Aku terbangun di tengah malam.
Lampu kamar redup, suara dengkuran ringan dari pemain lain terdengar samar.
Tapi aku tahu — aku tidak sedang benar-benar bangun.
Segalanya terasa aneh.
Udara tak bergerak.
Dan di hadapanku, ada layar biru transparan yang melayang di udara.
> [Selamat datang kembali, Ryou Asahi.]
[Status: Tidak stabil.]
[Ego Level: Berlebihan.]
Aku menatap layar itu tanpa berkedip.
Jantungku berdetak lambat — terlalu lambat untuk manusia normal.
"Apa ini… mimpi?"
> [Tidak ada mimpi. Hanya kesadaran yang terpecah.]
Suara itu lagi. Tapi kali ini… tak datang dari luar.
Datang dari dalam dadaku sendiri — dari tempat yang lebih dalam dari pikiran.
Sebuah bayangan mulai terbentuk di hadapanku.
Langkahnya ringan, tapi aura di sekitarnya terasa berat.
Ketika wajahnya muncul, aku hampir tak bisa bernapas.
Dia… aku.
Tapi lebih muda. Lebih dingin.
Dan matanya menyala merah seperti bara api.
> "Kau sadar akhirnya," katanya — dengan suaraku sendiri.
"Aku sudah lama menunggumu berhenti berpura-pura jadi manusia biasa."
Aku menatapnya, bingung. "Siapa kau sebenarnya?"
> "Aku?" Ia tersenyum miring. "Aku adalah kau — bagian yang selalu kau tekan. Bagian yang memaksa sistem ini hidup."
Aku mundur selangkah.
"Aku yang memaksa sistem ini hidup? Maksudmu… sistem ini tidak nyata?"
Bayangan itu tertawa kecil.
> "Sistem ini nyata — karena kau membuatnya nyata. Karena kau butuh alasan untuk menjadi monster tanpa rasa bersalah."
Aku ingin menyangkal, tapi bibirku tak bergerak.
Semua kenangan latihan, teriakan, dan suara notifikasi sistem berputar di kepalaku.
Semua itu… terjadi saat aku paling ingin menang.
> "Sadarilah, Ryou," katanya lagi.
"Sistem bukan alat. Sistem adalah topeng yang kau ciptakan… agar kau bisa membunuh tanpa ragu."
Aku menatap tanganku.
Tiba-tiba, darah menetes dari ujung jari —
dan di bawah kami, lapangan Blue Lock muncul, diselimuti cahaya merah.
Di tengahnya, semua pemain Team Z berdiri diam… seperti boneka.
Aku menatap mereka.
Mereka tak bergerak. Tak bernapas.
> "Mereka bukan lawanmu," suara itu berbisik.
"Lawanmu adalah dirimu sendiri yang masih takut menjadi dewa di lapangan."
Aku menutup mata.
Suara itu kini berlapis — sebagian lembut, sebagian kasar,
seperti dua diriku berbisik dalam bahasa yang sama tapi dengan tujuan berbeda.
> [Ego Overload: 99%.]
[Sinkronisasi dengan 'sistem' akan permanen jika dilanjutkan.]
"Aku tidak mau kehilangan kendali…"
> "Kau tidak kehilangan kendali," katanya sambil tersenyum,
"Kau akhirnya memegang kendali."
---
Aku terbangun tiba-tiba.
Keringat dingin mengalir di wajahku.
Bachira menatapku dari ranjang sebelah.
> "Ryou, kau ngigau lagi?"
Aku hanya bisa menatap langit-langit, napas tersengal.
Tapi di sudut mataku — sekilas, aku melihat garis biru digital
berkedip di udara lalu menghilang.
> [Selamat datang di tahap berikutnya, Ryou Asahi.]
[Mulai integrasi penuh: Ego System Mode.]
Dan untuk pertama kalinya, aku tidak merasa takut.
Aku tersenyum.
> "Kalau memang ini aku… maka biarlah seluruh dunia melihat siapa Ryou Asahi sebenarnya."
---
Terima kasih sudah membaca System in Blue Lock!
Dukungan kalian adalah bahan bakar semangatku untuk terus menulis perjalanan Ryou Asahi 💪
Kalau kamu suka bab ini, jangan lupa:
💬 Tinggalkan komentar
🌟 Beri rating & favorit
🔔 Follow agar nggak ketinggalan update berikutnya!
#SupportBlueLockFanfic #RyouAsahi