Rasa sakit yang luar biasa merambat ke dalam tubuhku. Ini adalah racun ular perak yang yang bicarakan banyak orang, tentunya seluruh anggota kerajaan telah bersekongkol dengan wanita licik itu untuk menyingkirkanku!
Wanita itu berdiri dihadapanku. Bahkan orang-orang hanya diam saja saat wanita ini kerap mondar-mandir ke ruanganku untuk memberikan racun secara bertahap.
"Cassian! Jika kamu ingin menyalahkan seseorang, salahkan ibumu yang hanya seorang pelayan!"
Kalimat itu mendarat tajam tanpa belas kasihan. Wanita itu mengenakan gaun beludru ungu tua, warnanya pekat dan berwibawa. Lengan bajunya panjang melebar, ujungnya disulam benang emas membentuk pola duri mawar.
Dikepalanya bertengger mahkota tinggi berhiaskan safir biru gelap, berat seakan menjadi simbol beban kekuasaan yang ia genggam erat.
Lehernya dihiasi kalung mutiara hitam yang kontras dengan kulit pucatnya, menambah kesan dingin dan kejam.
"Hanya seorang budak dari pedesaan! Beraninya mengandung benih kaisar dan melahirkannya!"
Tawaku menggema dengan lantang terlepas dari rasa sakit yang membakar tubuhku.
"Ternyata kalian para keluarga utama sangat lemah sampai ketakutan oleh anak dari seorang pelayan?!"
"Permaisuri! Jika para leluhur menyaksikan! Reputasi mu sudah bisa dipastikan benar-benar hancur!"
Rahang wanita itu berurat, dagunya mengatup hingga menekan gigi-giginya. Matanya semakin tajam memandang ku seakan aku adalah serangga menjijikkan dan tidak berharga.
Namun setelah itu senyum licik wanita itu kembali.
"Yah... karena kamu akan menyusul ibumu sebentar lagi. Aku akan menganggap ini sebagai kalimat terakhirmu!"
"Seorang budak! Selamanya akan tetap menjadi budak!"
Tubuku terasa seperti ditusuk ribuan belati dari dalam, pandangan ku mulai menjadi blur. Nafasku tersengal-sengal seakan ikan yang terlempar keluar dari kolam.
"Beginikah akhirnya?"
Jika saja aku bukan seorang anak haram dari kaisar. Seandainya saja ibuku bukan seorang pelayan.
Jika saja aku lebih kuat!
Jika saja aku lebih cerdik!
Penyesalan-penyesalan itu mengerubungi otaku, menyayat dadaku.
Menyalahkan takdir.
"Tidak!"
Air mata mengalir dari mata ku yang sudah merah berurat karena menahan racun. Cipratan darah terlempar keluar saat aku batuk, pandangan ku mulai gelap.
"Jika ada yang harus disalahkan."
"Itu adalah kalian!"
"Kalian sudah menyiksa ibuku juga aku selama ini!—"
Tebasan pedang mendarat secepat kilat, nyawaku diambil tanpa aku sempat beraksi. Akhirnya sudah berakhir.
Aku menatap langit-langit kamarku, bibirku menjadi pucat akibat racun. Telapak tangan ku lemas sampai ijakan permaisuri melumatnya. Tapi aku sudah tidak merasakan apa-apa lagi.
Jika saja aku bisa kembali ke masa lalu, jika saja aku mendapatkan kesempatan kedua, akan aku pastikan permaisuri dan seluruh keturunannya mati.
Aku pastikan segalanya akan berbeda, aku akan membuat kaisar sialan itu menerima ibuku sebagai istri sahnya.
Dan membuat perang saudara untuk tahta menjadi lebih kacau.
Tidak apa-apa ibu, saya akan segera menemui ibu. Semoga direinkarnasi selanjutnya kehidupan kita menjadi lebih baik.
Semua tampak gelap. Aku mendengar suara-suara yang familiar, anehnya rasa sakit dibadanku sudah hilang semua.
"Hey anak haram!"
"Masih belum mau bangun juga?!"
Aku merasa seakan ombak baru saja memukul wajahku. Aku membuka mata dan mendapati seluruh badan ku sudah basah kuyup dengan air. Pandangan ku tertuju pada ember air yang tergelotang dilantai kayu yang familiar. Mataku menelusuri enviromen sekitar, semuanya tampak familiar.
"Ini?"
"Tch, akhirnya bajingan ini bangun juga!"
Kerah bajuku ditarik dengan tiba-tiba, dihadapan ku saat ini adalah sosok yang sangat aku kenal. Aron, seorang pelayan yang terus merundung ku saat aku masih kecil. Meskipun dia tau aku adalah putra haram kaisar namun dengan otoritas permaisuri, semua orang di kekaisaran mengucilkan aku dan ibu.
"Sejak kapan kau boleh bermalas-malasan!"
Tamparan dilayangkan pada pipi kiriku.
Tunggu?
Kenapa ini terasa sakit?
Bukankah ini cuma mimpi, tapi kenapa rasa sakitnya begitu nyata?
Aku menoleh ke arah cermin, wajah yang sama saat aku berusia Dua belas tahun?!
Apa-apaan?
Jangan-jangan aku kembali kembali ke masalalu.
Apa hal itu mungkin?
Tapi bagaimana bisa dan kenapa?
Apakah alam semesta mendengarkan doaku?
Aku mendorong Aron dan melarikan diri, saat berhasil melangkah keluar sinar matahari menghujani wajahku. Sangat terang, aku menoleh dan melihat rumah yang baru saja aku langkahi. Rumah kayu tua yang tampak usang dan sederhana. Katanya aku dan ibu hanya diberi rumah ini oleh kaisar, tapi sebenarnya itu adalah perintah permaisuri.
"Kalau begitu bukankah ibu?!—"
"Cassian."
Suara lembut datang dari arah belakangku, suara yang sudah lama aku rindukan. Wanita berambut pirang, dengan mata berwarna biru bagaikan lautan kristal, memakai pakaian usang dan sederhana namun siapapun yang melihatnya dapat mengatakan bahwa wanita itu adalah peri yang seolah datang dari kayangan. Ibuku adalah Cassandra.
"Ibu!"
Tanpa basa-basi aku berlari dan memeluk ibuku dengan erat. Perasaan rindu ini akhirnya tersampaikan.
"Cassian?"
Sorot mata ibu nampak heran memandang tingkah lakuku yang tidak biasanya seperti ini. Pandanganku tertuju pada keranjang kayu berisi tumpukan pakaian yang baru saja kering dari jemuran. Rahangku mengatup, aku sudah bertekad. Jika aku bisa kembali ke masa lalu, aku akan mengubah semua tragedi yang menimpa aku dan ibu juga membalas para pelaku berkali-kali lipat!
"Cassian, kamu sudah bangun? Ayo sarapan terlebih dahulu."
Suara langkah kaki keluar dari rumah usang tadi, itu Aron dan temannya. Mereka selalu diam-diam menggangguku dan ibu. Kali ini tidak akan aku biarkan ibuku ditindas!
"Bibi, kamu harus mengajari putramu! Meskipun kaisar sudah menendang kalian, tapi aib itu masih akan tetap melekat pada silsilah keluarga kekaisaran."
Ucap Aron dengan suara yang merendahkan juga arogan.
Ibu melangkahkan kaki kedepan seakan mencoba melindungiku. Wajah Aron tampak gelap seakan tidak takut sama sekali akan perbuatannya. Keranjang pakaian itu dilemparnya ke wajah Aron dengan tiba-tiba.
"Putraku! Aku yang paling tau bagaimana cara mendidiknya! tidak perlu ocehan dari anak berandalan sepertimu!"
Lugas ibuku memberikan balasan kepada Aron. Memang seperti ibuku, orang yang ramah juga ceria namun tidak takut menghadapi segala situasi demi melindungi putranya. Hanya saja sejak aku lahir dan kaisar tidak mau menerimaku di istana, ibu menjadi lebih murung dan tidak seceria dulu.
Hanya ada satu cara untuk mengubah keadaan kami, yaitu mencari pihak yang paling netral dan fokus pada aturan juga hukum kekaisaran. Jika tidak, maka hal yang terjadi dimasa lalu akan terulang kembali. Aku membuat koneksi dengan orang itu, si maniac aturan, Marquis Lucien Devereuq yang saat ini merupakan administrator kekaisaran.
Tapi sebelum itu, aku harus menangani Aron terlebih dahulu, akan sangat memalukan meminta bantuan untuk menangani masalah dengan orang yang masih seumuranku.
"Hentikan, Aron!"
Ibu menoleh ke arahku dengan sorot mata terkejut juga khawatir. Dimasa lalu aku adalah anak pendiam juga penakut terhadap dunia luar, oleh karena itu. Diinjak-injak oleh para pelayan rendahan pun aku tidak sanggup membela diriku sendiri.
"Anak haram ini sudah berani berbicara padaku rupanya hahaha!"
Aron tersenyum dengan arogan, seakan yakin bahwa aku bukanlah apa-apa selain anak buangan. Sejujurnya aku juga berpikir demikian, tapi aku masih harus mencoba memerkirakan posisiku dikeluarga utama. Jika dengan ini terbukti bahwa aku memang tidak dianggap sama sekali, aku harus menyiapkan rencana lain.
"Meskipun aku adalah anak haram! Darah kaisar masih mengalir dalam tubuhku!"
"Apa kau yang hanya pelayan rendahan berani memperlakukan kami seperti ini!"
Aron menaikkan alisnya kemudian tertawa terbahak-bahak. Sialan, apa ancamanku tidak berhasil. Aku juga tidak berekspektasi terlalu tinggi, masalahnya kaisar benar-benar belum pernah menengok kami sekalipun sejak aku lahir.
Tiba-tiba sebuah kereta kuda melintasi jalan utama, nampak barisan pengawal dibelakangnya. Aku sejenak menoleh untuk mengamati sampai suara Aron terdengar kembali dengan lantang.
"Bocah bodoh, bahkan jika aku membunuhmu juga ibumu disini lalu memberikan kalian sebagai makanan anjingku, kaisar juga tidak akan keberatan!"
Aku menyeringai, tiba-tiba mempunyai ide, supaya bisa menyingkirkan Aron tanpa harus mengotori tanganku bisa menggunakan orang itu. Aku melangkah memperisai ibuku lalu dengan suara lantang aku berkata kepada Aron.
"Apakah kamu mau mengatakan bahwa kaisar hanya akan tunduk dan mengikuti pilihan mu?!"
"Tentu saja! Kenapa tidak! Kalian tidak ada bedanya dengan makanan anjing!"
Bocah sombong ini masuk kedalam perangkapku dengan mudah. Seharusnya sebentar lagi orang itu akan muncul.
Aku melanjutkan argumenku dengan Aron.
"Bahkan dengan mengetahui ada darah kaisar dalam tubuhku!? kamu berani berkata akan menggunakanku sebagai makanan anjing?!
"Bukankah secara tidak langsung kamu berkata."
"Kaisar tidak lebih dari makanan anjing."
Kereta kuda itu tiba-tiba berhenti dipertengahan jalan, langkah kaki menuruni kereta. Pria dengan rambut panjang yang terikat berwarna coklat keemasan turun, mengenakan Frock coat berwarna biru dengan gagah juga tenang. Marquis Lucien Devereuq.
"Aku mendengar gonggongan anjing disekitar sini."
Semua orang memberikan hormat kepada Marquis Lucien Devereuq, tak terkecuali Aron, aku juga ibuku. Sekarang apa yang akan terjadi kira-kira, apakah itu cukup untuk menyingkirkan Aron dan memberikan keuntungan bagiku juga ibu. Aku akan bertaruh.
Marquis Lucien Devereuq Melihat ke arahku, aku sedikit menundukkan pandangan untuk mengurangi kecurigaannya. Ia tersenyum tipis kemudian melangkah kedepan Aron, kini pandangannya seperti menganalisis Aron dari atas hingga bawah.
"Tangkap anak ini."
Aron terbelalak dan segera melangkah mundur.
"Apa! Apa kesalahan saya!?"
"Bukankah sudah jelas, kamu menghina kaisar secara terang-terangan."
Aron menunjuk ke arahku juga ibu dengan senyum menyeringai.
"Mereka lah yang seharusnya dihukum, mereka bahkan sudah ditendang oleh kaisar, tapi masih bersikap seolah bangsawan!"
Marquis Lucien menyipitkan matanya. Ia menghela nafas panjang sampai akhirnya memberikan kode dengan jarinya supaya Aron ditangkap.
Dua orang penjaga berbadan besar, kekar dan tinggi mendekat dan menyeret Aron dengan paksa.
"Lepaskan! apa salahku!"
Marquis Lucien menoleh kearah ibu.
"Sepertinya anda juga mengalami kehidupan yang sulit ya."
Apa-apaan ucapannya itu. Bukankah sudah jelas! kami berdua tidak dipertimbangkan sama sekali oleh kaisar. Bahkan meskipun aku putra kandungnya ia menelantarkan kami dan membiarkan permaisuri si wanita licik itu berkuasa tanpa memberikan biaya hidup.
"Aku akan melaporkannya langsung kepada yang mulia."
Aku melihat Marquis Lucien dengan seksama sampai akhirnya mata kami bertemu. Ia memandangku seolah aku objek penelitian.
"Menarik."
"Apa anda ingin menyampaikan pesan untuk kaisar?"
Mataku melebar, bukankah itu kesempatan yang jarang bisa kudapatkan. Bahkan dikehidupan sebelumnya aku baru diperbolehkan memasuki istana diusia 25 tahun setelah ibu meninggal,hanya untuk menjadi anjing putra mahkota dan permaisuri.
"Katakan pada ayah! Biarkan aku dan ibu masuk istana atau kami akan meninggalkan kekaisaran dan bermigrasi ke daerah lain."
Marquis Lucien terdiam sejenak sampai akhirnya tertawa terbahak-bahak. Ia menyeka air matanya.
"Bukankah anda terlalu arogan? Hanya karena aku datang membantu anda sekali."
Aku juga tau itu. Tapi ini juga salah satu tes yang ingin ku coba untuk mengetahui cara mana yang bisa aku gunakan untuk merebut perhatian kaisar.
"Aku sudah mengatakan apa yang ingin ku sampaikan."
Ibu tampak takut dan khawatir, mungkin jikalau tindakanku justru memicu amarah ayah.
"Baiklah, aku permisi."
Marquis Lucien memberikan tatapan sarkastik sampai akhirnya ia kembali kedalam kereta kudanya.
"Cassian, apa yang kamu lakukan?!"
Ibu mencengkeram pundakku dengan erat, sorot matanya tampak lelah dan bingung. Ibu sudah kehilangan semangat hidupnya akibat taktik yang dilakukan permaisuri selama ini.
"Ibu, tolong percaya kali ini saja padaku."
Ibuku menyipitkan matanya tanpa ekspresi, ia meraih keranjang kayu berisi pakaian yang tadi ia lemparkan kepada Aron.
"Kamu seharusnya tidak bersikap seperti itu dihadapan Marquis Lucien."
Aku mengepalkan tangan kananku. Ibu tampaknya masih berfikir bahwa tindakanku akan menimbulkan masalah.
Sore berganti menjadi malam, aku dan ibu menikmati hidangan sederhana dimeja makan yang terbuat dari kayu. Alas makan yang sederhana jauh dari kemewahan.
Tiba-tiba sebuah pedang menancap dimeja makan kami seklebat membuat ibu terkejut juga ketakutan.
"Cassian! Kamu baik-baik saja?"
Munculah beberapa orang berkostum serba hitam seperti assasin. Aku yakin mereka adalah suruhan permaisuri.
"Seharusnya kalian hidup seperti tikus."
Aku tidak menduga hal ini akan terjadi secepat ini, apa mungkin karena aku bertemu dengan Marquis Lucien.
Pertama aku harus mengamankan ibu terlebih dahulu.Aku mengambil teko lalu menyiram air panas kearah mereka sambil membawa ibu kabur lewat pintu belakang.
"AGHHHH!"
Suara jeritan para pembunuh itu menggema.
"Ibu! ibu pergi kearah sana! jika ibu melihat bendera putih maka masuk ke area itu dan berlindunglah!"
Aku menunjuk ke jalan semak-semak dan gelap, nampaknya memang seperti jalan buntu. Tapi itu didesain secara khusus supaya tidak ada orang yang curiga.
"Bagaimana dengan kamu?!"
"Aku punya rencana sendiri."
Alasan kenapa aku menyuruh ibu kesana adalah karena itu area pasukan rahasia milik kaisar yang dilatih khusus untuk keadaan darurat.
Aku baru mengetahui hal itu ketika ditunjuk sebagai anjing putra Mahkota dikehidupan sebelumnya.
Pembunuh itu mengejarku dengan cepat, sekarang bagaimana aku harus mengatasi hal merepotkan ini.
Aku berlari menuju sebuah rumah tua didekat hutan. Nafasku tersengal-sengal.
"Sialan, seharusnya dikehidupan sebelumnya aku fokus mengasah skill beladiri ku."
Dimasa lalu aku hanya bekerja melayani putra makhkota sebagai kacung sampai akhirnya diracun oleh permaisuri.
"Ayo pikiran Cassian!"
Aku berhenti bernafas sambil bersembunyi dibalik sebuah kotak kayu.
"Kemana anak haram itu pergi!"
Mereka ada lima orang, bagaimana caranya untuk mengecoh perhatian mereka, sialan aku bukan tipe pemeran utama pria yang jago bertarung.
Aku mengintip mereka sampai salah seorang dari mereka sudah berdiri dibelakang ku.
"Ketemu kau tikus!"
Leherku dicekik dengan kencang hingga membuatku kesulitan bernafas.
"Tidak kusangka menangkap tikus seperti dia merepotkan."
"Hey cepat bunuh dia, lalu kita cari wanita itu."
Sialalan. Tidak akan aku biarkan kalian mengganggu ibu. Aku meludah ke arah salah seorang pembunuh.
BRAAKKK.
Aku dilemparkan Kedinding dengan keras hingga dinding itu hancur. Badanku merasa remuk.
Pembunuh itu melayangkan pedangnya bersiap untuk menyelesaikan misi.
Tiba-tiba sebuah pedang menghentikan pedang pembunuh itu.
CLANG.
"Lindungi pangeran dan tangkap para pembunuh!"
Pasukan kerajaan? Kepalaku mulai berputar akibat terbentur dinding. Pandanganku menjadi blur. Kesadaranku hilang seketika.
Samar-samar, suara bergemuruh mengerubungi ku. Namun aku tidak kuasa menjawab suara-suara itu.