Ficool

Chapter 10 - CINTA YANG HILANG TANPA DISADARI

Chapter 10: Jalan Tanpa Arvin

Kalya melangkah keluar dari apartemen mereka tanpa melihat ke belakang. Di tangannya, tas kecil berisi pakaian dan beberapa barang penting. Semua yang ia butuhkan untuk memulai hidupnya yang baru, jauh dari bayang-bayang hubungan yang telah lama kehilangan arah.

Arvin tidak mengejarnya.

Kalya tidak tahu apa yang ia harapkan dari Arvin. Sebuah permintaan maaf? Sebuah kata-kata yang mengakui bahwa semuanya telah berubah? Atau mungkin sebuah permohonan untuk kembali?

Tapi tidak ada yang keluar dari mulut Arvin. Hanya keheningan, seperti yang selama ini mereka bagi. Hanya keheningan yang menjadi pembatas antara mereka.

Kalya memutuskan untuk tinggal di rumah sewa kecil di pinggiran kota. Sebuah tempat sederhana dengan dinding putih, jendela besar yang menghadap taman kecil, dan ruang kosong yang siap diisi dengan hal-hal baru. Sebuah tempat yang akhirnya bisa ia sebut rumah—bukan rumah yang dulu mereka bangun bersama, tapi rumah yang kini menjadi miliknya sendiri.

Di sana, Kalya mulai menemukan dirinya kembali.

Setiap pagi, ia menulis. Buku yang dulu ia tinggalkan karena terlalu sibuk mengurus orang lain kini kembali di tangannya. Ia menulis tentang kehidupannya, tentang cinta yang hilang tanpa disadari, dan tentang cara menemukan kembali diri setelah terjebak dalam hubungan yang memudar.

Tapi ada satu hal yang selalu ia tulis dengan hati yang penuh—tentang bagaimana ia merasa lebih hidup sekarang, lebih berani, lebih utuh.

Sementara itu, Arvin di apartemen mereka yang kosong.

Ia duduk di sofa, menatap layar ponsel, mencoba menghubungi Kalya sekali lagi, tapi kali ini ia merasa terhalang. Setiap panggilan yang ia coba hanya berakhir dengan suara kalimat yang sama: "Pengguna tidak dapat dihubungi."

Ia merasa kosong. Tidak tahu harus berbuat apa. Semua yang ia coba lakukan untuk mengembalikan Kalya—semua itu seperti tidak berarti lagi.

Pernikahan mereka telah rusak, bukan karena perselingkuhan atau pengkhianatan, tapi karena ketidakpedulian yang perlahan tumbuh di antara mereka.

Arvin tahu, ia telah kehilangan Kalya bukan dalam satu langkah besar. Ia kehilangan Kalya dalam ribuan langkah kecil—dalam kebisuan, dalam ketidakpedulian, dalam kata-kata yang tak pernah terucap.

Suatu malam, Kalya duduk di balkon rumah sewaannya, menatap bintang yang mulai bermunculan di langit. Ia merasa damai, jauh dari hiruk-pikuk yang dulu melingkupi hidupnya.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar.

Sebuah pesan singkat dari Arvin:

"Kalya, aku tidak bisa memaksamu kembali, tapi aku ingin kamu tahu satu hal. Aku menyesal. Aku menyesal karena tidak melihat betapa berharganya kamu."

Kalya menatap pesan itu lama. Ia menarik napas, lalu menulis balasan.

"Aku tahu. Aku juga menyesal, Arvin. Tapi aku tak bisa terus menyesali hal yang sudah tidak bisa diubah."

Ia menekan tombol kirim dan menatap layar kosong. Setelah beberapa detik, ia menyimpan ponselnya.

Kalya tahu, ini adalah akhir dari satu babak dalam hidupnya. Dan ia siap untuk menulis cerita yang baru. Tanpa Arvin. Tanpa penyesalan.

Di dalam rumah sewa yang sederhana itu, Kalya menemukan kedamaian. Ia tidak tahu apa yang akan datang besok, atau di hari-hari yang akan datang, tapi satu hal yang pasti—ia kini lebih kuat dari sebelumnya.

Dan saat ia menutup mata untuk tidur, ia tahu, tidak ada lagi ruang kosong di dalam dirinya. Hanya ruang untuk tumbuh, untuk mencintai dirinya sendiri, dan untuk melanjutkan perjalanan hidup yang belum selesai.

More Chapters