga sedang menatap rekaman siaran satelit gelap yang baru saja dikirim oleh salah satu saluran rahasia dunia intelijen.
Di layar, tampak poster buronan Night Hunter dengan angka bounty yang luar biasa:
> [NIGHT HUNTER — 67.500.000 USD — STATUS: EXTREME THREAT]
(67.500.000 USD/9 miliyar YEN)
Zagreus mencibir pelan. "Lima anjing hitam dari barat mulai bergerak."
Nyra menyilangkan tangan. "Dan sepertinya mereka sudah mencium aroma…"
Alexandros tetap diam. Ia menatap layar, dan perlahan mengangkat foto yang diambil dari markas Specter Eidolon yang telah dihancurkan. Ada satu coretan kalimat yang tertinggal, ditulis dengan darah.
> "Untuk darah Azel Arkady — putranya telah membalas."
Seketika itu juga, Alexandros menggenggam foto itu erat.
"Dia sudah membuat suara terlalu keras," gumamnya.
"Dan sekarang, dunia mulai mengingat… siapa itu Night Hunter."
Zagreus menoleh. "Kau mau kami bergerak? Menghalangi mereka?"
Alexandros menggeleng pelan. "Tidak."
Mata tajamnya menatap ke kejauhan.
> "Biarkan mereka mencari. Biarkan mereka bermain dengan api."
"Jika mereka terlalu dekat dengan Reivan… baru saat itu kita bergerak."
Nyra menyeringai tipis. "Kalau begitu, saatnya menyiapkan skenario dua langkah. Penjagaan… dan penghancuran."
Alexandros menoleh ke arah layar lain yang menampilkan rekaman Reivan bersama Aveline saat 'kencan' siang tadi.
Ia tak tersenyum, tapi tatapannya menyimpan kebanggaan dan kekhawatiran yang mendalam.
"Berhati-hatilah, Reivan…"
"…karena kali ini, bukan hanya dunia bawah yang mengincarmu, tapi dunia atas juga mulai membuka mata."