Ficool

Chapter 2 - Chapter 2 : Memasuki Instana

CLANG.

"Lindungi pangeran dan tangkap para pembunuh!"

Pasukan kerajaan?

Kepalaku mulai berputar akibat terbentur dinding. Pandanganku menjadi blur. Kesadaranku hilang seketika.

Samar-samar, suara bergemuruh mengerubungi ku. Namun aku tidak kuasa menjawab suara-suara itu.

"Cassian!"

Aku mendengar suara teriakan ibuku samar-samar memanggil namaku, namun aku tak bisa menjawab ataupun membuka mataku.

Pintu gerbang dibuka, pintu yang selama ini menjadi tanda perbatasan antara Istana dan daerah luar. Pintu itu terbuat dari baja berlapis yang tampak kokoh dan kuat. Berukir motif simetris dan nampak klasik.

Suara salah seorang penjaga menggema dengan lantang.

"YANG MULIA KAISAR TELAH TIBA...!"

Sebuah kereta kuda megah berlapis perak dan emas, ukurannya lebih besar dari milik bangsawan biasa. Sebuah tirai sutra berwarna merah tua tersingkap. Tandu itu memiliki atribut khusus disetiap sudutnya, sehingga bagi siapa saja yang melihatnya akan tau dengan jelas bahwa itu milik bangsawan kelas atas.

Sedangkan disudut ruangan yang lain, aku membuka mataku samar-samar. Terlihat atap langit yang berbeda dari kayu usang di rumahku tadi. Harum ruangan samar-samar menggelitik Indra penciumanku.

Tenggorokanku terasa kering dan tubuhku terasa lemas. Mataku melebar mencoba melihat pemandangan itu lebih jelas. Kudapati ruangan itu berwarna putih bersih dengan banyak perabotan klasik yang mahal, gorden jendelanya pun terbuat dari bahan berkualitas tinggi.

"Dimana?"

Batuk keluar dari tenggorokanku sampai seseorang berpakaian seperti pelayan segera mendekat memberikan air.

"Pangeran anda sudah bangun?"

Apa?

Pangeran?

Apa dia baru saja menyebutku dengan panggilan itu?

Aku tidak salah dengar kan?

"Ucapkan lagi."

"Ya, pangeran? Maksud anda?"

Sepertinya aku berhasil masuk ke istana lebih cepat dari yang kuduga. Padahal rencananya aku akan mendekati Marquis Lucien terlebih dahulu. Tapi ini justru lebih baik.

"Dimana ibuku?"

"Yang mulia sedang bersama kaisar."

Ibu?

Bersama kaisar?!

Tidak, aku harus segera kesana.

Aku segera keluar dari tempat tidur dan berlari untuk melihat apa yang ibu dan kaisar bicarakan.

Langkah kakiku cepat dan menggema di koridor istana. Para pelayan yang lewat memberikan tatapan kepadaku dengan rasa penasaran juga sedikit bumbu gossip.

"Kaisar! Apa yang akan kau lakukan pada ibu!"

Sampailah aku didepan ruangan kaisar. Dua orang penjaga dengan baju besi menghadangku dengan tombaknya yang menyilang.

"Tidak bisa masuk tanpa perintah kaisar!"

Rahangku mengatup karena kesal.

"Kalian tidak tau siapa aku?! Aku adalah putra kaisar!"

Tiba-tiba terdengar suara hak sepatu menelusuri jalan koridor.

"Arogan sekali! Baru memasuki istana ya?"

"Tidak mengejutkan, pasti anak haram dari seorang budak tidak pernah merasakan kekayaan."

Wajah yang familiar, gadis muda berparas cantik namun beraura sadis dihadapanku ini pastilah putri selir pertama. Ruby Rynete Magnus.

Gaun berwarna merah yang selalu ia pakai masih tetap sama, gaun yang terbuat dari bahan beludru, hiasan embordir disetiap ujungnya menciptakan kesan berani dan mencolok.

Aku menghiraukan Ruby dan menatap penjaga dengan tajam.

"Buka!"

"Tidak ada perintah kaisar, tidak bisa masuk!"

Ruby tertawa dengan mengejek. Ia melangkah mendekat mengepakkan kipasnya.

"Konyol."

Pandanganya tak lagi ke arahku, ia pergi melanjutkan langkahnya melewati ku dan ruangan kaisar.

Tiba-tiba pria dengan pakaian bangsawan kelas atas berwarna putih dengan ukiran embordir keluar dari pintu masuk, pandangan matanya tertuju padaku. Orang itu adalah Marquis Lucien Devereuq.

"Yang mulia, kaisar telah memanggil anda."

Bahkan Marquis Lucien kini juga memanggilku dengan sebutan resmi. Apa yang sebenarnya terjadi?

Dua penjaga tadi tak lagi menghadang, justru membungkuk memberikan hormat. Aku melangkah melewati pintu ruangan kaisar, pintu itu terbuat dari baja dengan warna corak keemasan.

DREEEETTTTT.

Silau.

Sosok yang ada dihadapanku saat ini adalah kaisar, alisnya tebal dengan garis naik.Bentuk wajah yang maskulin juga rupawan.kumis dan jenggot tak melekat sama sekali pada wajahnya.

Ayah benar-benar tidak seperti dalam bayanganku selama ini. Dikehidupan sebelumnya aku belum Pernah bertemu kaisar, ia dikabarkan sakit-sakitan dan tidak boleh meninggalkan kamarnya. Sedang prosedur kepememimpinan kekaisaran dilakukan lewat permaisuri.

"Saya memberi hormat kepada matahari kekaisaran."

Aku meletakkan telapak tangan disamping dada kiriku dan memberi hormat kepada kaisar.

"Angkat kepalamu."

Suara kaisar terdengar berat, setiap kata yang keluar menyatakan keyakinan dan tujuan yang jelas tanpa memberikan ruang bantahan.

Apa aku sekarang gemetar?

Aku mengepalkan tangan, menaikkan pandangan ku tepat kearah kaisar. Figur itu tampak gagah dan berdiri tanpa rasa ragu.

"Cassian."

"Benar...?"

Tanyanya dengan intonasi seakan memberi komando pada sebuah perang.

"Ya, yang mulia."

"Cassandra."

"Kamu sepertinya tidak becus mengurus seorang anak."

Ibuku menumpukan kedua tangannya dan berlutut dengan gemetar. Aku segera melangkah memperisai ibuku.

"Cassian!"

Ibuku memanggil namaku dengan kekhawatiran, takut akan menyinggung otoritas dihadapan kami.

"Jangan ganggu ibuku!"

Kaisar menyipitkan matanya. Ia mengamatiku dari atas sampai bawah seakan memindai sebuah objek.

"Lucien."

"Jelaskan apa yang terjadi."

Marquis lucien memberikan hormat kepada kaisar kemudian ia berdehem.

"Baik. Yang mulia, anak laki-laki ini adalah Cassian Leonce Magnus, anak anda dengan mantan pelayan pribadi anda Cassandra."

"Magnus?"

"Bukankah anda sudah mengijinkan Cassian untuk memasuki istana?"

"Jadi saya rasa, sudah sepatutnya dia menggunakan nama belakang kekaisaran."

Kaisar tak menanggapi lebih lanjut.

Ia melangkah dengan berat duduk dikursi kerja ruangannya.

"Cassian."

"Aku akan mengatakannya sekali."

"Kau adalah anak haram."

"Ibumu seorang pelayan."

"Darah tetaplah darah. Tapi istana tidak akan memberi ampun."

Kaisar mengambil sebuah gulungan yang sudah ia persiapkan sebelumnya. Dan menandatangani gulungan itu lalu mengecapnya dengan stempel kerajaan.

"Kehadiranmu... adalah kekacauan."

"Ketidakbergunaan adalah dosa."

"Kau boleh menyandang nama Magnus."

"Tapi..."

"Hidup dan mati."

"Kau tanggung sendiri."

"Aku tak akan membantumu."

"Kau bisa menjadi pengeran, dan ibumu kuangkat sebagai selir."

"Ingatlah, titahku mutlak."

Aku dan ibu berlutut mendengar titah dari kaisar dengan seksama. Rasanya punggungku seperti dibebani dengan batu raksasa.

Bahkan meskipun aku berhasil masuk istana. Tidak ada seorangpun yang akan menjamin keselamatanku dan Ibu. Bahkan kaisar sendiri tidak akan menolong aku dari tragedi-tregedi yang akan terjadi dimasa mendatang.

Keesokan harinya aku dan ibu sudah ditempatkan diarea kami masing-masing.

Denah kekaisaran terbagi menjadi empat bagian.

Pertama adalah istana Matahari yang merupakan tempat kediaman kaisar dan para pelayannya. Kedua, istana bulan yang merupakan istana permaisuri juga pengikutnya. Ketiga, istana bintang yaitu Istana keturunan kaisar mulai dari anak permaisuri hingga para selir.

Dan terakhir adalah istana langit yang berisi para selir kaisar dan pelayannya.

Aku berdiri ditempat ini.

Istana bintang.

Sejauh ini kaisar mempunyai sepuluh orang anak dengan aku sebagai sibungsu, yang berarti terdapat sepuluh pavilliun untuk para pangeran maupun putri termasuk aku.

Dihadapanku saat ini nampak pavilliun yang sudah disediakan untuk ku tinggali. Terpampang dengan pintu baja yang bercorakkan warna emas, cat dinding yang tampak rapi dan bersih. Di halaman paviliunku terdapat banyak bunga mawar putih yang elok dan wangi.

Aku mencuri pandang ke area sekitar, yang paling mewah dan besar itu pastilah kepunyaan putra mahkota. Permaisuri melahirkan dua anak sejauh ini.

Anak pertama adalah seorang putra bernama Alactra Derek Magnus (16 tahun), sedangkan yang kedua adalah seorang putri bernama Alectra Derek Magnus (12 tahun).

Hal yang paling Absurd dalam kekaisaran ini adalah permaisuri dan para selir mengandung dan melahirkan dihari yang saling berdekatan tak terkecuali ibuku, Cassandra.

Sehingga usia para keturunan kaisar tak jauh berbeda satu sama lain.

Pandangan ku tertuju ke Pavilliun berikutnya, pemiliknya adalah Ruby Rynete Magnus putri dari selir pertama kaisar yaitu Rosalina Rynete Magnus.

Waktu berlalu beberapa menit, Marquis Lucien Devereuq tiba dikediaman ku. Ia membawa seorang wanita yang berusia sekitar dua puluh lima tahunan.

"Salam kepada bintang kaisar."

Marquis Lucien membungkuk.

Dengan tangan kanan didada kirinya memberikan salam penghormatan diikuti wanita itu.

"Anda tidak perlu formal denganku."

Ucapku bertujuan memperakrab dinamika kami berdua demi hal-hal rumit dimasa depan.

"Aturan harus dijalankan."

Aku mengambil nafas panjang.

Bagaimana bisa aku hampir lupa si maniak aturan ini.

Ia berdiri tegap kembali.

"Saya akan menempatkan wanita ini sebagai salah satu pelayan anda."

Apa?

Kenapa?

Apa wanita ini adalah utusan kaisar untuk memata-mataiku? Atau hanya sekedar bagian dari rasa penasaran Marquis?

Sudut bibir Marquis Lucien terangkat miring bagaikan mengetahui kekhawatiranku.

"Anda berfikir terlalu dalam yang mulia."

"Wanita ini hanya sebagai hadiah atas kedatangan anda ke Istana."

Wanita itu melangkahkan diri lebih dekat kemudian berlutut.

"Saya Lux siap melayani anda."

Aku mengangguk, kemudian melihat seorang penjaga dengan seragam khas pengawal datang bersama rombongan pelayan.

Penjaga itu berhenti tepat didepanku juga Marquis Lucien.

"Memberi hormat kepada bintang kaisar!"

Suara itu diikuti banyak suara dibelakangnya.

"Memberi hormat kepada bintang kaisar."

"Yang mulia, permaisuri menghadiahkan anda para pelayan ini."

Ha?

Lihatlah ini!

Wanita beracun itu sudah menyiapkan begitu banyak mata-mata untuk mengawasiku dengan menempatkan orang-orangnya.

"Ya, katakan aku berterima kasih."

"Atas. Hadiah. Ini."

Begitulah yang aku ucapkan, tapi sebenarnya itu hanya sebuah ucapan sarkastik yang memiliki arti lain. Jika itu permaisuri, pasti dia akan langsung paham permainan kucing dan tikus ini.

Marquis Lucien terkekeh seakan sudah tau maksud dari ucapanku. Ia memindai satu demi satu para pelayan ini dengan seksama.

"Hmm, bukankah permaisuri sangat baik hati."

Itu adalah kalimat yang mengandung arti lain. Di Istana ini hanya sedikit orang yang mengenali watak asli permaisuri. Jadi bisa dibilang mereka adalah para orang yang cerdas juga jeli.

Penjaga itu membungkuk dan meninggalkan tempat setelah mengantarkan para pelayan yang sudah disiapkan untukku.

"Kalau begitu saya juga harus pamit yang mulia."

Aku mengangguk mempersilahkan Marquis Lucien untuk undur diri.

"Lux, kau ikut aku."

"Baik yang mulia."

Karena dikehidupan sebelumnya aku mati karena mendapatkan racun secara bertahap dari permaisuri. Kali ini aku harus berjaga-jaga terlebih dahulu.

Aku dan lux pergi ke pusat kota, sejujurnya aku tidak yakin apakah akan mendapatkan sesuatu sebagai pemberi solusi atas kemungkinan tragedi yang terjadi.

Pusat kota, area yang terbentang luas dengan batas dinding besar yang kokoh. Terbagi menjadi empat distrik utama dengan masing-masing empat menara penjaga disetiap distriknya.

Distrik Utara, wilayah kekaisaran sebagai jantung pemerintahan dan area para bangsawan. Distrik Timur merupakan area militer dan pertahanan.

Distrik Selatan,area perdagangan dan rakyat jelata. Terakhir Distrik Barat adalah area seni dan hiburan.

Jadi tujuanku kali ini adalah Distrik Selatan yang merupakan area perdagangan dan rakyat jelata.

Tibalah aku dan Lux disebuah rumah tua yang warga sekitar bilang sebagai tempat mantan alkemis bersembunyi.

Rumor menyebutkan ia memilih kehidupan biasa daripada harus terlibat dengan para bangsawan. Kare pada akhirnya berfokus pada kubu dan perang tahta.

Lux mendahuluiku masuk untuk mengecek keadaan sekitar juga keamanan. Begitu melangkahkan kaki ke dalam rumah, kami disambut dengan berbagai obat juga ramuan yang berserakan.

Lantai rumah itu terbuat dari kayu, warnanya coklat gelap. Dari sisi kiri terdapat rak dengan banyak sekali jenis obat-obatan juga ramuan mirip seperti tata letak apoteker. Sedangkan sisi kanan terdapat sebuah meja yang luas berisi ramuan-ramuan yang berserakan.

Seorang dengan koran menutupi wajahnya terlihat dari bawah kolom meja, dengkurannya lumayan keras.

Lux memperisaiku mendekati sosok itu terlebih dahulu.

"Siapa kau?!"

Tangan itu meraih koran yang menutupi wajahnya. mata yang lebar namun juga tajam, kulitnya terlihat bersih dan segar.

Sosok itu terlihat seperti seorang siswa akademi yang membolos di jam pelajaran.

"Aish... kenapa kalian mengganggu waktu istirahat ku?"

Lux menatap pria itu dengan tajam.

"Beraninya! Apa kau tidak tau siapa kami!"

"Lux, tenanglah!"

Lux mengambil nafas sambil membungkuk seolah meminta maaf. Aku melangkah kedepan mendekati pria muda itu.

"Tuan muda, apa anda pemilik apotek ini?"

Pria itu berdiri dari duduknya melewati kolong meja sampai akhirnya terpentok oleh sisi yang tajam.

"Ouchhhh!"

Lux menutupi wajahnya dengan lengan bajunya, namun aku tau bahwa dia sedang tertawa dengan puas.

"Hmm...bukan aku pemiliknya, pak tua itu sedang punya urusan."

Aku menaikkan alisku.

Pak tua?

Jadi kemungkinan pemilik apoteker ini adalah seseorang yang sudah tua.

"Tapi jika kalian membutuhkan sesuatu, aku bisa membantu."

Aku mengangguk.

Setelah dia mengisyaratkan tangannya, aku duduk disebuah kursi kayu.

"Apakah ada ramuan yang dapat menangkal segala jenis racun?"

Pemuda itu terdiam sejenak, ia mulai menggaruk bagian belakang kepalanya.

Lalu menatapku dengan pandangan serius.

"Ada."

"Tapi, itu adalah barang yang sangat langka."

"Selain itu, jika kau belum pernah minum racun yang kuat sebelumnya. Maka efeknya tidak akan bekerja dan justru menjadi racun."

Aku menyipitkan mata, Ternyata ini lebih rumit dari dugaanku. Ramuan penangkal racun ini harus beresonansi dengan bekas dari racun kuat yang ada ditubuh.

Aku melebarkan mataku.

"Bagaimana dengan racun ular perak?"

Lux tampak terkejut mendengar ucapanku.

"Yang mulia?Apa anda pernah—"

Aku mengibaskan tanganku lirik menandakan tidak ingin membahas hal itu lebih lanjut.

Masalahnya aku hanya pernah mencicipi racun itu dikehidupan sebelumnya, tidak ada jaminan racun itu masih ada didalam tubuhku.

"Racun ular perak?"

Pemuda itu tampak berfikir kemudian menyeringai.

"Orang yang meracunimu dengan benda itu benar-benar bodoh."

Aku menaikkan alisku, penasaran dan terkejut atas ungkapan pemuda itu.

"Apa maksudmu?"

Pemuda itu berdiri sambil melanjutkan.

"Racun ular perak."

"Adalah racun yang terkenal karena menyebabkan sensasi menyakitkan ditubuh lebih dari racun lainnya.

"Namun."

"Racun itu benar-benar sangat istimewa."

Lanjut pemuda itu melangkahkan kaki kebagian sisi rak.

"Apa kau tau kenapa racun itu dijuluki racun ular perak?"

Aku menggelengkan kepalaku pelan.

"Racun itu bisa menciptakan katalisator darah atau blood magic, membuka segel garis keturunan tertentu dan mengaktifkan sihir kuno."

More Chapters