Ficool

Chapter 14 - The mirror field

Sinar lampu ruang latihan Blue Lock memantul di lantai kayu basah keringat, tapi malam itu terasa berbeda.

Setiap sudut lapangan seolah bergetar, bukan karena bola atau kaki pemain… tapi karena energi yang tak terlihat.

Aku berdiri di tengah lapangan, bola di kaki, merasakan sesuatu yang aneh: sistem di kepalaku berdenyut lebih kuat daripada biasanya.

> [Ego Resonansi: 100%]

[Kontrol: Hampir hilang]

[Efek: Menyebar ke seluruh Team Z]

Aku menatap Bachira, Isagi, Kunigami, dan yang lain.

Mereka bergerak, tapi setiap langkah, setiap gerakan, terasa tidak nyata.

Seperti… bayangan dari ego masing-masing sedang muncul di lapangan, mengikuti mereka.

> "Apa yang… terjadi?" gumam Isagi, matanya melebar.

Aku tersenyum tipis, menatap bayangan-bayangan itu.

Ini bukan lapangan biasa.

Ini… Mirror Field, sebuah kondisi yang hanya bisa terjadi saat resonansi ego mencapai titik kritis.

Setiap pemain kini melihat versi diri mereka sendiri — ego yang tersembunyi, ambisi, ketakutan, dan kekhawatiran — memantul di lapangan seperti cermin.

---

Bachira menjerit ketika bayangan dirinya meniru setiap gerakannya dengan sempurna, tapi lebih liar, lebih agresif.

Isagi menatap bayangan refleksinya, seakan takut untuk menyerang atau menerima bola.

Kunigami menendang bola, tapi bayangan kaki yang muncul di cermin lapangan selalu lebih cepat, selalu memprediksi langkahnya.

Aku menelan ludah.

> "Ini… efek ego-ku. Aku memicu Mirror Field…"

Sistem di kepalaku berdengung seperti alarm:

> [Resonansi Ego: 105%]

[Kontrol tidak stabil]

[Efek domino: Aktivasi]

Aku tahu satu hal pasti: jika aku tidak mengendalikan diri, lapangan ini akan menjadi perang ego total.

Tetapi di saat yang sama… ada sensasi aneh yang membuatku ingin melihat seberapa jauh batas ini bisa diuji.

---

Bachira melompat ke arah bola, tapi bayangan ego-nya menabraknya, membuatnya tersandung.

> "Hah?! Ini nggak mungkin!" teriaknya.

Isagi menjerit ketika bayangan dirinya menyerang bola lebih cepat darinya, menyalip posisi yang seharusnya ia kuasai.

Kunigami menatapku, wajah serius, kata-katanya nyaris berbisik:

"Ryou… kau harus hentikan ini!"

Aku menarik napas panjang, bola di kakiku bergetar seolah sadar akan kondisi yang terjadi.

> "Aku… harus ambil risiko," gumamku.

Aku menendang bola ke arah bayangan yang mendekat, tapi bukan sekadar menendang — aku mengintegrasikan ego-ku dengan bola, membuatnya menjadi medium pengendali energi ego di lapangan.

Bola meluncur, dan bayangan semua pemain seakan tersentak, bergetar, dan berhenti sejenak.

Mereka menatapku, wajah lelah tapi penuh tekad.

> "Kita… harus kendalikan diri sendiri!" teriak Isagi.

---

Aku menatap mereka, tersenyum tipis.

> "Ya… kalian bisa. Ego bukan hanya tentangku, tapi tentang bagaimana kita semua bisa bertahan."

Bachira menendang bola ke arahku, tapi kali ini, alih-alih mengikuti ego-ku, dia memilih jalannya sendiri.

Isagi menempatkan diri di posisi yang benar, Kunigami menahan bola dengan kontrol sempurna.

Lapangan yang tadinya kacau kini mulai stabil, meski bayangan refleksi mereka tetap menari-nari di permukaan cermin.

> [Mirror Field Stabil: 60%]

[Resonansi Ego: 80%]

[Kontrol: Sebagian pulih]

Aku menundukkan kepala, tersenyum tipis.

> "Aku baru saja belajar satu hal penting: ego itu bisa menghancurkan… tapi juga bisa membangkitkan."

---

Di ruang kontrol, Ego Jinpachi menatap layar dengan mata tajam.

> "Subjek 0… kau benar-benar fenomena yang tidak bisa diprediksi. Jika kau terus berkembang seperti ini… aku harus memutuskan apakah kau asset atau ancaman."

Aku menatap langit-langit fasilitas, refleksi lampu menari di mataku.

> "Aku siap menghadapi apapun… karena ego-ku bukan hanya untukku sendiri. Ini adalah ujian untuk semua striker sejati."

Malam itu, Team Z duduk bersama, kelelahan tapi tersadar.

Bachira menatapku sambil tersenyum.

> "Ryou… kau memang aneh, tapi kau bikin kita sadar kalau ego bisa jadi pedang sekaligus perisai."

Isagi menambahkan:

"Mirror Field ini… membuatku memahami batas dan potensi diriku sendiri. Terima kasih."

Aku menatap teman-temanku, tersenyum pelan.

---

📖 Catatan untuk pembaca Webnovel:

Kalau kalian suka bab ini, jangan lupa dukung penulis:

💬 Komentar, 🌟 Vote, 🔔 Follow!

Dukungan kalian membuat Ryou Asahi terus menghadapi tantangan ego berikutnya — dan kalian ikut menyaksikan setiap pertarungan psikologisnya! 🙌🔥

More Chapters