Rasa pusing dan dingin menusuk tubuh Thomas saat ia perlahan membuka matanya. Cahaya bulan redup memantul di atas permukaan air, menciptakan pemandangan suram di tengah lautan luas. Suara deburan ombak terdengar samar, bercampur dengan erangan para awak kapal yang selamat.
Zee terbatuk, menyingkirkan air laut dari tenggorokannya. Ia bangkit perlahan, memeriksa sekeliling. Kapal mereka telah hancur berkeping-keping.
"Kapten Rendel... Helios..." gumamnya sambil mencari mereka.
Tidak jauh dari tempatnya berdiri, Kapten Rendel terduduk di atas sebuah pecahan kayu, memegangi lengannya yang terluka. Helios terbaring di dekatnya, masih sadar namun terlihat lemah.
Sebelum mereka bisa memahami apa yang terjadi, suasana tiba tiba berubah.
Lautan yang tadinya bergelombang kini mendadak diam, seolah-olah seluruh lautan menahan napas. Angin berhenti berhembus, dan langit terasa lebih gelap dari sebelumnya.
Lalu, sebuah suara menggema dari dasar lautan.
"Aku telah kembali..."
Air laut di hadapan mereka berputar, membentuk pusaran raksasa. Dari dalamnya, sesosok makhluk raksasa perlahan muncul—sosok megah dengan sisik biru kehijauan yang berkilauan di bawah cahaya bulan. Matanya berwarna emas menyala, menatap mereka dengan penuh kewibawaan. Dialah Dewa Laut.
Thomas merasakan tekanan luar biasa. Ini bukan makhluk biasa. Ini adalah entitas yang pernah mengguncang dunia.
Dewa Laut mengangkat tangannya, dan air di sekeliling mereka naik seolah menanggapi perintahnya. Laut adalah miliknya. Kekuatannya belum pudar.
"Aku adalah penguasa samudra, pemegang kendali atas pasang dan badai. Aku telah tertidur cukup lama karena tersegel, dan kini... dunia akan kembali berada di bawah kehendakku."
Zee mencabut pedangnya, bersiap bertarung, namun Dewa Laut hanya terkekeh.
"Kalian tidak bisa melawanku. Bahkan Raja Laut terdahulu pun tidak membunuhku. Karena mereka tahu... membunuhku akan menghancurkan keseimbangan dunia."
Thomas mengernyit, mencoba memahami kata-kata itu.
Dewa Laut melanjutkan, suaranya dipenuhi kesombongan dan kepercayaan diri yang tak tergoyahkan.
"Aku dulunya pelindung lautan, namun manusia tidak pernah tahu cara menghormati kekuasaan sejati. Mereka menolak tunduk pada hukum yang kubuat. Aku menawarkan perlindungan, namun mereka menolak! Maka aku menegakkan keadilan dengan tanganku sendiri. Jika mereka tak mau tunduk secara sukarela, maka aku akan membuat mereka tunduk dengan paksa!"
Kapten Rendel menggertakkan giginya. "Itu bukan keadilan! Itu adalah tirani!"
Dewa Laut tertawa dingin.
"Apa bedanya? Jika aku tidak mengendalikan dunia, maka dunia akan hancur oleh kebodohan manusia sendiri."
Helios teringat sesuatu. "Tapi kau tidak berkuasa selamanya. Kau telah disegel... oleh Raja Laut terdahulu."
Tatapan Dewa Laut berubah tajam.
"Ya... Aku memang pernah dikalahkan. Oleh seorang Raja Laut yang terlalu naif. Ia menggunakan senjata yang tidak seharusnya dimiliki manusia—Trisula Kebijaksanaan, yang ditempa oleh Dewa keadilan dengan nama lain Dewa Ashura sendiri. Senjata itu memiliki hukum absolut, kekuatan untuk menyegel bahkan seorang dewa sepertiku."
Zee mengepalkan tinjunya. "Kalau begitu, kita hanya perlu menggunakan trisula itu lagi untuk menyegelmu kembali!"
Dewa Laut tersenyum sinis.
"Kalian pikir itu mudah? Pewaris sejati Trisula Kebijaksanaan belum ditemukan. Tanpa pewaris sejati, senjata itu hanyalah besi tua yang tak memiliki kekuatan. Bahkan jika kalian menemukannya, apakah kalian yakin bisa menahanku kali ini?"
Kata-katanya membawa ketakutan ke dalam hati mereka.
Jika Dewa Laut benar-benar kembali dengan kekuatan penuhnya, maka dunia berada dalam bahaya.
Thomas menarik napas dalam. Ia tahu mereka tidak bisa bertarung melawan entitas ini sekarang. Mereka butuh rencana. Mereka butuh trisula itu... dan yang lebih penting, mereka butuh seorang pewaris sejati.
Dewa Laut menatap mereka satu per satu, lalu berkata dengan nada yang mengancam.
"Kalian boleh mencoba melawanku... tapi aku akan kembali. Dan ketika saatnya tiba, dunia ini akan menjadi milikku."
Lalu, dengan satu gerakan tangannya, lautan kembali bergejolak. Ombak besar muncul, melemparkan mereka ke arah pantai terdekat.
Saat Thomas terhuyung di atas pasir, ia menyadari satu hal.
Perjuangan mereka baru saja dimulai.